27 Februari 2023
20:51 WIB
Editor: Rikando Somba
JAKARTA – Kemajuan dalam memperluas investasi hijau di Indonesia masih terkendala. Ada dua penyebabnya. Menurut Deputi Bidang Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Amalia Adininggar, kurangnya investasi teknologi hijau, dan kurangnya konsep keuangan hijau adalah dua kendala utama investasi hijau di tanah air.
"Terdapat dua kendala, yaitu kurangnya investasi dalam teknologi hijau dan kurangnya konsep keuangan hijau di Indonesia," ungkap Amalia dalam acara SPARK Indonesia Banking and Finance Summit 2023 di Jakarta, Senin (27/2).
Dia menguraikan, kedua kendala itu harus diatasi. Salah satu yang utama adalah penurunan biaya untuk memperoleh teknologi hijau serta melakukan mobilisasi pembiayaan jangka panjang, pembiayaan hijau swasta, dan membuka pasar hijau.
Ia menyebutkan kurangnya investasi dalam teknologi hijau disebabkan perusahaan yang masih memandang manfaat marjinal dari mengadopsi teknologi hijau terlalu kecil. Padahal, teknologi hijau harus bisa dibiayai pula oleh swasta. Tak melulu pemerintah yang diandalkan dalam pengembangan teknologi ini. Sebaliknya, Amalia menegaskan seluruh perusahaan maupun pihak sudah harus memandang ekonomi hijau sebagai peluang.
Di sisi lain, sektor keuangan Indonesia yang terlalu dangkal serta pembiayaan yang ada pun bersifat terlalu pendek untuk melayani sektor hijau.
Dari kedua kendala itu, Amalia menyerukan, ini saatnya untuk menyamakan persepsi dan paradigma seluruh pihak agar tidak menganggap ekonomi hijau merupakan pengeluaran atau beban tambahan. "Ekonomi hijau merupakan investasi jangka panjang. Kalau kita tidak mulai dari sekarang, kita akan ketinggalan," tuturnya.
Berkelanjutan
Deputi Perencanaan Investasi Kementerian Investasi Indra Darmawan di kesempatan berbeda, menyatakan tren investasi global menunjukkan adanya pergeseran menuju investasi berkelanjutan.
“Investasi tanpa memperhatikan lingkungan akan ditinggalkan. Asal usul bahan baku juga akan diperhatikan, dan bisa menjadi posisi sebuah negara atau perusahaan,” kata dia dalam agenda yang sama, dikutip dari Antara.
Dia menyampaikan bahwa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain memiliki janji, komitmen, dan target untuk menurunkan emisi untuk kesejahteraan masyarakat. United Nations Climate Change Conference (CPO 27) di Mesir dan Paris Agreement di Perancis dengan penekanan terhadap kenaikan target penurunan emisi di Indonesia, adalah dua agenda pernyataan tersebut.
Sebagian kesadaran masyarakat terhadap produk energi baru terbarukan (EBT) turut pula meningkat, bahkan sejumlah negara sudah tak mau menerima produk tidak ramah lingkungan. “Indonesia juga komitmen menjalani net zero emission, di mana industri pembiayaan bisa berkontribusi lebih lanjut,” katanya.
Kontribusi yang dapat diberikan pemerintah dalam komitmen itu adalah keterlibatan dalam pengembangan produk dan layanan hijau, seperti kredit investasi proyek hijau. Ada beberapa best practices yang dapat dilihat, misalnya Jerman yang udah menerapkan investasi hijau atau China menghasilkan energi bersih, lalu green bond, dan green insurance.
“OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sudah ada taksonomi hijau sebagai upaya dukungan dan pengelolaan lingkungan, Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dengan UNDP (United Nations Development Programme) sudah Integrated National Financing Framework. Ini semua panduan pelaku usaha buat kontribusi upaya pengurangan emisi dan perbaikan lingkungan sekaligus memajukan ekonomi nasional,”tandasnya.