c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

09 Oktober 2024

19:17 WIB

Ini Tanggapan Indodana Soal Pembiayaan Produktif UMKM Jadi Rp10 Miliar

irektur PT Indodana Multi Finance, Iwan Dewanto menyambut baik rencana penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif bagi UMKM dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar.  

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

<p>Ini Tanggapan Indodana Soal Pembiayaan Produktif UMKM Jadi Rp10 Miliar</p>
<p>Ini Tanggapan Indodana Soal Pembiayaan Produktif UMKM Jadi Rp10 Miliar</p>

Seorang pekerja mengakses aplikasi Indodana di perkantoran kawasan Cilandak, Jakarta , Selasa (21/3/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Direktur PT Indodana Multi Finance Iwan Dewanto menyambut baik rencana penyesuaian batas maksimum pendanaan produktif bagi UMKM dari sebelumnya Rp2 miliar menjadi Rp10 miliar. 

Menurutnya hal tersebut diperlukan mengingat UMKM saat ini memang membutuhkan dukungan lewat penguatan permodalan agar bisa naik kelas.

"Dari sisi regulator melihat itu harus dilakukan sebagai aspek tata kelola, yaitu penguatan dari sisi modal ya artinya kalau modal Rp10 miliar itu ya memang sesuatu yang harus kita tempuh jadi kami dari Indodana pasti kami menyambut baik aturan itu," kata dia dalam konferensi pers, Rabu (9/10).

Dari sisi perusahaan, menurutnya peningkatan plafon pinjol ini akan berdampak positif bagi penyalur pendanaan karena akan terjadi perputaran uang sehingga menguatkan dari sisi likuiditas.

"Intinya kami menyambut baik sih apa yang disampaikan oleh regulator juga ujung-ujungnya adalah sisi penguatan yang juga sampai nanti kali itu akan menjalankan fungsi dengan baik," kata dia.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana meningkatkan batas maksimum pendanaan produktif lebih tinggi dibanding batas maksimum sebelumnya sebesar Rp2 miliar. 

Artinya, fintech peer to peer lending (P2P) lending alias fintech pinjaman online (pinjol) bisa memberi kredit produktif lebih dari Rp2 miliar. Kendati demikian, hal ini tidak berlaku untuk pendanaan konsumtif.

Baca Juga: OJK Godok Aturan Baru, Pinjol Bisa Beri Kredit Produktif Sampai Rp10 M

Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Aman Santosa mengatakan, OJK saat ini tengah menyusun Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (RPOJK LPBBTI) atau fintech peer to peer lending (fintech P2P).

Adapun saat ini, RPOJK LPBBTI sedang dalam proses penyusunan peraturan (rule making rule), termasuk menerima pandangan dan masukan dari pemangku kepentingan.

"OJK mengapresiasi masukan dan pandangan yang disampaikan pemangku kepentingan tersebut dan saat ini sedang melakukan penyempurnaan terhadap pengaturan industri LPBBTI sebagai salah satu tindak lanjut OJK sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)," kata Aman.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Growth & Acquisition, PT Bank Digital BCA, Albert Kurniawan menyatakan tidak ambil pusing dengan fintech peer to peer (p2p) lending atau penyedia pinjol yang bisa menawarkan pinjaman hingga Rp10 miliar.

"Kalau dari kami, kami tidak melihat ini sebagai kompetisi tapi justru kami berkolaborasi dengan fintech. Kami juga dapat aturan dari pemerintah untuk menyalurkan kredit dan bank bisa berkolaborasi," kata dia.

Baca Juga: Industri Pinjol Tersandung Gagal Bayar

Albert menilai, dengan fintech pihaknya bisa melakukan channeling dengan berbagai perusahaan yang sejalan dengan BCA. Terutama perusahaan yang memiliki penilaian bagus terhadap calon borrower.

"Dari saya pribadi saya mengajak bank dan fintech berkolaborasi untuk menghasilkan pinjaman yang baik, nasabah yang baik jadi tidak berkompetisi. Kalau mau yang berkompetisi silahkan tapi sekali lagi ajakan saya kita berkolaborasi," ucapnya.

Literasi Tidak Sejalan Dengan Inklusi
Di Indonesia, sering kali inklusi keuangan tidak sejalan dengan literasi masyarakat akan manfaat, kegunaan hingga risiko yang akan dihadapi mereka secara keseluruhan. 

Menanggapi hal ini Chief Data Officer Lokadata.id, Suwandi Ahmad mengatakan, dalam survei yang dilakukan baru-baru ini dengan Kominfo, literasi tidak melulu jadi aspek utama di penerapan keuangan digital.

"Dari sekian temuan, yang menarik adalah gak banyak orang yang peduli dengan literasi. Tapi ketika diterapkan mereka mau ga mau akan combine dengan otomatis," kata Suwandi.

Dia mencontohkan, pada awal pertama kali jalan tol menerapkan pembayaran secara cashless banyak masyarakat yang masih kebingungan dan masih memilih untuk membayar tunai. Namun kini semua jalan tol sudah terintegrasi dengan pembayaran digital.

"Mereka dipaksakan. Setelah dilakukan, lama kelamaan orang akan well literated tentang harus menggunakan itu. Jadi menurut kami literasi itu bukan satu hal, ada paksaan dengan inklusi keuangan yang terjadi tadi," kata dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar