c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

29 Juni 2024

14:27 WIB

FITRA: Program Makan Bergizi Pangkas Anggaran Kementerian 10-20%

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memprediksi akan terjadi penurunan rata-rata pagu anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) dalam RAPBN 2025 sebesar 10-20%.

Penulis: Khairul Kahfi

<p>FITRA: Program Makan Bergizi Pangkas Anggaran Kementerian 10-20%</p>
<p>FITRA: Program Makan Bergizi Pangkas Anggaran Kementerian 10-20%</p>

Sejumlah siswa antre untuk mendapatkan makan siang gratis di SMP Negeri 1 Darul Imarah, kabupaten Aceh Besar, Aceh, Selasa (5/3//2024). Antara Foto/Ampelsa

JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) memprediksi akan terjadi penurunan rata-rata pagu anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) dalam RAPBN 2025 sebesar 10-20% dari tahun sebelumnya. FITRA menduga hal ini imbas Program Makan Bergizi yang akan pemerintah baru realisasikan tahun depan. 

Meski begitu, Sekjen FITRA Misbah Hasan menilai, persentase penurunan anggaran K/L masih bersifat dinamis karena masih dalam kerangka Pagu Indikatif dan masih berproses. Masing-masing K/L bisa bernegosiasi di forum trilateral meeting antara Bappenas, Kemenkeu dan K/L teknis hingga Pembacaan Nota Keuangan pada 16 Agustus 2024. 

“Peluang kedua, bisa pada saat pembahasan RAPBN antara eksekutif dan legislatif pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2024 (APBN),” ucapnya dalam siaran pers, Jakarta, Jumat (28/6).

Berdasarkan simulasi versi Kementerian PPN/Bappenas Program Makan Bergizi Gratis membutuhkan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun untuk 20 ribu porsi pada  2025. Alokasi tersebut merupakan simulasi awal dari kebutuhan alokasi anggaran sebesar Rp185,2 triliun per tahun. 

Adapun sasaran dari program makan bergizi gratis adalah siswa pra-sekolah, SD, SMP, SMA dan Pesantren sebanyak 80 juta pada 2029 untuk tujuan menangani stunting

Baca Juga: Sri Mulyani: Anggaran Makan Siang Bergizi Gratis 2025 Sentuh Rp71 Triliun

Di samping itu, Misbah menilai anggaran makan bergizi gratis sebesar Rp71 triliun terlampau besar. Terlebih, skema pemberian Makan Bergizi Gratis belum jelas seperti apa teknisnya, berikut akan diurus oleh kementerian tertentu atau lintas kementerian.

“Padahal ini menjadi penting karena berkaitan dengan struktur Kabinet presiden dan wakil presiden baru yaitu Prabowo-Gibran. Harusnya terlebih dahulu dilakukan uji publik, jangan sampai di tengah jalan terjadi persoalan,” tegasnya.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenkeu sendiri masih menunggu operasionalisasi program tersebut dari tim teknis presiden baru. Di sisi lain, FITRA pun mengidentifikasi, program makan gratis ini akan menjadi tantangan untuk pemerintah anyar di antara terbatasnya ruang APBN dan janji politik.

Yang pasti, Misbah berujar, pemerintah akan mencari tambahan pendapatan agar program makan bergizi terealisasi. Salah satunya, bisa dengan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan mencari sumber pendapatan lainnya, baik dari pajak maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Saat ini, pemerintah sudah menerapkan kebijakan fiskal Automatic Adjustment sebesar 5% ke seluruh K/L. Kemungkinan kebijakan ini akan kembali digunakan untuk menunjang pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis. FITRA pun cukup skeptis atas ketentuan penerapan ini di tahun depan.

Automatic Adjustment hampir pasti akan diterapkan di tahun 2025 dengan persentasenya yang lebih besar. Padahal, (kebijakan) ini harusnya digunakan pada saat kondisi negara genting karena ketidakstabilan global,” jelasnya.

Selain masalah teknis dan pendanaan dalam persiapan Program Makan Bergizi Gratis, peneliti FITRA Gurnadi Ridwan menambahkan, pemerintah perlu juga membuat mitigasi untuk mengatasi kebocoran anggaran dan conflict of interest dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ). 

”Jangan sampai program makan siang gratis dijadikan bancakan dan bagi-bagi jatah saja. Hal ini tentu akan berakibat pada efektivitas dan dampak program,” urai Ridwan. 

Dirinya kembali menekankan, anggaran program makan gratis tahap pertama di tahun depan cukup besar sehingga akan menjadi sorotan publik. Karena itu, publik bisa berekspektasi penyelenggaraannya akan dilaksanakan seoptimal mungkin.

“Publik tentu tidak rela jika alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun akan banyak dihabiskan untuk administrasi, rapat dan koordinasi saja. Oleh sebab itu, transparansi anggarannya harus jelas” ucapnya.  

Lainnya, Ridwan juga memberikan catatan jika alokasi makan bergizi gratis masuk dalam pos cadangan yang dikelola oleh Bendahara Umum Negara (BUN). Berdasarkan pengalaman FITRA, transparansi dan akuntabilitas anggaran di BUN relatif sulit diakses. 

Ada dua akses data yang pernah dilakukan FITRA ke BUN yaitu permohonan data anggaran program BBM Tertentu (JBT) Minyak Solar dan data anggaran Bansos Presiden. Keduanya tidak bisa diakses karena alasan kerahasiaan dan keamanan negara. 

”Jika masuk BUN (anggaran Program Makan Bergizi Gratis) akan sulit dipantau, bahkan legislatif hanya tau gambaran besarnya saja,” tandasnya.

Tak Ambil Pusing
Sebelumnya, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tidak ambil pusing atas catatan Bank Dunia soal Program Makan Bergizi Gratis yang diklasifikasi dalam kategori Makanan Sekolah. Lembaga internasional tersebut sangsi atas efektivitas Program Makan Bergizi Gratis yang ditarget bisa menekel stunting di tanah air. 

Secara implisit, Airlangga menyampaikan, program tersebut akan pemerintah arahkan untuk perbaikan kualitas pendidikan nasional di tingkat global. Yang tergambar dalam perbaikan maupun kenaikan skor Program Penilaian Siswa Internasional (Programme for International Student Assessment/PISA). 

“Kan tujuan (program) makan bergizi untuk pertumbuhan dan yang lain. Kan targetnya supaya PISA (naik),” singkatnya menjawab wartawan saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat (28/6).

Bank Dunia dalam laporan Melepaskan Potensi Bisnis Indonesia menggarisbawahi, bukti konkret pemberian makanan di sekolah tidak merata di seluruh tujuan. Sementara, modalitas serta kualitas penerapannya dapat memberikan perbedaan besar pada hasil akhir. 

Di bidang pendidikan, terdapat bukti yang cukup kuat mengenai dampak terhadap kehadiran siswa di sekolah, khususnya implementasi program di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah yang memiliki permasalahan akses pendidikan.

Baca Juga: Kemenkeu Tunggu Operasionalisasi Makan Gratis Dari Tim Teknis Prabowo

Namun, manfaat makanan sekolah terhadap partisipasi sekolah kemungkinan akan terbatas pada negara-negara yang sudah memiliki partisipasi sekolah tinggi. 

Adapun, bukti mengenai hasil program tersebut pada pembelajaran kurang kuat dibandingkan dengan intervensi pedagogi tradisional (kegiatan pendidikan/pengajaran). Misal, pedagogi tradisional dengan varians yang lebih tinggi dan lebih kuat untuk kelompok yang lebih rentan seperti siswa miskin dan anak perempuan

Sehubungan dengan gizi, program makanan di sekolah tidak dirancang untuk berdampak pada stunting. Bank Dunia menekankan, karena implementasi program makanan tersebut tidak ditargetkan untuk 1.000 hari pertama kehidupan. 

Tetapi, program makanan di sekolah mungkin bisa berdampak pada keragaman pola makan dan anemia pada anak-anak yang bersekolah. Meski lagi-lagi, hal ini bergantung pada komoditas spesifik yang ditawarkan.

Secara umum, pemberian makanan di sekolah bisa efektif jika ada kekhawatiran terhadap ketahanan pangan. Jika berencana mencapai hasil gizi yang lebih baik, lebih dari 80% program makanan sekolah nasional mesti menggabungkan makanan dengan penyediaan intervensi kesehatan dan gizi sekolah.

Hal tersebut mencakup suplementasi mikronutrien, obat cacing, kurikulum pendidikan kesehatan/gizi, hingga intervensi kebijakan kesehatan sekolah. Sehingga mampu meningkatkan hasil kesehatan dan membantu memastikan saling melengkapi dengan intervensi stunting yang ditujukan pada 1.000 hari pertama kehidupan. 

Program makanan di sekolah juga secara tidak langsung memberikan manfaat bagi kesejahteraan ekonomi rumah tangga penerima manfaat. Dampak yang paling besar terjadi di daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi, di mana pengeluaran untuk makanan punya porsi yang lebih besar dari pendapatan rumah tangga. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar