25 Agustus 2025
19:00 WIB
Indef Ungkap 6 Poin Ekonomi Syariah Pendongkrak Ekonomi RI 2026
Indef mengungkapkan enam poin yang bisa pemerintah upayakan dalam mendiversifikasi ekonomi syariah. Hal ini diyakini mampu mendongkrak ekonomi nasional di tahun depan.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Penasihat CSED Indef Hakam Naja mendorong pemerintah untuk meningkatkan ekonomi syariah dalam mendongkrak ekonomi nasional 2026. Menurutnya, penerapan ekonomi syariah ke dalam RAPBN 2026 dapat mendiversifikasi ekonomi serta mengakselerasi ekspor dan konektivitas global.
Setidaknya, ada enam poin yang mampu Indonesia dongkrak via ekonomi syariah. Pertama, memanfaatkan peluang investasi dan perdagangan di antara 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang masih berpeluang sangat besar untuk dikembangkan.
"Jadi memang di investasi (berpeluang), tapi kita di perdagangan masih defisit," ujar Hakam dalam diskusi publik Indef 'Ekonomi Syariah dalam Nota Keuangan', Jakarta, Senin (25/8).
Baca Juga: Indef: Mayoritas Muslim, Indonesia Kalah Saing di Ekonomi Syariah
Dari laporan State of Global Islamic Economy (SGIE) 2023 tercatat, Indonesia mengalami defisit perdagangan produk halal di antara negara-negara OKI dengan total nilai US$17,31 miliar.
Kedua, Indonesia bisa melakukan hilirisasi sektor pertambangan, yang salah satunya telah didukung dengan adanya bank emas atau bullion di awal pemerintahan Prabowo. Selain pertambangan, hilirisasi sektor pangan juga perlu ditingkatkan terutama pada industri makanan halal dan ekspor ke negara OKI.
"Apalagi dengan target swasembada pangan, ini mestinya juga akan meningkatkan industri makanan halal," tegas Hakam.
Laporan SGIER periode 2024/2025 menunjukkan, Malaysia menjadi pemimpin untuk produk halal selain fashion. Hakam menuturkan, Malaysia unggul dalam keuangan Islam, makanan halal, dan perjalanan ramah muslim. Sementara Indonesia hanya unggul di kategori fashion.
Ketiga, pengembangan keuangan dan perbankan syariah. Hakam menilai, sektor ini belum dikembangkan secara optimal sebagai mesin penggerak kemajuan ekonomi nasional.
Baca Juga: Ma’ruf Amin: Aset Keuangan Syariah Tumbuh 5,3%
Diperkirakan persentase keuangan dan perbankan syariah di Indonesia hanya sekitar 25%. Besaran ini jauh tertinggal dari Malaysia yang hampir 50%, bahkan tembus 60-70% jika digabungkan dengan saham syariah.
"Kita 25% karena juga perbankannya masih 7%. Ini mestinya keuangan dan perbankan syariah dimaksimalkan untuk mengarahkan keuangan ekonomi, karena sesungguhnya ekonomi syariah tidak hanya untuk Islam tapi untuk seluruh masyarakat Indonesia," ujar Hakam.
Keempat, fesyen dan kosmetik halal serta pariwisata ramah muslim yang bisa menjadi kekuatan ekonomi. Sejauh ini, produk fesyen dan kosmetik halal RI yang mendominasi hingga kancah internasional masih sedikit, seperti Zoya dan Wardah. Ia pun mendorong agar pemerintah memaksimalkan dukungan bagi produk halal yang berhasil ke pasar global.
Kelima, membangun ekosistem ekonomi syariah untuk mengoptimalkan potensi Indonesia. Hakam optimistis hal ini punya ruang yang besar dan bisa membangkitkan ekonomi kerakyatan untuk kesejahteraan masyarakat.
"Contohnya adalah haji dan umroh, jadi ini tentu akan sinkron dengan program Pak Prabowo dalam membangkitkan ekonomi kerakyatan," imbuhnya.
Baca Juga: BI Pangkas Proyeksi Pembiayaan Perbankan Syariah 2025 Jadi 8-11%
Dirinya pun mendukung rencana pemerintah untuk membangun Kampung Indonesia untuk jamaah haji dan umroh di Mekkah oleh Danantara. Namun ia menggarisbawahi, pentingnya kerja sama antara Kementerian Haji yang akan dibangun dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
"Ini agar uang dalam perputaran dana haji dan umroh itu bisa kembali ke tanah air," terang Hakam.
Jumlah jamaah haji Indonesia 2025 tercatat 221.000 orang dan jamaah umroh di 2024 mencapai 1,8 juta orang. Sedangkan total dana kelolaan BPKH di 2025 mencapai Rp188 triliun, serta pengeluaran perputaran dana haji dan umroh menyentuh Rp70 triliun per tahun.
Keenam, pencanangan target untuk mencapai Indonesia sebagai pusat halal dunia di 2029.