c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

25 Oktober 2022

10:02 WIB

Harga Minyak Mentah Turun Karena Data Permintaan China Dan Dolar

Kedua harga minyak mentah acuan, yakni Brent dan WTI, telah turun sekitar US$2 per barel di awal sesi.

Editor: Fin Harini

Harga Minyak Mentah Turun Karena Data Permintaan China Dan Dolar
Harga Minyak Mentah Turun Karena Data Permintaan China Dan Dolar
Ilustrasi kegiatan hulu migas. ANTARANEWS/ Dok

NEW YORK - Harga minyak mentah turun pada akhir perdagangan bergejolak pada Senin atau Selasa pagi WIB (25/10), tertekan data yang menunjukkan permintaan dari China tetap lesu pada September dan dolar AS menguat. 

Sementara itu, data aktivitas bisnis AS yang melemah mengurangi ekspektasi kenaikan suku bunga lebih agresif dan membatasi penurunan harga.

Dikutip dari Antara, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember turun 24 sen atau 0,3%, menjadi US$93,26 per barel di London ICE Futures Exchange. Minggu lalu, harga minyak mentah Brent naik 2%.

Sementara, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Desember merosot 47 sen atau hampir 0,6%, dan menetap di US$84,58 per barel di New York Mercantile Exchange, memperpanjang penurunan pekan lalu sekitar 0,7%.

Kedua harga acuan telah turun sekitar US$2 per barel di awal sesi.

Baca Juga: SKK Migas Realisasikan Investasi US$7,7 Miliar

Meskipun lebih tinggi dari Agustus, impor minyak mentah China September tetap lesu. Data Bea Cukai China menunjukkan impor sebesar 9,79 juta barel per hari, turun 2% di bawah tahun sebelumnya, karena penyulingan independen membatasi throughput (tingkat pengolahan kilang) di tengah margin tipis dan permintaan yang lesu.

"Pemulihan baru-baru ini dalam impor minyak tersendat pada September," kata analis ANZ dalam sebuah catatan, menambahkan bahwa penyulingan independen gagal memanfaatkan peningkatan kuota karena karantina wilayah terkait covid-19 yang sedang berlangsung membebani permintaan.

Ketidakpastian atas kebijakan nol-covid China dan krisis properti merusak efektivitas langkah-langkah pro-pertumbuhan, analis ING mengatakan dalam sebuah catatan, meskipun pertumbuhan produk domestik bruto kuartal ketiga mengalahkan ekspektasi.

Penguatan dolar AS yang sedang berlangsung, yang naik lagi untuk sebagian sesi perdagangan menyusul dugaan intervensi valuta asing lainnya oleh Jepang, juga menimbulkan masalah bagi harga minyak. Dolar yang lebih kuat membuat minyak lebih mahal bagi pembeli non-AS.

"Penguatan dolar lebih lanjut akan membebani nilai WTI dengan uji penurunan kami perkirakan di US$79,50 kemungkinan pada akhir minggu," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.

Baca Juga: Arab Saudi-Amerika Serikat Bentrok Karena Pemotongan Minyak OPEC+

Harga minyak kembali menguat setelah data yang menunjukkan aktivitas bisnis AS mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada Oktober, dengan produsen dan perusahaan jasa dalam survei bulanan terhadap manajer pembelian melaporkan permintaan klien yang lebih lemah.

S&P Global mengatakan Indeks Output PMI (Indeks Manajer Pembelian) komposit AS, yang melacak sektor manufaktur dan jasa, turun menjadi 47,3 bulan ini dari pembacaan akhir 49,5 pada September.

Phil Flynn, seorang analis di grup Price Futures menilai pelemahan itu dapat menunjukkan kenaikan suku bunga Federal Reserve AS untuk melawan inflasi telah berhasil, dan membujuk The Fed untuk memperlambat kebijakan kenaikan suku bunganya. Penurunan suku bunga, lanjut Flynn, menjadi sinyal positif untuk permintaan bahan bakar.

"Penurunan angka PMI adalah tanda bahwa ekonomi mungkin sedikit melambat, yang menghasilkan bullish," kata Flynn.

Brent naik pekan lalu meskipun Presiden AS Joe Biden mengumumkan penjualan sisa 15 juta barel minyak dari Cadangan Minyak Strategis, bagian dari rekor pelepasan 180 juta barel yang dimulai pada Mei.

Biden menambahkan bahwa tujuannya adalah untuk mengisi kembali stok ketika minyak mentah AS berada di sekitar US$70 per barel.

Akan tetapi, Goldman Sachs mengatakan rilis stok tersebut mungkin tak berdampak besar pada harga. "Rilis seperti itu kemungkinan hanya memiliki pengaruh kecil (kurang dari 5 dolar AS per barel) pada harga minyak", kata bank tersebut dalam sebuah catatan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar