14 Mei 2025
14:56 WIB
Indonesia Jajaki Pasar Baru Komoditas Sawit
Negara-negara di Afrika dan Asia Timur dijajaki jadi pasar baru komoditas sawit, sembari Kemenperin memperkuat hilirisasi di dalam negeri.
Editor: Rikando Somba
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Antara Foto/Muhammad Izfaldi
JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) menjajaki pasar baru baru untuk ekspor minyak kelapa sawit sebagai salah satu mitigasi menyusul konflik India dan Pakistan. Direktur Tanaman Sawit dan Aneka Palma Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan Ardi Praptono Rabu (14/5), mengatakan, ada beberapa negara yang dijajaki sebagai pasar baru, yakni Mesir hingga Afrika Selatan, serta negara-negara di Asia Timur.
"Kita akan membuka pasar-pasar baru, terutama di Afrika dan lain-lain. Kita belajar pengalaman kita ya, dari kemarin (negosiasi tarif impor) dengan Amerika Serikat juga, kita akan fokus pada pembukaan pasar-pasar baru," kata Ardi.
Ardi mengatakan Indonesia sebagai salah satu produsen minyak sawit dunia harus bisa adaptif terutama dalam hal promosi dan pemasaran produk yang lebih luas.
Hal ini, lanjut dia, juga harus sudah menjadi perhatian para pemangku kepentingan terkait, terlepas dari masih belum adanya dampak signifikan dari konflik ini bagi ekspor minyak sawit Indonesia.
"Kalau kita melihat perkembangan sekarang, ini memang (nantinya) akan berpengaruh. Oleh karena itu, tadi saya katakan, mitigasi itu menjadi penting. Kita harus penetrasi kepada pasar-pasar baru, saya kira itu," katanya.
Baca juga: Kelapa Langka, Buntut Petani Tak Sejahtera
Di wilayah konflik itu sendiri, kondisi kini berangsur damai untuk sementara. Pada 10 Mei, India dan Pakistan telah sepakat untuk menghentikan semua penembakan dan tindakan militer di darat, udara dan laut mulai pukul 17.00 waktu setempat (18.30 WIB).
Meski sepakat menghentikan serangan, namun pada malam hari yang sama, kepala wilayah persatuan India Jammu dan Kashmir Omar Abdullah melaporkan suara ledakan dan pekerjaan pertahanan udara India di dekat kota Srinagar, ibu kota musim panas Jammu dan Kashmir.

Hilirisasi Sawit
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) di sisi lain, juga menyoroti persoalan sawit. Kementerian ini berupaya memperkuat hilirisasi usaha kelapa sawit, khususnya pengembangan produk Betacarotene (Pro Vitamin A) dan Tocopherol (Vitamin E), guna memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika di Jakarta, Minggu menyatakan upaya tersebut juga sejalan dengan arahan Presiden Prabowo untuk mengoptimalkan peran kelapa sawit dalam ketahanan nutrisi nasional, melengkapi peran kelapa sawit yang saat ini dimanfaatkan sebagai sumber ketahanan energi melalui bahan bakar nabati, serta sebagai sumber ketahanan pangan melalui minyak goreng sawit dan produk lemak padatan pangan lainnya.
Dikutip dari Antara, Putu Juli mengatakan bahwa masyarakat luas belum menyadari bahwa minyak sawit mengandung nutrisi penting seperti Betacarotene, Tocopherol, MCT (Medium Chain Triglyceride), Squalane, dan Antioxidants yang berkhasiat menjaga kesehatan tubuh. Sosialisasi terhadap hal ini perlu.
Baca juga: Mirip Sawit, Wamentan Siap Kaji Pungutan Ekspor Kelapa Bulat
Proses produksi minyak sawit modern melalui pemurnian minyak secara kimiawi justru menghilangkan kandungan nutrisi penting alami dari minyak sawit. Oleh karena itu, kebutuhan vitamin dapat dipenuhi dari suplemen kesehatan sintetik atau dari sumber lainnya.
“Suplementasi vitamin dari sumber nabati, termasuk dari minyak kelapa sawit yang diproses alami, merupakan opsi cerdik untuk menjaga kecukupan nutrisi masyarakat, terutama bagi kelompok rentan seperti anak sekolah dan ibu hamil atau menyusui," kata Putu.
Sebagai bagian dari hilirisasi ini, pada Rapat Kick Off Kerja Sama Riset Kolaboratif antara Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) dengan PT Kimia Farma pada 9 Mei, Putu menyatakan pihaknya akan memfasilitasi diadakannya pertemuan teknis ilmiah untuk membulatkan konsep pengembangan produk suplemen bersama ahli atau pakar gizi nasional.
Lebih lanjut, Kemenperin akan menjembatani aspek legal kerja sama termasuk manajemen kekayaan intelektual serta menentukan requirements agar hasil riset kolaboratif ini dapat diimplementasikan menjadi program skala nasional, khususnya mendukung program MBG.