c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

05 Juli 2024

18:03 WIB

ESDM Ungkap Alasan Eramet Dan BASF Mundur Dari Proyek Sonic Bay

Penundaan investasi tak serta merta menutup kemungkinan Eramet dan BASF menjual cadangan ke pabrik baterai EV di dalam negeri.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">ESDM Ungkap Alasan Eramet Dan BASF Mundur Dari Proyek Sonic Bay</p>
<p id="isPasted">ESDM Ungkap Alasan Eramet Dan BASF Mundur Dari Proyek Sonic Bay</p>

Ilustrasi proyek nikel. Karyawan mengenakan pakaian khusus saat melakukan pengecekan proses peleburan nikel di smelter milik PT VALE Indonesia di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2023). Antara Foto/Jojon 

JAKARTA - Dua perusahaan asal Eropa, yakni Eramet dari Prancis dan BASF dari Jerman beberapa waktu lalu menyatakan mundur dari Proyek Sonic Bay, yakni proyek pemurnian nikel dan kobalt di Teluk Weda, Maluku Utara.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Pengembangan Industri Agus Tjahajana Wirakusumah pun meluruskan kabar tersebut. Menurutnya, kedua perusahaan asal Benua Biru itu hanya menunda investasi mereka.

"Mereka pastinya ditundalah, karena kan mereka punya konsesi," imbuh Agus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jumat (5/7).

Penundaan investasi oleh Eramet dan BASF, sambung Agus, dikarenakan kedua perusahaan ingin melihat pasar internasional untuk kendaraan listrik terlebih dahulu.

Baca Juga: BPKM Klaim Mundurnya BASF Dan Eramet Tak Surutkan Minat Investasi

Agus menyebutkan terdapat kemungkinan Eramet dan BASF untuk menjual cadangan mereka kepada pabrik baterai kendaraan listrik di dalam negeri.

"Bukan berarti dia tidak bisa jual cadangannya kepada pabrik yang akan datang. Ya bisa saja kalau dia harus bikin sendiri juga. Misalnya nanti LG jadi, Eramet bisa jual ke situ, atau Eramet bisa menjual dengan IBC," ungkap dia.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan pemerintah bakal mencari investor lain untuk menggarap Proyek Sonic Bay.

Pemerintah Indonesia tak akan goyah menjalankan proyek itu sekalipun Eramet dan BASF mengurunkan niatnya untuk berinvestasi. Pasalnya, Arifin menyebut masih banyak perusahaan yang ingin menggarap Proyek Sonic Bay.

"Kalau mundur kita cari yang lain, masih banyak yang mau," sebut Menteri Arifin saat menemui awak media di Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas), Jumat (28/6).

Sekadar informasi, Eramet dan BASF telah menandatangani perjanjian untuk menilai potensi pengembangan bersama komplek pemurnian nikel dan kobalt di Weda Bay.

Setelah evaluasi menyeluruh, termasuk diskusi soal strategi pelaksanaan proyek, Eramet dan BASF sepakat untuk tidak melanjutkan investasi Proyek Sonic Bay.

Menteri Arifin mengatakan produk akhir dari pemurnian nikel dan kobalt itu sejatinya bakal digunakan oleh BASF. Namun, dirinya menilai BASF sudah mendapat pengamananan suplai dari pihak lain.

"Dia (BASF) memutuskan tidak masuk Indonesia mungkin dia ada di tempat lain. Tapi kita tidak tahu di balik itu ada apanya ya," kata dia.

Asal tahu saja, BASF dan Eramet sebelumnya telah memiliki legalitas usaha atas nama PT Eramet Halmahera Nikel (EHN) untuk mengembangkan Sonic Bay senilai US$2,6 miliar berupa pembangunan pabrik pemurnian nikel dengan teknologi High Pressure Acid Leach (HPAL) yang menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitates (MHP).

Baca Juga: Dua Perusahaan Eropa Mundur Dari Proyek Sonic Bay, Ini Kata Menteri ESDM

Deputi Bidang Promosi Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Nurul Ichwan mengatakan keputusan BASF dan Eramet untuk membatalkan investasi menjadi keputusan bisnis yang diperoleh setelah melakukan berbagai evaluasi.

Mengutip rilis resmi Eramet, dirinya menyebut pembatalan investasi didasarkan pada pertimbangan atas perubahan kondisi pasar nikel yang signifikan, khususnya pada pilihan nikel yang menjadi suplai bahan baku kendaraan listrik.

"Tapi, kami melihat hilirisasi untuk ekosistem baterai kendaraan listrik masih sangat potensial untuk dikembangkan di Indonesia. Apalagi, baru-baru saja Indonesia mendapat peringkat 27 World Competitiveness Ranking (2024), Top 3 terbaik di ASEAN," tegas Nurul.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar