c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

08 November 2024

18:01 WIB

Indodax: Kemenangan Trump Bawa Sentimen Positif Pasar Kripto

Harga Bitcoin (BTC) mencapai rekor tertinggi pada harga US$76.000 atau sekitar Rp1,2 miliar. Fenomena dibaca sebagai imbas dari kuatnya pengaruh peristiwa politik AS terhadap harga Bitcoin

<p>Indodax: Kemenangan Trump Bawa Sentimen Positif Pasar Kripto</p>
<p>Indodax: Kemenangan Trump Bawa Sentimen Positif Pasar Kripto</p>

Ilustrasi berbagai jenis uang kripto. dok. Shutterstock

JAKARTA - Kemenangan Donald Trump pada Pilpres AS, serta meningkatnya minat dari kalangan institusional, dinilai membawa sentimen positif terhadap pasar kripto. Salah satunya, naiknya harga Bitcoin (BTC) mencapai rekor tertinggi pada harga US$76.000 atau sekitar Rp1,2 miliar.

CEO Indodax Oscar Darmawan menilai fenomena tersebut mencerminkan betapa kuatnya pengaruh peristiwa politik AS terhadap harga Bitcoin. "Ketika Bitcoin mencapai rekor harga tertingginya, ini menunjukkan kepercayaan dan harapan yang besar dari para investor. Faktor politik, seperti kemenangan Trump yang pro kripto pada Pilpres AS, memberikan dorongan psikologis yang signifikan di pasar," ujarnya di Jakarta, Jumat (8/11).

Menurut dia, Trump dikenal memiliki sikap mendukung kebijakan yang pro terhadap aset digital dan sektor teknologi, sehingga memberikan pengaruh positif terhadap pasar kripto. Selain itu, lanjutnya, Trump juga berencana untuk membentuk cadangan Bitcoin nasional dan menjadikan Amerika sebagai pemimpin global dalam hal aset Bitcoin.

Oscar menambahkan, selain faktor politik, pergerakan dana institusional di pasar juga menjadi salah satu pendorong utama kenaikan harga Bitcoin belakangan ini. Data dari Farside Investors menunjukkan pada 6 November 2024, ETF Bitcoin mencatat arus masuk sebesar US$621,9 juta pasca kemenangan Trump.

Dikatakannya, institusi besar juga berperan penting dalam adopsi Bitcoin. Adopsi Bitcoin sendiri, bukan hanya didorong oleh para investor ritel, tetapi juga semakin kuat di kalangan institusi keuangan, terutama setelah adanya pengajuan ETF Spot Bitcoin dari perusahaan besar seperti BlackRock.

"Hal ini menunjukkan perubahan persepsi institusi terhadap aset kripto yang kini dilihat sebagai instrumen investasi jangka panjang," cetusnya.

Oscar dalam keterangannya menguraikan, permintaan dari kalangan institusional, yang cenderung lebih stabil dan berjangka panjang, memberikan dampak terhadap keberlanjutan harga Bitcoin di level tinggi.

Ketika institusi mulai berinvestasi dalam Bitcoin, lanjutnya mereka membawa likuiditas yang lebih besar dan legitimasi ke pasar kripto. Ini menjadi bukti, Bitcoin semakin diterima di kalangan mainstream dan bukan sekadar aset spekulatif semata.

Pada kesempatan itu Oscar mengingatkan para investor, untuk tetap berhati-hati dalam berinvestasi dan mempertimbangkan risiko yang ada akibat volatilitas pasar kripto. "Kami terus berkomitmen untuk menyediakan akses mudah ke aset digital serta memastikan keamanan dan transparansi dalam setiap transaksi bagi para pengguna," katanya.

Sekadar informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, jumlah investor aset kripto bertambah menjadi 21,27 juta pada September 2024, dari sebelumnya 20,9 juta pada bulan sebelumnya.

“Pada periode yang sama, nilai transaksi aset kripto tercatat melambat 31,17% ke Rp33,67 triliun (month-to-month/mtm), seiring dengan dinamika global yang membuat transaksi aset kripto cenderung menurun,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi awal November ini.

Kendati melambat secara bulanan, nilai transaksi aset kripto domestik mengalami peningkatan yang signifikan di sepanjang tahun 2024, yakni mencapai Rp426,69 triliun atau meningkat sebesar 351,97% yoy.

Tetap Waspada
Di sisi lain,  Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Haryanto Tiara Budiman menilai, Indonesia perlu mencermati dengan hati-hati adanya dampak ekonomi dari kemenangan Donald Trump dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2024.Hal ini dikarenakan kemenangan Trump dalam konstetasi Pilpres AS semakin memengaruhi volatilitas pasar keuangan global, tak terkecuali Indonesia.

“Jadi ini memang kita harus mencermati dari hari ke hari. Apakah kemarin reaksi pasar itu hanya reaksi sesaat, atau ini reaksi yang lebih panjang. Kita masih perlu waktu untuk mencermati ini,” kata Haryanto usai konferensi pers BCA Runvestasi 2024 di Jakarta, Kamis.

Menurut dia, kemenangan Trump tahun ini dikarenakan ketidakpuasan rakyat AS selama periode pemerintahan Joe Biden dari Partai Demokrat. Rakyat AS menginginkan sosok pemimpin yang lebih tegas untuk menyelesaikan permasalahan imigran ilegal, serta peningkatan angka pengangguran di Amerika.

Namun dari segi kebijakan ekonomi, Haryanto menilai kepemimpinan Trump nantinya kian menambah ketidakpastian ekonomi global. Ia mencontohkan program pemotongan pajak yang diusung Trump.

“Yang artinya berpotensi bahwa yang namanya defisit di Amerika ini yang sudah sangat besar, sekarang ini shortfall-nya kan US$1,8 triliun atau 6,3 % dari GDP Amerika. Itu bisa melebar,” ujarnya.

Selain itu, Haryanto juga mewanti-wanti adanya peningkatan tarif impor yang bakal berimbas pada nilai ekspor Indonesia ke AS. Lebih lanjut, ia juga memprediksi hasil Pilpres AS nanti akan berdampak pada ketidakpastian kurs Rupiah imbas dari penguatan dolar AS.

“Rupiah kita itu melemah, antara lain karena memang dolarnya menguat. Jadi kalau Anda lihat dolar indeks yang disebut DXY, itu memang dalam beberapa hari terakhir ini ada peningkatan. Jadi antara lain ya karena yield surat hutang Amerika juga meningkat dengan sendirinya DXY juga meningkat," ucap Haryanto.

Meskipun demikian, dirinya memberikan catatan, masih terlalu dini untuk menyimpulkan dampak konkrit Pemilu AS terhadap perekonomian Indonesia. “Sekali lagi apakah ini akan terus tinggi kita juga nggak tahu. Jadi volatilitas di pasar keuangan ini memang masih berlanjut. Yang penting adalah kalau di kita itu kita harus jaga likuiditas, kita harus jaga, pemerintah pasti BI juga menjaga cadangan devisa karena itu penting,” imbuhnya.

Adapun saat Rapat Kerja dengan DPR RI, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan dinamika Pilpres AS memang memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah.

“Sementara kita melihat monitoring hari ini perkembangan pemilu di Amerika Serikat yang perhitungan sementaranya adalah Trump itu unggul. Dan prediksi-prediksi dari pasar dan kami juga akan melihat kemungkinan-kemungkinan akan menyebabkan mata uang dolar itu akan kuat,” kata Perry, Rabu (7/11)

Perry menuturkan, dinamika Pilpres AS menyebabkan penguatan dolar AS, yang berdampak pada seluruh negara termasuk emerging market seperti Indonesia. Dinamika itu memberikan tekanan tidak hanya ke nilai tukar tapi juga arus modal.

“Dinamika ini yang akan berdampak ke seluruh negara khususnya emerging market, termasuk Indonesia, yaitu satu tekanan-tekanan terhadap nilai tukar, kedua arus modal, dan ketiga adalah bagaimana ini berpengaruh kepada dinamika ketidakpastian di pasar keuangan. Ini yang kemudian kita harus respons secara hati-hati,” ujarnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar