c

Selamat

Jumat, 19 April 2024

EKONOMI

23 September 2021

14:10 WIB

Dirjen Gatrik: Tarif PLTS Atap Akan Lebih Kompetitif

Pemerintah akan menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 40.000 MW dalam sepuluh tahun ke depan, dengan sekitar 52% berbasis EBT

Penulis: Zsasya Senorita

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Dirjen Gatrik: Tarif PLTS Atap Akan Lebih Kompetitif
Dirjen Gatrik: Tarif PLTS Atap Akan Lebih Kompetitif
Petugas merawat panel surya yang terpasang di atap Gedung Direktorat Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.

JAKARTA – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana memprediksi tarif listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap akan lebih kompetitif di masa mendatang. Hasil riset yang ia baca menunjukkan PLTS Atap akan mampu mengalahkan PLTU seiring perkembangan teknologi baterai pada 2028.

“Saya yakin tarif PLTS Atap ke depannya mampu bersaing dengan sumber energi lainnya. Apalagi tren teknologi EBT semakin efisien dan masif sehingga bisa makin murah. Makanya, riset itu perlu dan ini dijadikan investasi masa depan, bukan cost saat ini,” terang Rida seperti dikutip siaran pers Kementerian ESDM, Kamis (23/9).

Menurut dia, pengembangan teknologi solar photovoltaic harus diimbangi dengan teknologi baterai sebagai sistem penyimpanan (storage system), termasuk pendalaman hidrogen terkait carrier energy.

Selain persoalan tarif PLTS Atap, pemerintah juga mengatur kembali regulasi mengenai PLTS Atap, yang dituangkan pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap Oleh Konsumen PT PLN. 

“Semangat regulasi PLTS Atap adalah penghematan sekaligus menggalakkan penggunaan EBT,” imbuhnya.

Secara umum, Rida menjelaskan bahwa ada lima poin utama prinsip pemerintah dalam menyediakan akses energi ketenagalistrikan di Indonesia. Meliputi kecukupan yakni implementasi perencanaan kebutuhan listrik nasional, keandalan yaitu pemanfaatan teknologi pada pembangkit untuk efisiensi, dan keberlanjutan di antaranya penggunaan EBT atau pemasangan PLTS pada pembangkit listrik.

Selanjutnya prinsip keterjangkauan dengan mengupayakan harga listrik yang kompetitif sehingga tarif masyarakat terjangkau, dan keadilan terkait pemerataan akses listrik melalui peningkatan rasio elektrifikasi. 

“Prinsip 5K ini jadi prinsip kerja sehari-hari kami di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan untuk menjamin lima hal ini terpenuhi,” tandas Rida.

Tambah 40.000 MW
Pada Kuliah Umum: Tarif dan Subsidi Listrik ke peserta program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) secara virtual, Selasa (21/9), Rida juga mengungkapkan bahwa pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) akan terus meningkat dalam sepuluh tahun mendatang.

Hal itu seiring rencana pemerintah melakukan penambahan kapasitas pembangkit listrik sekitar 40.000 Mega Watt (MW). Penambahan ini sebagai bagian dari antisipasi meningkatnya permintaan listrik sesuai hasil prognosis Kementerian ESDM.

“Kita pastikan dari tambahan 40.000 MW selama 10 tahun ke depan, hampir 52% berbasis EBT berbagai jenis,” jelasnya.

Rida memaparkan, kapasitas pembangkit listrik Indonesia hingga Juni 2021 sebesar 73.341 MW dimana pembangkit berbasis fosil masih berperan penting sebagai penopang produksi listrik, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

“Secara generation cost, PLTU memang masih murah. Jadi biar tarif listriknya tidak mahal ke rakyat sehingga meningkatkan daya beli masyarakat dan membuat industri makin kompetitif,” ungkap Rida.

Pada komposisi tersebut, PLTU mendominisasi sebesar 47% dengan daya sekitar 34.856 MW, disusul PLTG/GU/MG 20.938 MW atau 28%, PLTA/M/MH 6.255 MW setara 9%, dan PLTD 4.932 MW atau 7%. 

Sementara, komposisi PLTP, PLTU M/G, dan PLT EBT lainnya masing-masing mengambil porsi 3% pada pembangkitan listrik Indonesia. Dengan kapasitas daya terpasang masing-masing 2.174 MW, 2.060 MW, dan 2.215 MW. 

“Betul, (komposisi) ini tidak bisa dipertahankan terus menurus. Meskipun kita punya banyak batubara. Lambat laun akan habis,” ujar Rida.

Dari sisi produksi listrik, realisasi volume PLTU hingga periode yang sama, jauh lebih besar yaitu 65,30% dari sekitar 32,76 juta ton batu bara. Sisanya dipasok dari gas 17%, Air 7,05%, Panas Bumi 5,61%, BBM 3,04%, BBN 0,31%, Biomassa 0,18%, Surya 0,04%, dan EBT lainnya 0,14%.

“Kita harus keluar dari sini untuk menghasilkan yang lebih hijau, bersih, suistain, dan ini jadi tanggung jawab bersama,” tandas Rida.

Dari segi infrastruktur pendukung lainnya, penyaluran tenaga listrik nasional hingga Juni 2021 menunjukkan adanya pembangunan transmisi sepanjang 62.440 kilometer sirkuit (kms), gardu induk 151.698 sebesar Mega Volt Ampere (MVA), jaringan distribusi sebesar 1.013.217 kms, dan gardu distribusi sebesar 62.345.606 MVA.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar