30 Desember 2024
12:33 WIB
Harga Minyak Mentah Stabil Di Tengah Berbagai Risiko
Harga minyak mentah atau crude oil stabil di tengah risiko tahun 2025. Pasar juga menanti data ekonomi dari China dan Amerika Serikat pada akhir pekan ini.
Editor: Fin Harini
Ilustrasi rig minyak. Shutterstock/James Jones Jr
JAKARTA – Harga minyak mentah atau crude oil stabil karena para pedagang fokus pada risiko tahun 2025, mulai dari pasokan yang melimpah hingga pemerintahan Trump yang tidak dapat diprediksi. Pasar juga menanti data ekonomi dari China dan Amerika Serikat pada akhir pekan ini untuk menilai pertumbuhan di dua konsumen minyak terbesar di dunia tersebut.
Dikutip dari Business Standard, harga minyak tergelincir lebih rendah pada Senin dalam perdagangan yang sepi menjelang akhir tahun saat para pedagang menunggu lebih banyak data ekonomi dari Tiongkok dan Amerika Serikat.
Harga minyak mentah berjangka Brent turun 6 sen menjadi US$74,11 per barel pada 0111 GMT sementara kontrak Maret yang lebih aktif berada di US$73,73 per barel, turun 6 sen.
Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 8 sen menjadi US$70,52 per barel.
Dikutip dari Bloomberg, terdapat ekspektasi luas pasar akan mengalami kelebihan pasokan pada tahun depan, yang kemungkinan akan mempersulit OPEC dan sekutunya untuk menghidupkan kembali produksi yang menganggur.
Baca Juga: SKK Migas Pede Lifting Minyak 2025 Tercapai
Minyak mentah sedang menuju kerugian tahun ini, dengan perdagangan terbatas pada kisaran sempit sejak pertengahan Oktober. Pasar telah diterpa oleh sinyal-sinyal bullish dan bearish, termasuk permusuhan yang terus-menerus terjadi di Timur Tengah dan kekhawatiran seputar permintaan China, importir minyak terbesar di dunia.
Tindakan Presiden terpilih Donald Trump setelah ia menjabat bulan depan akan membuat pasar tetap waspada. Trump telah mengeluarkan ancaman bakal mengenakan tarif terhadap produsen minyak Kanada dan Meksiko, sementara penasihat keamanan nasional yang dipilihnya berjanji akan memberikan “tekanan maksimum” terhadap Iran.
“Topik terbesar di pasar adalah arah kebijakan Trump pada masa jabatan kedua,” kata Kim Kwangrae, analis komoditas di Samsung Futures Inc.
OPEC+ mungkin melewatkan waktunya untuk memulihkan produksi yang menganggur, mengingat prospek pasokan yang melimpah dan permintaan yang melambat.
Perekonomian China
Kedua kontrak Brent dan WTI naik sekitar 1,4% pada minggu lalu didukung oleh penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pada pekan yang berakhir 20 Desember karena penyulingan meningkatkan aktivitas dan musim liburan meningkatkan permintaan bahan bakar.
Kenaikan harga minggu lalu juga didukung oleh optimisme pertumbuhan ekonomi China tahun depan yang dapat meningkatkan permintaan dari negara pengimpor minyak mentah utama tersebut.
Baca Juga: Menteri Bahlil Sebut Intervensi Teknologi Dongkrak Produksi Migas
Untuk menghidupkan kembali pertumbuhan, otoritas China telah setuju untuk menerbitkan obligasi negara khusus senilai 3 triliun yuan (US$411 miliar) pada tahun 2025, menurut laporan Reuters pekan lalu.
Secara terpisah, Bank Dunia juga telah menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada tahun 2024 dan 2025, namun memperingatkan bahwa lemahnya kepercayaan rumah tangga dan bisnis, serta hambatan di sektor properti, akan terus membebani perekonomian negara ini di tahun depan.
Investor mengamati survei PMI pabrik China yang dijadwalkan pada hari Selasa dan survei ISM AS untuk bulan Desember yang akan dirilis pada hari Jumat.