04 Agustus 2025
14:58 WIB
Dukung Industri, Kemenperin Pacu Produksi Kakao
Kementerian Perindustrian memiliki program ekstensifikasi untuk memicu produksi kakao dengan memanfaatkan lahan bekas tambang, perhutanan sosial dan hutan tanaman industri.
Penulis: Al Farizi Ahmad
Warga menunjukkan biji kakao saat proses penjemuran di Teluk Raya, Kumpeh Hulu, Muarojambi, Jambi, Jumat (19/4/2019). Antara Foto/Wahdi Septiawan/wsj.
JAKARTA - Kementerian Perindustrian mendorong produksi kakao lewat program ekstensifikasi dengan memanfaatkan lahan bekas tambang, perhutanan sosial dan hutan tanaman industri. Langkah ini untuk mendukung produktivitas industri pengolahan kakao.
Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza produktivitas kakao dalam program ekstensifikasi itu mencapai 1,5 ton per hektare per tahun.
“Diproyeksikan dapat menambah produksi biji kakao hingga 450 ribu ton di dalam 10 tahun,” kata Faisol dilansir dari Antara pada Senin (4/8).
Berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) 2024, kata Faisol, Indonesia menempati posisi ke-4 dunia sebagai produsen produk olahan kakao dan posisi ke-7 sebagai produsen biji kakao.
Sementara itu, lanjut Faisol, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Trade Statistics tahun 2024, nilai ekspor industri pengolahan kakao mencapai US$2,4 miliar dengan volume mencapai 304 ribu ton yang diekspor ke 110 negara, di antaranya Amerika Serikat, India, China dan Malaysia.
Baca Juga: Pasokan Kakao Untuk Industri Terus Turun, Kemenperin Didik Dokter Kakao
Selain ekstensifikasi lahan, Faisol mengatakan Kementerian Perindustrian juga menjalankan program Cocoa Doctor untuk memacu industri kakao. Adapun, program ini melaksanakan pelatihan sumber daya manusia (SDM) berkelanjutan dengan perusahaan swasta.
“Sejak 2024, program ini telah melatih 450 Cocoa Doctor, dan menjangkau lebih dari 40 ribu petani kakao di seluruh Tanah Air," ungkap dia.
Menurut dia, pihaknya juga aktif meningkatkan jumlah industri cokelat artisan untuk menciptakan harga yang lebih kompetitif di tingkat petani. Tahun 2025, kata Faisol, jumlah perusahaan cokelat artisan mengalami peningkatan sebanyak 47 perusahaan dari 31 perusahaan pada tahun 2023.
Permasalahan di Sisi Hulu
Sebelumnya, Faisol mengakui, permasalahan utama sektor industri agro, khususnya komoditas kakao, adalah di sisi hulu. Permasalahan tersebut yakni ketersediaan bahan baku terbatas, di tengah permintaan dan volume ekspor tetap tinggi terutama dalam bentuk produk turunan makanan dan minuman (mamin).
"Masalah yang kita hadapi lebih banyak di sektor hulu. Volume dan permintaan ekspor tinggi untuk produk minuman dan makanan, ini akhirnya bahan baku (industri mamin) juga beberapa impor," ungkap Faisol saat ditemui di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Kamis (3/7).
Penurunan bahan baku tersebut terjadi, selain alih fungsi lahan untuk komoditas lain, salah satunya karena pengaruh iklim dan cuaca. Karena itu, diperlukan bibit dan perawatan tanaman kakao yang lebih adaptif.
Kendala penurunan bahan baku, menurut Faisol, sudah terjadi sejak beberapa tahun ke belakang. Hal ini tecermin dari data penurunan volume ekspor kakao yang terus terjadi sejak tahun 2019 hingga 2023.
Baca Juga: Peringkat RI Turun Sebagai Negara Penghasil Kakao Dunia, Ada Apa?
Misalnya saja ekspor kakao Indonesia ke Inggris di tahun 2019 mencapai 20 ribu ton, jumlahnya terus turun hingga menjadi 10 ribu ton di 2023. Begitupun ekspor ke amerika Serikat (AS) di tahun 2019 tercatat mencapai 60 ribu ton, lalu tahun 2023 turun menjadi 50 ribu ton.
"Tren harga dan konsumsi biji kakao dunia yang terus naik, ini berpotensi membuat biji kakao akan lebih banyak diekspor. Sehingga industri kekurangan bahan baku," sambung Faisol.
Oleh karena itu diperlukan keterlibatan berbagai pihak termasuk Kementerian lainnya untuk meningkatkan produktivitas hulu. Adapun dari sisi Kemenperin, ia menyebut kontribusi berfokus pada studi industri hulu melalui kerja sama dengan beberapa kampus.
"Pengembangan yang dilakukan oleh kampus, saya kira bisa menemukan titik persinggungan yang bisa mengurangi impor," katanya.
Ia membeberkan, peningkatan produksi kakao di hulu juga dikejar oleh Presiden Prabowo. Hal ini untuk mendukung hilirisasi.
"Kita berharap melalui arahan Presiden Prabowo, hilirisasi untuk industri agro ini bisa dikejar dan dilakukan seperti dulu. Presiden tidak menargetkan tahun, tapi pasti beliau akan memantau kerjaan kita sendiri," imbuh Faisol.