22 September 2025
18:45 WIB
INDEF Ungkap 5 Isu Sawit RI-India, Ada Soal Harga Dan Tarif
India merupakan salah satu negara importir minyak kelapa sawit terbesar Indonesia. Namun dalam perjalanannya, beberapa tantangan hadir bagi Indonesia yang berpotensi mengurangi ekspor ke India.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Khairul Kahfi
Ekonom senior INDEF Mohamad Fadhil Hasan menyampaikan ada lima isu utama yang harus jadi perhatian RI terhadap perdagangan minyak sawit Indonesia ke India, Jakarta, Senin (22/9). ValidNewsID Erlinda PW
JAKARTA - Ekonom senior INDEF Mohamad Fadhil Hasan menyampaikan, ada lima isu utama yang harus jadi perhatian pemerintah Indonesia terhadap perdagangan minyak sawit Indonesia ke India. Sebagai pengingat, India merupakan salah satu negara importir utama minyak sawit Indonesia.
Fadhil menjelaskan, isu pertama yang harus pemerintah respons adalah penurunan impor minyak sawit tanah air oleh India. Penurunan impor terjadi di rentang awal 2024 hingga pertengahan 2025 sebesar 28% dipicu kenaikan harga minyak sawit di pasar internasional.
Selaku negara yang dikenal cukup sensitif dengan harga (price sensitive), India dikabarkan segera mengalihkan kebutuhan minyak sawit mereka ke minyak nabati lain yang lebih murah, terutama ke minyak kedelai (soybean). Selain itu, program mandatory biofuel yang saat ini berada di B40 turut mendorong kekhawatiran India terhadap pasokan.
“Kalangan pemerintah maupun industri minyak nabati India itu agak khawatir dengan ketersediaan minyak sawit di Indonesia, untuk bisa memenuhi kebutuhan India, akibat peningkatan bauran program biofuel di Indonesia,” ujarnya dalam diskusi 'Palm Oil as A Strategic Corridor: Strengthening Indonesia-India Economic and Trade Cooperation', Jakarta, Senin (22/9).
Baca Juga: BPS Ungkap Alasan Ekspor Sawit Naik Tapi NTP Perkebunan Turun
Kalah Saing, Ekspor Minyak Kelapa Sawit Cenderung Turun
Kedua, pemerintah India saat ini sudah mulai berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak nabati dari dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor. Dalam 20 tahun mendatang, Negeri Hindustan ini menargetkan mencapai swasembada di bidang minyak nabati termasuk sawit.
“(Waktu) 20 tahun itu cukup lama ya, tapi saya kira juga ini akan berpengaruh terhadap impor dari Indonesia,” jelasnya.
Fadhil menilai, Indonesia bisa mengoptimalisasi target India mencapai swasembada itu lewat penyediaan bibit kelapa sawit lokal. Bagaimana pun, ia memperkirakan India akan memerlukan kerja sama dalam pengembangan budidaya dan penyediaan bibit melalui skema kerja sama.
“Kalau misalnya mereka membuka perkebunan minyak sawit dalam skala yang lebih luas dari sekarang, maka bibitnya itu atau benihnya (bisa) berasal dari Indonesia. Saya kira kita akan mendapatkan manfaat dari penjualan benih itu ya,” imbuhnya.
Isu Kebijakan Tarif, Persepsi Keliru, dan Produk Berkelanjutan
Ketiga, Indonesia patut mencermati perdagangan sawit di tengah instrumen kebijakan tarif India. Dia mengingatkan, India merupakan negara yang tak terlalu konsisten menerapkan kebijakan tarif, yakni volatilitas tarif minyak sawit (CPO). Situasi ini membuat sebagian eksportir minyak kelapa sawit kesulitan memprediksi volume penjualan ke India.
Oleh karena itu, Fadhil mendorong agar pemerintah Indonesia bisa menggandeng pemerintah India dalam menerapkan kebijakan tarif yang lebih konsisten agar terprediksi bagi eksportir dan importir. Sementara ini, kebijakan tarif tengah dibahas melalui berbagai dialog dan kampanye oleh kedua negara.
Keempat, banyaknya persepsi keliru terhadap minyak sawit di India. Fadhil menjelaskan, minyak sawit dianggap sebagai minyak nabati inferior atau memiliki mutu dan kualitas rendah dibandingkan minyak nabati lainnya.
Baca Juga: Antisipasi Konflik, Kementan Agresif Cari Pasar Sawit di Luar India-Pakistan
Indonesia Gandeng India Hadapi Kampanye Negatif Industri Minyak Sawit
Sementara di India, minyak sawit lebih dominan diserap untuk memenuhi kebutuhan konsumsi hotel, restoran, dan katering (horeka). Adapun konsumsi masyarakat sehari-hari lebih banyak berasal dari minyak nabati lainnya, seperti bunga matahari maupun kedelai.
Isu minyak sawit sebagai produk inferior patut dihilangkan bertahap melalui program kampanye publik yang edukatif.
“Saya kira persepsi ini kan sebenarnya tidak benar. Kita harus secara konsisten dan bertahap mengubah bahwa persepsi minyak sawit itu bukan minyak nabati yang inferior, bahkan dari sisi nutrisi dan kesehatan lebih baik,” ucap Fadhil.
Kelima, saat ini India mulai fokus terhadap minyak nabati berkelanjutan (sustainable). T
“Jadi saya kira ini merupakan sebuah fenomena yang sebagai global bahwa ke depan semua produk harus lebih sustainable, harus lebih friendly environment,” tandas Fadhil.
Ekspor Sawit RI Ke India 2020-2024
Berdasarkan data Kemendag, ekspor sawit Indonesia ke India periode 2020-2024 tumbuh rata-rata 5,06%. Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag Wijayanto menyampaikan, peningkatan ekspor minyak sawit ke India tumbuh di saat impor sawit dari dunia menurun sekitar 2,15%.
Baca Juga: Sawit Sumbang Devisa Rp440 Triliun Pada 2024
Kemendag menekankan, perdagangan sawit Indonesia ke India berperan penting. Pada 2024, India menduduki negara importir sawit Indonesia terbesar di dunia dengan kapasitas 8,62 juta ton dan Indonesia menyuplai 50% di antaranya.
“Ekspor kelapa sawit Indonesia ke India juga terjadi peningkatan terutama produk energi dan turunan sawit, dengan data-data 2020-2024 ekspor produk sawit untuk energi maupun turunannya itu meningkat 14,51% hingga mencapai 4,53 juta ton di tahun 2024,” kata Wijayanto.