c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

26 Juni 2025

13:13 WIB

DJP Jelaskan Pajak Jualan Online: UMKM Kecil Omzet Di Bawah Rp500 Juta Aman!

DJP menjelaskan rencana penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

Editor: Khairul Kahfi

<p>DJP Jelaskan Pajak Jualan Online: UMKM Kecil Omzet Di Bawah Rp500 Juta Aman!</p>
<p>DJP Jelaskan Pajak Jualan Online: UMKM Kecil Omzet Di Bawah Rp500 Juta Aman!</p>

Warga menyaksikan siaran langsung penjualan pakaian melalui aplikasi belanja daring (e-commerce) di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (9/12/2024). Antara Foto/Abdan Syakura

JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara soal rencana pungutan Pajak Penghasilan (PPh) 22 pedagang di niaga elektronik (e-commerce).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Rosmauli menjelaskan, rencana penunjukan lokapasar (marketplace) sebagai pemungut PPh 22 atas transaksi merchant di Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pada dasarnya mengatur pergeseran (shifting).

Bila sebelumnya mekanisme pembayaran PPh dilakukan secara mandiri oleh pedagang daring (online), nantinya diubah menjadi sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh lokapasar sebagai pihak yang ditunjuk.

“Kebijakan ini tidak mengubah prinsip dasar pajak penghasilan, namun justru memberikan kemudahan bagi pedagang dalam memenuhi kewajiban perpajakan, karena proses pembayaran pajak dilakukan melalui sistem pemungutan yang lebih sederhana dan terintegrasi dengan platform tempat mereka berjualan,” katanya melansir Antara, Jakarta, Kamis (26/6). 

Baca Juga: Moncer! Setoran Pajak Digital Tembus Rp34,91 T Sampai Maret 2025

Dia pun menegaskan yang menjadi sasaran aturan baru ini merupakan pedagang daring yang memiliki omzet di atas Rp500 juta per tahun. 

Dengan demikian, UMKM di platform lokapasar yang memiliki omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenakan pungutan PPh dalam skema ini, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah mengemas pakaian yang laku terjual di Studio Nukadua, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (9/12/2024). Antara Foto/Abdan Syakura

Menurut dia, inisiatif pemerintah menyusun skema ini bertujuan untuk memberikan kemudahan administrasi, meningkatkan kepatuhan, dan memastikan perlakuan pajak yang setara antarpelaku usaha, tanpa menambah beban atau menciptakan jenis pajak baru.

Ketentuan ini juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan dan menutup celah aktivitas ekonomi tersembunyi (shadow economy), khususnya dari pedagang daring yang kurang memahami atau enggan menghadapi proses administratif perpajakan yang dianggap rumit.

“Dengan melibatkan marketplace sebagai pihak pemungut, diharapkan pemungutan PPh Pasal 22 ini dapat mendorong kepatuhan yang proporsional, serta memastikan bahwa kontribusi perpajakan mencerminkan kapasitas usaha secara nyata,” ujar Rosmauli.

Kebijakan PPh 22 Pedagang E-Commerce Masih Finalisasi
Namun, Rosmauli menyampaikan, aturan baru ini masih dalam tahap finalisasi. Dia menjamin penyusunan kebijakan ini telah melalui proses meaningful participation, yakni kajian dan pembahasan bersama pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri niaga elektronik dan kementerian/lembaga terkait.

Baca Juga: Kemenkeu: Penerimaan Pajak Mei 2025 Terkontraksi 10,1% Jadi Rp683,3 Triliun

Dia pun menyebut rencana aturan ini mendapatkan respons yang positif sejauh ini, menunjukkan dukungan terhadap tujuan pemerintah dalam mendorong tata kelola pajak yang lebih adil dan efisien seturut dengan perkembangan teknologi informasi.

“Kami memahami pentingnya kejelasan bagi para pelaku usaha dan masyarakat. Oleh karena itu, apabila aturan ini telah resmi ditetapkan, kami akan menyampaikan secara terbuka, lengkap, dan transparan kepada publik,” tutur dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar