29 Oktober 2025
10:25 WIB
Hilirisasi Kunci Nilai Tambah, Menperin Dukung RI Tobat Jualan Bahan Mentah!
Menperin Agus menekankan komoditas prioritas harus benar-benar dapat menciptakan nilai tambah dan berkontribusi besar terhadap ekonomi nasional. Indonesia tidak bisa lagi 'berbisnis' dengan cara lama.
Penulis: Ahmad Farhan Faris
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menekankan, komoditas prioritas harus benar-benar dapat menciptakan nilai tambah dan berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Dia menegaskan, Indonesia tidak bisa lagi 'berbisnis' dengan cara lama.
“Tidak boleh ada lagi pola lama, di mana kita hanya mengekspor bahan-bahan mentah dengan nilai tambah kosong, nol. Sementara negara lain menikmati keuntungan berlipat ganda dari hasil olahan bahan kita,” katanya saat menutup Rapat Kerja Kemenperin 2025 di Jakarta, Selasa (28/10).
Baca Juga: BKPM: Hilirisasi Strategi RI Murahkan Biaya Energi Hijau
Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, lanjutnya, Indonesia tak boleh selamanya hanya menjadi pasar dan penjual bahan mentah. Indonesia harus menjadi sebagai bangsa pengolah, produsen, sampai pencipta nilai tambah lewat manufaktur domestik yang berkualitas.
Agus menyebut, komoditas strategis seperti nikel, tembaga, bauksit, petrokimia, baja, kelapa sawit, sampai kakao harus diarahkan pada rantai nilai lengkap dari hulu sampai ke hilir. “Terdengarnya klise, tapi yang paling penting chord dari apa yang kita lakukan sebagai pembina industri menciptakan nilai tambah,” jelasnya.
Dia mencontohkan, nikel tidak boleh berhenti pada produk setengah jadi. Indonesia tidak boleh berpuas diri mengubah nikel menjadi baterai kendaraan listrik saja, tapi harus diperluas untuk produk baja nirkarat (stainless steel) berkualitas tinggi.
Baca Juga: Potensi Ekspor Rp2.400 T, Kementan Ngotot Hilirisasi Kelapa-Pala Malut!
Kemudian, tembaga dan bauksit juga harus menjadi bahan baku utama bernilai ekonomis tinggi di industri kabel, perawatan listrik, dan industri energi terbarukan. Sekaligus mempersiapkan penguasaan komoditas masa depan potensial seperti bioteknologi hingga teknologi alga yang baru dikembangkan segelintir negara di dunia.
“Ini kita harus mulai. Komoditas masa depan harus kita kuasai, disiapkan mulai sekarang. Kalau kita sudah siapkan dan sempurnakan, kita perbaiki agar target kita bisa tercapai. Industrialisasi yang kita lakukan tidak boleh berhenti pada kebutuhan hari ini saja, melainkan kita harus bisa mengantisipasi terhadap kebutuhan masa depan,” tegasnya.
26 Strategi SBIN
Selanjutnya, Kemenperin telah menyusun 26 strategi besar sebagai kerangka pelaksanaan Strategi Baru Industri Nasional (SBIN). Namun, ia menekankan strategi ini tidak boleh berhenti hanya sebagai jargon normatif.
“Setiap strategi harus kita bisa lengkapi dengan rencana aksi yang rinci, indikator keberhasilan yang jelas, sumber daya mendukung yang dapat kita identifikasi, dan time prime tepat waktu realistis. Mungkin dalam waktu sampai kita menunggu regulasinya, apakah itu PP atau Perpres, masing-masing Satker bisa menyampaikan penyempurnaan strategi,” jelasnya.
Baca Juga: Menperin: SBIN Sanggup Bawa Industrialisasi RI Tahan Goncangan Global
Berikutnya, Agus menekankan, pentingnya penyempurnaan penyusunan enabler lebih detail, berbasis lapangan dan memuat gambaran yang lengkap tentang ketersediaan bahan baku, kebutuhan energi, kondisi infrastruktur dan logistik, kesiapan teknologi dan riset, kecukupan sumber daya manusia industri, serta dukungan dari pembiayaan.
Dia mencontohkan di sektor petrokimia, enabler harus bisa menjelaskan secara inci terkait feedstock, infrastruktur pipa, hingga pusat riset pendukung. Begitu pula, sektor logam bisa memastikan kebutuhan listrik, teknologi smelter, dan dukungan logistik.
Lalu, Agus menyampaikan, Kemenperin membangun komunikasi lintas sektor via Kemenperin Incorporated. Menurutnya, setiap sektor harus mampu bekerja sama agar sukses menciptakan backward dan forward linkage secara utuh untuk pembangunan ekonomi nasional.
“Industrialisasi sejati adalah ekosistem, bukan potongan-potongan subsektor yang berjalan sendiri-sendiri. Seperti backward linkage, memastikan ketersediaan input baik bahan baku, alat mesin, maupun logistik. Sementara forward linkage, memastikan produk bisa sampai ke pasar, dan bisa terhubung dengan industri hilir lainnya,” ungkapnya.
Baca Juga: Strategi Pemerintah 2026 Kuatkan Hilirisasi Untuk Topang Investasi
Di samping itu, Agus mengingatkan, koordinasi dengan kementerian dan lembaga lain berperan krusial untuk menyukseskan implementasi SBIN. Kemenperin pun siap menyinergikan sektor energi, pertanian, perdagangan, keuangan, pendidikan, hingga ketenagakerjaan.
“Kunci utamanya adalah kolaborasi, sehingga setiap mata rantai pembangunan dapat saling memperkuat, termasuk memperkuat industri-industri. Koordinasi ini harus dimulai segera dan jangan menunggu undangan dari mereka. Fight, aktif dan agresif,” pungkasnya.