03 Juni 2025
18:10 WIB
ESDM Wajibkan KKKS Serap Minyak Dari Sumur Ilegal
Pemerintah menetapkan minyak sumur ilegal yang dikelola masyarakat dibeli KKKS dengan harga sebesar 80% dari ICP.
Penulis: Yoseph Krishna
Ilustrasi. Petugas Pertamina mendeteksi gas menggunakan Gas Detector di titik ledakan semburan api sumur minyak ilegal di Desa Pasir Putih, Ranto Panjang Peureulak, Aceh Timur, beberapa waktu lalu. Antara Foto/Rahmad
JAKARTA - Pemerintah lewat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah merampungkan regulasi seputar sumur minyak yang selama ini dikelola oleh masyarakat secara ilegal.
Plh. Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tri Winarno menyebut dalam beleid terbaru itu, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) diwajibkan untuk menyerap minyak dari sumur kelolaan masyarakat.
"Wajib menyerap, harganya 80% dari Indonesian Crude Price (ICP), oke lah," ucap Tri saat menemui awak media di sela gelaran Human Capital Summit 2025, Selasa (3/6).
Tri juga mengatakan aturan resmi sudah ditandatangani oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Saat ini, beleid itu tengah dalam proses penomoran di Sekretariat Negara dan diharapkan bisa terbit pada bulan Juni 2025 ini.
"Sudah, sudah, kemarin baru ditandatangan, mungkin dalam penomoran," sebutnya.
Baca Juga: Bahlil Racik Regulasi Tertibkan Illegal Drilling
Lewat aturan resmi itu, pemerintah berharap minyak yang dikelola masyarakat bisa diserap oleh KKKS. Dengan demikian, minyak kelolaan masyarakat tersebut juga dapat diakui sebagai lifting nasional.
Tak sampai situ, Tri juga berharap legalisasi sumur-sumur minyak masyarakat bisa memperbaiki proses pengelolaan yang selama ini dilakukan secara ugal-ugalan.
"Paling krusial itu esensinya mereka diterima untuk dijual ke KKKS terdekat, lalu kemudian besok tidak ada lagi refinery yang ngaco itu, terus kemudian harganya juga sudah kita tentukan," kata Tri Winarno.
Baca Juga: Penegakan Hukum Dinilai Tak Cukup Untuk Basmi Illegal Drilling
Sebelumnya, Praktisi Migas Hadi Ismoyo menilai aturan resmi untuk melegalkan sumur kelolaan masyarakat harus dilakukan. Pasalnya, kegiatan itu telah merusak lingkungan secara massif namun tidak ada penerimaan negara.
Kepada Validnews, Hadi mengungkapkan produksi minyak dari illegal drilling bisa menyentuh rata-rata 10 ribu-15 ribu barel per hari (BOPD).
Seperti namanya, illegal drilling dilakukan secara gelap oleh masyarakat. Bahkan, masyarakat bisa melakukan pengolahan minyak mentah secara mandiri dan dijual juga secara gelap kepada nelayan maupun jaringan truk-truk ekspedisi.
Sedangkan di lain sisi, Hadi mengungkapkan negara tidak mendapat sepeser pun bagi hasil dari pengolahan minyak mentah yang dilakukan secara ilegal oleh masyarakat.
"Merugikan negara karena tidak dapat bagi hasil, sementara kerusakan lingkungan jadi tanggungan negara, dalam hal ini pemerintah daerah (pemda)," jelas Hadi, Sabtu (3/5).