23 November 2023
17:55 WIB
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan saat ini terdapat sejumlah emiten yang terancam delisting. Mulai dari perusahaan tekstil hingga perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Beberapa emiten yang berpotensi delisting tersebut, antara lain PT Jaya Bersama Indo Tbk (DUCK), PT Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT), PT Tridomain Performance Materials Tbk (TDPM).
Kemudian, PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk (JKSW), PT Onix Capital Tbk (OCAP), PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP).
Lalu, PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL), PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Lantas, bagaimana nasib investor yang masih mengoleksi saham perusahaan tersebut? Bagaimana upaya BEI dalam melindungi investor retail?
Baca Juga: META Bakal Delisting dari BEI, Ini 4 Alasan Utamanya
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, dalam melakukan pemantauan atas Perusahaan Tercatat, Bursa juga melakukan beberapa upaya perlindungan investor ritel terkait emiten yang mengalami suspensi, hingga terancam dikenakan penghapusan pencatatan saham secara paksa (forced delisting).
Salah satunya melalui pengenaan notasi khusus emiten dan penempatan pada Papan Pemantauan Khusus. Hal itu dilakukan apabila Perusahaan Tercatat memenuhi kriteria-kriteria tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Bursa I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.
"Ini diharapkan bisa menjadi awareness awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada Perusahaan Tercatat," kata Nyoman kepada media yang dikutip Kamis (23/11).
Sementara itu, pada Perusahaan Tercatat yang dilakukan suspensi, baik karena sanksi maupun suspensi karena penyebab lainnya, lanjut dia, maka upaya perlindungan investor ritel dilakukan melalui beberapa hal.
Antara lain dengan menyampaikan reminder delisting kepada Perusahaan Tercatat yang telah dilakukan suspensi atas efeknya selama enam bulan, menyampaikan undangan hearing, permintaan penjelasan mengenai upaya perbaikan penyebab suspensi, serta rencana bisnis ke depan.
"Selanjutnya, Perusahaan Tercatat wajib menyampaikan update progres rencana perbaikan tersebut setiap bulan Juni dan Desember," imbuhnya.
Bursa juga akan melakukan pengumuman potensial delisting setiap enam bulan, yang di dalamnya mencantumkan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen dan pemegang saham terakhir, serta kontak yang bisa dihubungi.
Baca Juga: Animo Pemuda Berinvestasi Dan Harapan Pada Capres
Sementara itu, Nyoman menegaskan, apabila penghapusan pencatatan saham atau delisting dilakukan atas perusahaan terbuka karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka perusahaan terbuka wajib mengubah status menjadi Perusahaan Tertutup dan diwajibkan melakukan buyback atas saham publik.
"Buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK," ujar Nyoman.
Aturan tersebut mengacu pada POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek.
"Karena kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha," pungkasnya.
Mengutip laman BEI, dari periode tahun 2019 hingga 2023 setidaknya terdapat 14 emiten yang telah delisting, yaitu TMPI, ATPK, NAGA, GMCW, SIAP, BBNP, GREN, CKRA, SCBD, APOL, ITTG, BORN, FINN, dan TURI.