c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

23 Oktober 2024

20:41 WIB

GAPKI Ingatkan Indonesia Tak Santai Hadapi Pasar Ekspor Sawit ke India

GAPKI menilai ekspor sawit ke India tidak akan terpengaruhi kebijakan EUDR. Meski begitu, kondisi internal India perlu menjadi perhatian Indonesia, karena berpotensi menurunkan ekspor sawit.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">GAPKI Ingatkan Indonesia Tak Santai Hadapi Pasar Ekspor Sawit ke India</p>
<p id="isPasted">GAPKI Ingatkan Indonesia Tak Santai Hadapi Pasar Ekspor Sawit ke India</p>

Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (10/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Izfaldi

JAKARTA - Ketua Bidang Kampanye Positif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Edi Suhardi menyatakan, tak ada pengaruh signifikan kebijakan European Union Deforestation Regulation (EUDR) terhadap pasar ekspor minyak sawit Indonesia ke India. Meski begitu, menurutnya Indonesia tetap harus mempertimbangkan kemampuan India saat ini dan kondisi pasar global.

Menurut Edi, India masih jadi pasar strategis bagi ekspor Crude Palm Oil (CPO) Indonesia di tengah ancaman kebijakan EUDR. Alasannya, India mengimpor CPO guna memenuhi kebutuhan dalam negerinya, sama seperti China. Kondisi ini berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan yang mengimpor CPO untuk kemudian diolah menjadi produk lain dan dipasarkan ke Eropa, sehingga ekspor ke kedua negara ini cukup terdampak EUDR.

"Sebetulnya dampak EUDR ke pasar India ini sangat bahkan hampir minim. Malah sangat kecil dan tidak ada, karena India adalah pasar tradisional di mana ekspor kita ke India hampir 100% produknya untuk dipakai konsumsi nasional domestik mereka," ucap Edi dalam dalam diskusi publik INDEF "Waktu Tambahan Untuk EUDR" yang dipantau secara daring, Rabu (23/10).

Baca Juga: Miris, Riset INDEF Tunjukkan Banyak Petani Sawit RI Tak Tahu EUDR

Pada kesempatan yang sama, Ketua Tim Kerja Pemasaran Internasional Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (Ditjenbun Kementan) Muhammad Fauzan Ridha menyampaikan, dari data BPS tahun 2023, ekspor CPO Indonesia tertinggi adalah ke China sebanyak 5,6 juta ton, disusul ke India sebanyak 5,4 juta ton. Lalu ekspor tertinggi ketiga menuju Jepang sebanyak 4,7 juta ton, dan ke Uni Eropa di posisi empat sebanyak 3,8 juta ton.

Meski tak ada pengaruh EUDR di pasar India, namun Edi mengingatkan pemerintah tetap memperhatikan kondisi Negeri Anak Benua saat ini yang mulai berupaya mengurangi impor CPO dan berusaha memenuhinya dari dalam negeri. Bahkan ia memperkirakan ekspor CPO Indonesia ke India bisa susut menjadi sekitar 5 juta ton.

Adanya potensi penurunan ekspor CPO ke India justru diungkap Edi karena kenaikan bea masuk terhadap produk minyak nabati dari 5,5% menjadi 27,5%. Sementara untuk CPO dalam bentuk refined oil dikenakan bea masuk dari 13,75% menjadi 35,75% atau kenaikan tarif bea masuk 22%.

Menurut Edi, India pun mulai mengurangi ketergantungan impor minyak nabati dengan swasembada melalui pengembangan perkebunan sawit di smallholders atau petani kecil.

"Ada target juga dari pemerintah India bahwa produksi minyak sawit ini akan naik tiga kali lipat dalam enam tahun. Mengingat makin meningkatnya area kultivasi atau penanaman kebun sawit di India," imbuh Edi.

Perkebunan Sawit India
Adapun pengembangan kebun sawit di India sebagian besar difokuskan pada wilayah Telangana atau di daerah selatan India. Saat ini, luas Perkebunan sawit di Kawasan ini sekitar 400 ribu hingga 500 ribu hektare. Luasan ini kata Edi akan terus berkembang dengan pembangunan kebun baru hingga 2 juta hektare di 2035.

Melihat perkembangan swasembada tersebut, Edi menyatakan sawit India akan meningkat pesat dari yang saat ini sebanyak 400 ribu ton menjadi 4 juta ton di 7-8 tahun mendatang.

"Meskipun produktivitas dan kesesuaian lahan untuk kultivasi budidaya sawit tidak sebaik Indonesia, tapi karena tekanan pasar dan kebutuhan yang harus mengurangi impor, maka pemerintah India memprioritaskan pengembangan dan pembangunan perkebunan kelapa sawit," jelasnya.

Baca Juga: Tak Khawatirkan Ekspor, GAPKI Justru Ungkap Ironi EUDR

Oleh karena itu, Edi memperingatkan agar Indonesia tidak terlena dengan pasar India yang tak terpengaruh EUDR. Ia juga mendorong agar sawit Indonesia tetap menyesuaikan kebijakan EUDR, selain itu mengklasifikasi kelas-kelas kebun sesuai target pasar ekspor.

Klasifikasi tersebut antara lain kelas progresif, yakni menyasar pasar Uni Eropa sehingga CPO yang diekspor harus sesuai persyaratan EUDR. Kelas kedua adalah moderat, yakni pasar ekspor yang tidak terdampak langsung oleh kebijakan EUDR namun cukup berpengaruh signifikan seperti ke negara Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah.

Dan terakhir adalah pasar tradisional, yakni India dan China yang menggunakan produk impor seutuhnya hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri.

"Sehingga tuntutan sustainability maupun deforestation menjadi lebih artificial. Tidak menjadi persyaratan mendasar yang major," tutup Edi.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar