01 Agustus 2024
10:31 WIB
Harga Minyak Mentah Naik Dipicu Ancaman Meluasnya Konflik Timur Tengah
Harga minyak mentah naik setelah seorang pemimpin Hamas di Iran terbunuh dan meningkatkan ancaman konflik Timur Tengah yang lebih luas.
Editor: Fin Harini
Foto udara anjungan lepas pantai Sepinggan Field Daerah Operasi Bagian Selatan (DOBS) Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT), Kalimantan Timur, Selasa (26/3/2024). Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Harga minyak mentah (crude oil) naik di awal perdagangan Asia pada Kamis (1/8), memperpanjang kenaikan kuat di sesi sebelumnya. Minyak naik setelah seorang pemimpin Hamas di Iran terbunuh dan meningkatkan ancaman konflik Timur Tengah yang lebih luas. Tanda-tanda permintaan minyak yang kuat di AS turut mendukung kenaikan harga.
Dilansir dari Reuters, patokan global, minyak mentah berjangka Brent naik 67 sen, atau 0,8%, menjadi US$81,51 per barel pada 0007 GMT. Sementara, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS naik 69 sen, atau 0,9%, menjadi US$78,60 per barel.
Kontrak paling aktif di kedua tolok ukur tersebut melonjak sekitar 4% di sesi sebelumnya.
Baca Juga: Israel Gelar Serangan Balasan, Harga Minyak Mentah Rebound
Sementara, dikutip dari Mint, Selasa (30/7), Brent dan WTI sama-sama kehilangan sekitar 1,4%, ditutup pada level terendah dalam tujuh minggu setelah jatuh minggu lalu di tengah harapan perjanjian gencatan senjata di Gaza.
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dibunuh di ibu kota Iran, Teheran, pada hari Rabu, kurang dari 24 jam setelah komandan militer paling senior Hizbullah yang berbasis di Lebanon terbunuh dalam serangan Israel di ibu kota, Beirut.
Pembunuhan tersebut memicu kekhawatiran bahwa perang yang telah berlangsung selama 10 bulan di Gaza antara Israel dan Hamas akan berubah menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas, yang berpotensi menyebabkan gangguan pasokan minyak dari wilayah tersebut.
“Kami khawatir kawasan ini berada di ambang perang habis-habisan,” kata wakil perwakilan Jepang untuk PBB Shino Mitsuko pada hari Rabu ketika dewan keamanan PBB menyerukan peningkatan upaya diplomatik.
Turut mendorong kenaikan harga minyak adalah serangkaian rilis data dari AS, konsumen minyak terbesar dunia, dan melemahnya dolar.
Data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Rabu menunjukkan permintaan ekspor yang kuat telah menekan stok minyak mentah AS sebesar 3,4 juta barel menjadi 433 juta barel pada pekan yang berakhir 26 Juli.
Stok minyak AS telah menurun selama lima minggu berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Januari 2021.
Permintaan minyak AS berada pada rekor musiman di bulan Mei karena konsumsi bensin melonjak ke level tertinggi sejak sebelum pandemi, rilis data terpisah dari EIA menunjukkan pada hari Rabu.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Turun Tipis Usai Pernyataan Israel
Sementara itu, indeks dolar AS memperpanjang penurunan pada Kamis (1/8) dibandingkan sesi sebelumnya, setelah Federal Reserve mempertahankan suku bunga stabil tetapi membuka peluang untuk penurunan suku bunga pada bulan September. Melemahnya dolar dapat meningkatkan permintaan minyak dari investor yang memegang mata uang lainnya.
Membatasi kenaikan, terdapat kekhawatiran mengenai permintaan bahan bakar di China, importir minyak mentah utama dunia. Aktivitas manufaktur China pada bulan Juli menyusut untuk bulan ketiga, menurut survei pabrik resmi pada Rabu (31/7).
Banyaknya kapasitas produksi cadangan yang dimiliki oleh anggota OPEC juga membebani harga. OPEC+ diperkirakan akan tetap berpegang pada kesepakatan produksi mereka saat ini dan mulai mengurangi pemangkasan produksi mulai bulan Oktober. Para menteri utama OPEC+ akan mengadakan pertemuan komite pemantauan gabungan tingkat menteri (JMMC) secara online pada Kamis.