c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

09 September 2023

11:22 WIB

FAO: Harga Komoditas Pangan Dunia Agustus Turun 2,1%

Di tengah mayoritas harga komoditas pangan dunia yang rata-rata turun, indeks harga beras mengalami kenaikan mencolok.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

FAO: Harga Komoditas Pangan Dunia Agustus Turun 2,1%
FAO: Harga Komoditas Pangan Dunia Agustus Turun 2,1%
Pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras, Cipinang, Jakarta, Kamis (27/7/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

ROMA - Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) melaporkan, harga komoditas pangan internasional menurun pada Agustus 2023. Penurunan harga ini dipimpin oleh komoditas bahan pokok selain beras dan gula.

Pada bulan ini, Indeks Harga Pangan FAO yang melacak perubahan bulanan pada harga internasional komoditas pangan yang diperdagangkan global rata-rata mencapai 121,4 poin. 

“(Capaian ini) turun 2,1% dibanding Juli (month-to-month/mtm) dan (penurunan) maksimal hingga 24% di bawah puncaknya pada Maret 2022,” ucap FAO dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat (8/9).

Indeks Harga Minyak Nabati FAO turun sebesar 3,1% pada Agustus, sebagian membalikkan kenaikan tajam sebesar 12,1% pada bulan Juli. Harga minyak bunga matahari dunia turun hampir 8% selama Agustus di tengah melemahnya permintaan impor global dan melimpahnya penawaran dari eksportir besar. 

Adapun, harga minyak kedelai dunia turun karena membaiknya kondisi tanaman kedelai di Amerika Serikat, sementara harga minyak sawit turun secara moderat di tengah peningkatan produksi musiman di negara-negara produsen utama di Asia Tenggara.

Lalu, Indeks Harga Susu FAO turun sebesar 4,0% dibanding Juli, didorong oleh harga internasional untuk susu bubuk utuh, yang pasokannya melimpah dari Oseania. Harga mentega dan keju internasional juga turun, sebagian disebabkan oleh lesunya aktivitas pasar terkait liburan musim panas di Eropa.

Baca Juga: Jokowi Masih Was-Was Dengan Situasi Beras Indonesia

Selanjutnya, Indeks Harga Daging FAO turun 3,0%. Harga unggas dunia mengalami penurunan terbesar, disebabkan oleh peningkatan ketersediaan ekspor terutama dari Australia dan melemahnya permintaan dari Tiongkok. Pasokan yang melimpah juga mendorong penurunan harga daging babi, unggas, dan daging sapi.

Kemudian, Indeks Harga Sereal FAO turun 0,7% dibanding Juli. Harga gandum internasional turun sebesar 3,8% pada Agustus di tengah peningkatan ketersediaan musiman dari beberapa eksportir terkemuka. 

“Sementara harga gandum kasar internasional turun sebesar 3,4% di tengah melimpahnya pasokan jagung global akibat rekor panen di Brasil dan sebentar lagi panen di AS,” sebut laporan.

Sebaliknya, Indeks Harga Beras FAO naik sebesar 9,8% dari bulan Juli dan mencapai angka tertinggi dalam 15 tahun terakhir. Mencerminkan gangguan perdagangan setelah larangan ekspor beras putih Indica oleh India, selaku eksportir beras terbesar di dunia. 

Ketidakpastian mengenai durasi larangan tersebut dan kekhawatiran terhadap pembatasan ekspor menyebabkan para pelaku rantai pasokan menahan stok, menegosiasikan ulang kontrak, atau berhenti memberikan penawaran harga. 

“(Sehingga) membatasi sebagian besar perdagangan dalam volume kecil dan penjualan yang telah diselesaikan sebelumnya,” katanya.

Selain beras, indeks Harga Gula FAO naik sebesar 1,3% dibanding Juli (mtm). Meski rata-rata harga gula dunia pada Agustus masih tercatat sebesar 34,1% lebih tinggi dibandingkan nilainya di tahun lalu (year-on-year/yoy). 

FAO menjelaskan, peningkatan harga gula dunia terutama dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap dampak fenomena El Nino terhadap tanaman tebu, curah hujan di bawah rata-rata pada Agustus, dan kondisi cuaca kering yang terus-menerus terjadi di Thailand. 

“Panen dalam jumlah besar yang saat ini dipanen di Brasil membatasi tekanan kenaikan pada kuotasi gula internasional. Begitu pula dengan rendahnya harga etanol dan melemahnya (mata uang) Real Brasil,” ujarnya.

Proyeksi Naik Produksi Sereal Global 
Pada kesempatan sama, FAO memperkirakan bahwa produksi sereal dunia pada 2023 akan meningkat sebesar 0,9% dari tahun sebelumnya hingga mencapai 2.815 juta ton. Laporan Pasokan dan Permintaan Sereal yang baru ini juga menilai, capaian ini setara dengan rekor produksi yang direalisasikan pada 2021.

Total produksi biji-bijian kasar diperkirakan akan meningkat sebesar 2,7%, dengan produksi jagung diperkirakan mencapai rekor baru sebesar 1.215 juta ton, didukung oleh hasil panen yang tinggi di Brasil dan Ukraina.

Meskipun ada sedikit revisi ke bawah sejak Juli, produksi beras dunia pada 2023/24 masih terlihat pulih sebesar 1,1% dibandingkan musim sebelumnya. “(Karena itu) pemanfaatan sereal dunia pada musim mendatang diperkirakan sebesar 2.807 juta ton, 0,8% di atas tingkat pada tahun 2022/23,” jelasnya.

Baca Juga: Indonesia Masuk Kembali Jadi Anggota Dewan FAO

Dengan semua capaian ini, stok sereal dunia pada akhir musim 2023/24 diperkirakan mencapai 878 juta ton. Hal ini meningkat secara tahunan sebesar 2,2%, mengacu pada rasio stok terhadap penggunaan sereal dunia sebesar 30,5%.

“Keseluruhan tingkat pasokan (sereal) global yang nyaman dari perspektif historis,” sebut FAO.

Kemudian, stok beras dunia diperkirakan akan mencapai angka tertinggi sepanjang masa, yaitu 198,1 juta ton. Terdorong oleh India yang bersama dengan Tiongkok diperkirakan memiliki hampir tiga perempat dari volume ini, seperti pada musim-musim sebelumnya. 

Cadangan beras agregat yang dimiliki oleh negara-negara lain diperkirakan mengalami kontraksi kedua berturut-turut pada akhir tahun ini, mencapai angka terendah dalam empat tahun terakhir, yakni sebesar 51,4 juta ton.

FAO juga turut menurunkan perkiraan perdagangan sereal dunia pada 2023/2024 menjadi 466 juta ton. Jumlah ini menurun sekitar 1,7% dari musim pemasaran sebelumnya. 

Volume perdagangan gandum dan jagung diperkirakan akan menurun karena berbagai alasan. Termasuk menurunnya ekspor Ukraina karena gangguan perdagangan terkait dengan perang yang sedang berlangsung. 

FAO juga telah menurunkan perkiraan perdagangan beras dunia dari angka Juli, mengingat peningkatan pembatasan ekspor oleh India. Meski jangka waktu pembatasan ini dan tingkat penerapannya masih belum pasti, namun jika berkepanjangan ditambah El Nino akan menyebabkan kendala produksi di negara-negara eksportir Asia lainnya 

“Hal ini (dinamika) dapat membuat perkiraan pemulihan perdagangan beras pada tahun 2024 tidak terlalu besar,” kata FAO.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar