08 Agustus 2024
19:17 WIB
Ekonom PermataBank: Penguatan Rupiah Bisa Terus Berlanjut Jika Global Kondusif
Ekonom PermataBank menilai penguatan rupiah di bawah 16.000 per dolar AS berpeluang berlanjut ke depan.
Penulis: Khairul Kahfi
Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Antara Foto/Muhammad Adimaja
JAKARTA - Head of Macroeconomics & Financial Market Research PermataBank Faisal Rachman menilai, penguatan rupiah di bawah 16.000 per dolar AS berpeluang berlanjut ke depan. Sementara ini, penguatan mata uang garuda terhadap dolar AS utamanya ditopang faktor global yang cenderung stabil.
“Saat ini rupiah sudah di bawah Rp16.000 (per dolar AS), apakah ke depan penguatannya bisa terus berlanjut? Bisa saja, jika memang kondisi globalnya itu terus membaik,” katanya dalam PIER Economic Review Mid-Year 2024, Jakarta, Kamis (8/8).
Mengutip Bloomberg, per 8 Agustus 2024, dolar AS terpantau melemah terhadap rupiah Indonesia. Dolar AS terdepresiasi ke level Rp15.894 atau turun 0,88% yang setara Rp141 dibanding sehari sebelumnya. Prediksinya, pergerakan dolar AS-rupiah hari ini akan berada di rentang 15.894-16.014.
Pada penutupan 7 Agustus 2024, rupiah sudah bertengger di level 16.035 per dolar AS. Faisal juga menggarisbawahi, pelemahan rupiah sudah terpangkas dari di atas 5% (year to date/ytd akhir Juli 2024) menjadi sekitar 4% (ytd per 7 Agustus 2024).
Baca Juga: Perang Iran-Israel Berpotensi Kerek Harga Minyak Dunia
Rupiah sudah cenderung mengalami apresiasi selama akhir Juli-7 Agustus 2024 saja mencapai 1,9%. “Sehingga kalau sentimen global lebih baik terjadi… (Ditambah) market sudah melihat ruang pemotongan suku bunga The Fed lebih tinggi sehingga rupiah bergerak sangat cepat atau menguat signifikan dalam waktu cepat,” katanya.
Dia mengingatkan, pergerakan nilai tukar rupiah akan disebabkan oleh dua faktor utama yakni ekonomi nasional dan global.
Faisal mengakui, fundamental ekonomi RI memang berada dalam tekanan, namun efeknya tak sebesar seperti yang dialami banyak negara lain seluruh dunia yang malah melambat.
Resiliensi fundamental ekonomi Indonesia juga cenderung lebih dan sudah terbukti dengan capaian pertumbuhan ekonomi serta terjaganya level inflasi nasional.
“Economy growth kita masih mampu tumbuh 5%, inflasi kita terjaga rendah ya jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Nah sekarang tinggal tunggu saja dari globalnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Faisal menyebutkan kondisi global yang terus membaik juga akan sangat baik dalam mendukung market untuk lebih percaya diri mulai membeli instrumen berisiko tinggi (risk on) di dalam negeri. Dengan begitu, Indonesia bisa kembali dibanjiri aliran dana portofolio asing (inflow).
Baca Juga: Ekonom PermataBank: Pilkada Tak Signifikan Dongkrak Ekonomi Semester II
Optimisme itu juga ditunjang oleh konfirmasi beberapa outlook lembaga pemeringkat kredit internasional untuk RI yang positif.
“Nah jadi itu memang bisa punya peluang kita untuk bisa mendapatkan inflow. Jika itu terus terjadi, maka memang tidak memungkiri bahwa penguatan rupiah itu bisa terus berlanjut dan kita lihat memang ada potensi kita bisa ke level Rp15.800 (per dolar AS),” urainya.
Chief Economist PermataBank Josua Pardede memproyeksi, tren pergerakan rupiah berpeluang menguat sampai akhir tahun sehingga akan menguat berkisar Rp15.800-16.100 per dolar AS.
“Secara umum, fundamental dan sentimen kondisinya relatif terkendali, sekalipun (ada) gejolak global, karena kita lihat kondisinya pasar bond global ini cukup volatile,” jelas Josua.