c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

05 September 2023

15:22 WIB

DEN Ungkap Konsekuensi Dari Penghapusan Pertalite

Sistem subsidi yang terbuka diperlukan supaya daya beli masyarakat bisa terjangkau untuk Pertamax Green 92.

Penulis: Yoseph Krishna

DEN Ungkap Konsekuensi Dari Penghapusan Pertalite
DEN Ungkap Konsekuensi Dari Penghapusan Pertalite
Ilustrasi. Daftar harga terbaru Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU setelah pengumuman harga kenaikan BBM di Jakarta, Sabtu (03/09/2022). ValidnewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengungkapkan daya beli masyarakat menjadi konsekuensi dari rencana pencampuran 7% etanol ke dalam Pertalite dan menjadi Pertamax Green 92.

Pasalnya, BBM jenis Pertalite merupakan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang notabene mendapat kompensasi dari pemerintah untuk menggantikan BBM subsidi yang dahulu dikenal dengan nama Premium.

"Meski dalam Perpres belum eksplisit, tapi JBKP yang dahulunya diberikan pada Premium sudah dialihkan pada Pertalite. Pertalite tidak dalam posisi disubsidi, tapi dikompensasi," ujarnya dalam sebuah sesi diskusi di salah satu stasiun TV swasta, Selasa (5/9).

Dia meyakini rencana itu akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat. Artinya, ke depan harus ada sistem subsidi yang terbuka pada Pertamax Green 92 supaya daya beli masyarakat bisa terjangkau.

"Karena diberlakukan di Indonesia, otomatis akan berdampak pada daya beli masyarakat sehingga isunya adalah mengenai sejauh mana subsidi diberikan dalam keterjangkauan daya beli masyarakat," tutur Satya.

Baca Juga: Tahun Depan Pertamina Bakal Hilangkan Pertalite

Meski begitu, Satya tak menampik di sisi lain wacana penggantian Pertalite dengan Pertamax Green 92 sudah sejalan dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yakni BBM yang beredar di Indonesia setidaknya memenuhi standar Euro IV, yakni minimal RON 91.

Dengan memenuhi standar minimum itu, ia berharap Pertamax Green 92 bisa membenahi kualitas lingkungan karena emisi karbon yang keluar dari sektor transportasi bisa berkurang.

"Jadi kalau kita murni memikirkan isu lingkungan, dorongan untuk menuju RON yang lebih tinggi itu sesuai dengan yang ada di dalam RUEN kita," kata dia.

Asal tahu saja, rencana pencampuran Pertalite dengan 7% etanol pertama kali diungkapkan oleh Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Nicke merencanakan pihaknya tahun depan hanya akan menjual tiga produk gasoline, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo.

Rencana peluncuran Pertamax Green 92 ia sebut sejalan dengan aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dimana BBM yang boleh dijual punya octan number minimal 91. Artinya, peluncuran produk baru itu sudah pas dari aspek lingkungan karena bisa menurunkan emisi karbon.

"Termasuk ada mandatory bioetanol, ini bioenergy bisa kita penuhi, ketiga kita menekan impor gasoline," imbuh Nicke.

Baca Juga: Resmi Per Hari Ini, Pertamina Jual Pertamax Green 95

Langkah tersebut menjadi gambaran bahwa Pertamina lebih memilih upaya untuk menciptakan demand supaya industri etanol di dalam negeri tumbuh dan menarik bagi investor.

Dengan mendorong demand bioenergi, Nicke berharap pada tahun 2025 ada peningkatan investasi pada sektor tersebut. Apalagi, pemerintah juga sudah menerbitkan perpres guna mengalokasikan 700 ribu hektare lahan bagi swasembada gula maupun etanol.

"Dari situ kita berharap penambahan suplai 1,2 juta kl (etanol) untuk pencampuran dari gasoline," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar