27 Maret 2024
08:00 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha M Rachbini menilai, fenomena viral war takjil di tengah-tengah masyarakat bisa mendongkrak kegiatan bisnis pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia. Tingginya minat berburu aneka panganan untuk berbuka saat war takjil merupakan potensi bisnis yang sangat besar bagi UMKM untuk lebih berkembang.
Eisha menerangkan, Ramadan dan Lebaran memang telah menjadi bentuk perayaan keagamaan tahunan terbesar yang menjadi berkah bagi pelaku UMKM. Apalagi momen Ramadan kali ini dimeriahkan oleh berbagai unggahan sosmed soal war takjil yang dilakukan oleh non-muslim dan muslim di tanah air.
“Karena dengan Ramadan yang sifatnya musiman, itu yang sebenarnya bisa meningkatkan penjualan dari UMKM tersebut,” ujarnya dalam diskusi publik daring, Jakarta, Selasa (26/3).
Eisha pun memproyeksi, kinerja penjualan UMKM akan cenderung moncer selama Maret hingga awal April mendatang, karena transaksi yang tercipta di momen Ramadan. Selain di pusat kota, sambungnya, pertumbuhan ekonomi ini juga akan berlanjut di daerah lewat kegiatan mudik.
Nantinya, UMKM daerah akan kembali ketiban ‘durian runtuh’ akibat pergerakan masyarakat yang bergerak ke titik wisata. Sambil bersilaturahmi, UMKM yang menjajakan jajanan kuliner hingga oleh-oleh lokal yang diproyeksi akan untung besar.
Hitungannya, penjualan UMKM daerah berpotensi meningkat signifikan hingga sekitar 40-60% dibandingkan periode sama di tahun lalu. Proyeksi ini juga akan ditopang pergerakan pemudik 2024 yang ditaksir bisa mencapai 193,6 juta orang, atau naik 63,94% ketimbang pemudik 2023 yang sebesar 123,8 juta orang.
Baca Juga: Menelusuri Asal-Usul Dan Tradisi Takjil Di Indonesia
“Kita harapkan juga mungkin penjualan tahun ini dengan prediksi lebih banyak yang mudik… harusnya bisa mendorong UMKM daerah lebih tinggi juga di tahun ini,” paparnya.
Hanya saja, bukan tanpa cela, potensi tersebut bisa terganggu karena kondisi harga komoditas atau pangan saat ini yang lebih tinggi dibandingkan tahun lalu.
Untuk itu, pelaku UMKM mesti memutar otak untuk memaksimalkan keuntungan yang potensial lewat kompensasi harga jual produk yang meningkat. Atau jika tidak memungkinkan, pelaku UMKM akan terpaksa untuk menyempitkan margin keuntungan penjualan.
“Jadi itu salah satu tantangannya ketika saat ini, kondisinya adalah tingkat harga (bahan pangan) yang lebih tinggi,” ungkapnya.
Mengutip survei YouGov, sebagian besar konsumen muslim Indonesia diperkirakan melakukan pembelanjaan berbagai kategori barang pada Ramadan 2024 dalam jumlah yang sama atau lebih banyak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hanya sebagian kecil responden berencana berbelanja lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya.
Hampir 6 dari 10 responden berharap untuk mengeluarkan lebih banyak uang untuk berdonasi (57%) selama bulan Ramadan 2024. Sementara itu, hampir setengahnya berharap untuk menghabiskan lebih banyak uang untuk makanan dan minuman (48%).
Di momen yang sama, konsumen muslim juga diprediksi terhitung lebih rendah membeli peralatan rumah tangga (19%) maupun produk elektronik (14%).
Pertumbuhan Ekonomi Tergerus
Sementara itu, Wakil Direktur INDEF Eko Listiyanto mengatakan, kenaikan harga juga turut menekan daya beli konsumen. Oleh karena itu, bisa menekan potensi ekonomi dari pemudik yang mengalami kenaikan pesat dan terhitung mencetak rekor di tahun ini
Kondisi kenaikan harga komoditas pun jadi kondisi paling kontras dibandingkan Ramadan tahun lalu. Bahkan tekanan ini tidak berlangsung sejak awal tahun, tapi sejak November-Desember 2023 yang paling kentara berasal dari komoditas beras.
“Harga beras sudah tinggi dan tidak bisa dikendalikan oleh pemerintah sampai hari ini,” sebut Eko.
Mengutip PIHPS, harga beras di tingkat pasar tradisional se-Indonesia masih bertahan tinggi di kisaran Rp16.000/kg dengan kecenderungan menurun ke level Rp15.850/kg dalam 18-26 Maret 2024. Eko pun berujar, panen beras saat ini dinilai tidak akan membuat harga beras menjadi lebih terjangkau.
“Itu menggambarkan bahwa potensi dari laju konsumsi yang akan meningkat ini (momen Ramadan-Idulfitri), sebetulnya sudah mulai tergerus sejak awal tahun,” terangnya.
Baca Juga: Mengenal Kuliner Khas Takjil Dari Pelosok Nusantara
BI mencatat, keyakinan konsumen Februari terpantau menurun ketimbang Januari 2024. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Februari 2024 berada di level 123,1 poin atau lebih rendah ketimbang IKK Januari 2024 berada di level 125,0 poin. Meski begitu, IKK masih menilai, keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terindikasi tetap kuat di bulan ini.
Eko pun memproyeksi, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2024 akan lebih tinggi ketimbang kuartal IV/2023, namun capaiannya tidak akan lebih baik ketimbang kuartal I/2023. Kalau Indonesia berhasil mencetak pertumbuhan ekonomi hingga 5,17% di lebaran 2023, untuk tahun ini hanya akan turun sedikit menjadi kisaran 5%.
Lebih lanjut, perekonomian nasional juga harus bersiap potensi ekonomis pemudik tidak akan sebesar momen 2023. Karena uangnya sudah tergerus lebih cepat terimbas kebutuhan konsumsi pangan yang membesar akibat harga beras, telur, hingga daging yang ikut naik.
“Itu konsekuensi dari ketidakmampuan pemerintah dalam mengendalikan harga-harga barang menjelang lebaran ini,” jelasnya.
Powered by Froala Editor