18 Januari 2023
13:19 WIB
JAKARTA - RSM Indonesia, kantor akuntan publik dan konsultan pajak, menyarankan perushaan untuk mencermati isi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 dan PP Nomor 49 Tahun 2022. Hal ini karena dua beleid anyar tersebut, berkaitan dengan day to day urusan perpajakan dalam operasinal perusahaan.
Partner Tax RSM Sundfitris LM Sitompul menyebutkan kedua aturan tersebut berisi soal ketentuan Dasar Pengenaan Pajak (DPP), ketentuan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP), hingga penyerahan BKP atau JKP yang dibebaskan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Regulasi baru ini penting untuk dipahami oleh perusahaan-perusahaan agar terhindar dari kesalahan atau bahkan denda pajak tertentu yang sebenarnya tidak perlu,” ujarnya dalam pernyataan resminya Rabu (18/01).
Diketahui sepanjang Desember 2022 pemerintah menerbitkan 4 Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), UU No. 7 Tahun 2021. Keempat PP ini mencakup PP Nomor 44 Tahun 2022, PP Nomor 49 Tahun 2022, PP Nomor 50 Tahun 2022, dan PP Nomor 55 Tahun 2022.
Baca juga: Dikaji, Penetapan Kuota Wisatawan Bromo
Selain itu, Partner Tax RSM Eny Susetyoningsih juga menjelaskan, PP Nomor 50 tahun 2022 lekat dengan ketentuan formal. Adapun latar belakang penerbitan aturan ini salah satunya sebagai tindak lanjut penyesuaian pengaturan tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan.
Ini terlihat dengan UU HPP. PP Nomor 50 tahun 2022 yang menjadi pengganti PP Nomor 74 Tahun 2011 yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan administrasi dan pengaturan UU HPP.
Selain itu, menurutnya terbitnya PP ini untuk melaksanakan ketentuan Pasal 44E ayat (1) terkait pemberian data dalam rangka integrasi basis data kependudukan dengan basis data perpajakan.
"PP ini mencakup berbagai pengaturan, semisal pengaturan baru aktivitas NIK sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pembetulan SPT dan pengungkapan ketidakbenaran, pengaturan terkait kriteria kuasa wajib pajak, hingga terkait pajak karbon,” tuturnya.
Senada, Partner Tax RSM Rizal Awab menjelaskan, hal-hal krusial yang diatur dalam PP Nomor 55 tahun 2022 yang merupakan aturan pelaksana UU HPP mengenai PPh. Beberapa di antaranya adalah terkait obyek PPh.
Baca juga: Kemenkeu Formulasikan PMK Pajak Kenikmatan
Tidak hanya itu, beberapa hal krusial lainnya mencakup pengecualian objek PPh, instrumen pencegahan penghindaran pajak, bantuan atau sumbangan yang dikecualikan dari objek PPh serta perlakuan perpajakan atas penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
“PP ini merupakan hal yang menarik, misalnya saja terkait perlakuan perpajakan untuk natura atau kenikmatan bagi karyawan. Sebagaimana diketahui dari UU HPP, mulai 1 Januari 2022 natura atau kenikmatan telah menjadi objek pajak PPh Orang Pribadi," cetusnya.
Hanya saja, aturan ini dengan pengecualian seperti natura atau kenikmatan bagi karyawan yang berbentuk makanan, bahan makanan, minuman. Lalu, natura atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu, natura atau kenikmatan yang disediakan oleh pemberi kerja, natura atau kenikmatan dari APBN, APBD, atau APB Desa, serta natura dengan jenis atau batasan tertentu.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pajak natura atau kenikmatan akan diformulasikan guna memberikan kepastian.
“Kami belum membahas, nanti antarlembaga. Ya nanti kami akan formulasikan. Jelas tentu upaya memberikan kepastian dan keamanan,” jelas Sri Mulyani beluim lama ini.
Sri Mulyani mengaku sudah mendengar banyak sekali tanggapan dan masukan mengenai pajak natura. Pihaknya akan mengkoordinasikan semua masukan itu hal tersebut, agar tercipta peraturan yang baik.