c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

03 Januari 2025

18:45 WIB

D’belel; Tas Jeans Bermotif Batik Ciprat Hasil Upcycle

Lewat usaha ini, pemilik D'belel ingin mengurangi limbah tekstil dengan upcycle, sekaligus memberdayakan pekerja disabilitas.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Fin Harini, Rikando Somba,

<p id="isPasted">D&rsquo;belel; Tas Jeans Bermotif Batik Ciprat Hasil <em>Upcycle</em></p>
<p id="isPasted">D&rsquo;belel; Tas Jeans Bermotif Batik Ciprat Hasil <em>Upcycle</em></p>

Tas Jeans Daur Ulang Produk Brand Dbelel. Instagram/Dbelel

JAKARTA - Bergaya mengenakan celana jeans tentu sudah sering kita lihat di kehidupan sehari-hari. Tapi tak hanya celana, lho! Sobat Valid juga bisa tampil trendi memakai tas fesyen bernuansa jeans atau denim.

D’belel, usaha lokal asal Blitar, Jawa Timur, menyuguhkan tas fesyen unik berbahan dasar jeans atau denim. Bukan sembarangan jeans, ternyata D’belel melakukan proses upcycle dengan mengolah celana jeans bekas menjadi berbagai macam produk tas.

Pendiri D’belel, Ardhiana Malrasari (44), yang akrab disapa Sari, mengatakan upcycle menjadi salah satu cara jitu mengurangi limbah fesyen di Indonesia. Upcycle merupakan proses mengubah barang bekas menjadi barang baru yang memiliki nilai dan fungsi lebih tinggi.

"Salah satu visi misi kami, mengampanyekan kepada generasi milenial dan Z, bahwa menggunakan bahan ramah lingkungan, barang yang sudah ada atau tidak perlu yang baru, itu tetap stylish, unik, enggak pasaran, dan bagus," ungkapnya kepada Validnews, Selasa (24/12).

Ide memulai usaha mengolah limbah jeans diperoleh Sari dari sang suami. Rupanya, sang suami bekerja di sektor pertambangan di Pulau Kalimantan. Di perusahaan ini, para pekerja mengenakan jeans sebagai seragam, maupun untuk beraktivitas sehari-hari. 

Lantaran kerap digunakan, jeans bekas pun menumpuk. Jumlahnya yang menggunung membuat Sari merasa sayang apabila dibuang begitu saja dan malah menambah limbah fesyen di dalam negeri. Akhirnya, terpikir olehnya untuk memanfaatkan kembali tumpukan jeans bekas seragam karyawan tambang.

"Kebetulan di rumah ada tumpukan seragam bekas suami, karyawan tambang, mereka seragamnya kemeja dan celana jeans. Dari situ muncullah ide untuk memanfaatkan lagi tumpukan-tumpukan seragam yang sudah enggak terpakai," ujarnya.

Dua keuntungan pun dicapai. Limbah fashion yang susah diurai berkurang. D’belel pun mendapatkan stok celana jeans bekas karyawan tambang untuk bahan baku, tanpa perlu merogoh kantong.

Sari mengungkapkan, dia memperoleh limbah jeans itu dari PT Bukit Makmur Mandiri Utama alias BUMA. Ceritanya, perusahaan tambang mempunyai program untuk mengumpulkan seragam bekas, termasuk celana jeans. D’belel mendapatkan donasi sekitar 10 kodi pakaian yang dikirim langsung dari Kalimantan.

“Saya mendapatkannya secara donasi, tapi untuk ongkos kirimnya kan dari Kalimantan, nah kami yang menanggung ongkos kirim," imbuhnya.

Sari dan tim kemudian menyulap jeans bekas itu menjadi tas ciamik, seperti model tote bag, sling bag, waist bag. D’belel juga memproduksi bucket hat dan beberapa jenis souvenir terbuat dari jeans.

Kolaborasi Dengan Komunitas Disabilitas
Sari pun resmi meluncurkan produk tas ramah lingkungan bernuansa denim ala D’belel pada Juli 2021. Eits! Jangan bayangkan tas kain kumuh. Tas produksi D’belel bahkan tidak hanya polos denim tok, tapi juga dipadukan dengan batik cantik.

Tiap produksi D’belel memiliki sentuhan motif batik ciprat yang merupakan karya buatan tangan para pekerja disabilitas. Kombinasi cool tone jeans dan batik ciprat dengan warna serupa membuat tas fesyen itu terlihat keren sekaligus manis.

Sari menjelaskan, D’belel bekerja sama dengan komunitas disabilitas Yayasan Bhakti Kinasih Mandiri atau dikenal dengan Rumah Kinasih di Blitar, Jatim. Para pekerjanya memang bermata pencaharian sebagai perajin batik ciprat. 

"Tumpukan seragam dan jeans itu di-mix dengan batik ciprat karya teman-teman disabilitas," terangnya.

Sari ingat awal memutuskan untuk menggandeng pekerja disabilitas untuk memulai usahanya. Ketika kenal dengan komunitas tersebut, kondisinya cukup terpuruk karena pandemi covid-19 pada 2020. Waktu itu, ada pembatasan mobilitas hingga lockdown. Para perajin batik Rumah Kinasih pun berhenti produksi, ditambah lagi permintaan pasar nihil.

Sebaliknya, kala itu, semangat Sari untuk memulai bisnis fesyen berkelanjutan justru tengah menggebu. Ia memanfaatkan situasi dengan baik, menggandeng perajin disabilitas sekaligus mematangkan konsep usahanya. 

"Saat covid-19, teman-teman disabilitas dari Rumah Kinasih itu kan berhenti produksi, dan saya dapat cerita mereka itu galau karena di rumah enggak ngapa-ngapain dengan keterbatasannya mereka. Terus saya jadi terinspirasi menggunakan produk mereka, yaitu berupa batik ciprat," tutur Sari.

Kerja tak berakhir di saat pandemi saja. Sari meyakini, D’belel terus menyerap karya perajin disabilitas lokal. Ini pun senada dengan filosofinya memberikan nama merek D’belel. Ia memilih huruf D sebagai awalan merek karena itu adalah singkatan dari disabilitas. Belel sendiri mencerminkan jeans yang sudah lusuh atau pudar.

Namun, di tangan Sari, hasil buatan tangan tiap pekerjanya berubah menjadi produk baru yang cerah dan modis. Sisanya, ia menjabarkan, BELEL merupakan akronim dari Better, Environment, Life, Empathy, dan Love.

"Jadi D’belel, D-nya itu kan memang kepedulian kita terhadap karya teman-teman disabilitas," ungkapnya.

Datangkan Cuan Meski Menantang
Awal merintis usaha di 2021, Sari menjalani dua pekerjaan; berkarya dan sosialisasi. Dia sibuk mengenalkan sekaligus mengedukasi mengenai produk tas lebih ramah lingkungan. Dia mengaku membutuhkan perjuangan besar sampai bisa mempenetrasi pasar. Sebab, menurutnya, belum banyak masyarakat yang tertarik untuk membeli produk recycle dan upcycle. Alasannya, harga produk cenderung mahal alias pricey, sehingga target pasarnya pun baru segelintir.

Masyarakat, terutama di dalam negeri, belum teredukasi dengan baik mengenai fesyen berkelanjutan. Itu menjadi tantangan bagi Sari ketika merintis D’belel sekitar tiga tahun lalu hingga sekarang. 

"Karena kita butuh effort untuk menjual produk yang upcycle dan recycle seperti ini. Kita butuh ngiklanin, dan membuat konten-konten yang mengedukasi ya," kata Sari.

Dia berpersepsi,  cara menjual produk upcycle dan recycle paling tokcer adalah memajangnya di pameran. Orang-orang bisa melihat sekaligus memegang produk besutan D’belel secara langsung. Namun, tantangan berikutnya, mengikuti pameran juga butuh biaya dan kinerja bisnis yang mumpuni agar lolos kurasi.

Di sisi lain, dia mengakui,  banyak toko yang menggunakan platform media sosial untuk mempromosikan produknya. Namun bagi Sari, ajang seperti pameran masih menjadi wadah terbaik untuk menjual karyanya. Menurutnya, media sosial memang bagus untuk menjangkau konsumen lebih luas. Namun, ia khawatir produk lokal bakal kalah dengan produk fesyen dari China yang diiklankan lewat media sosial maupun marketplace.

Sari mengaku masih mempelajari jenis platform yang paling efektif untuk menjual produk sekaligus menggaet calon konsumen potensial. Sebab, selama ini cuan lebih banyak datang dari pameran, yang notabene lebih tersegmentasi.

"Target market kita ada di kota-kota besar, mereka yang sudah aware terhadap produk-produk ramah lingkungan. Sementara kita posisinya ada di kota kecil, jadi, kita masih terus belajar mana sih teknik pemasaran yang tepat," katanya.

Serangkaian tantangan itu tidak mematahkan semangat Founder D’belel ini. Ia tetap pada jalurnya, mengusung fesyen berkelanjutan dan mempromosikan sekaligus menjual produknya melalui berbagai platform, seperti website, WhatsApp, dan marketplace. Dulu, Sari memulai bisnis bermodalkan Rp15 juta dari kantong sendiri. Kini, UMKM D’belel bisa meraup omzet hingga Rp80 juta per tahun. Sementara dari segi penjualan, tas denim plus batik ciprat tembus terjual 1.000 pcs per tahun.

Sari mengakui,  dalam dua tahun saja bisnisnya sudah bisa balik modal. Namun, belum bisa mendatangkan cuan dengan nominal yang tetap tiap tahunnya. Keuntungan yang diperoleh dari D’belel masih fluktuatif, kadang naik dan kadang turun.

"Jumlah tasnya itu kan kadang ada yang kecil, ada yang besar, jadi kayaknya bisa lebih dari 1.000 pcs lah (per tahun). Ini saya baru kepikiran buat hitung jumlah itemnya, biasanya dari omzet saja," ujarnya sambil tertawa.

Pemberdayaan Perempuan
Sari juga menceritakan, modal Rp15 juta mendirikan D’belel dialokasikan untuk membeli berbagai barang penunjang usaha. Seperti, mesin jahit, ongkos kirim jeans, benang, kancing penutup alias ritsleting YKK, serta upah mendedel jeans dan penjahit. Tapi selain modal sendiri, D’belel pernah mendapatkan suntikan modal senilai Rp5,5 juta dari Yayasan Benih Baik Indonesia dan Grab Indonesia. Selain itu, memperoleh bantuan alat dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Blitar.

"Pendanaan dulu pasca covid dapat dari Benihbaik dan Grab senilai Rp5,5 juta, diwujudkan dengan beli mesin jahit. Lalu, ada bantuan alat dari Disperindag Kota Blitar," imbuh Sari.

Dia bersyukur omzet terus meningkat sepanjang 2021-2024, meski cuan dari D’belel tidak tetap tiap tahunnya. Saat tahun pertama usaha fesyen berkelanjutan itu berdiri, ia hanya meraup omzet Rp8 juta. Tetapi, ini membuatnya senang. Apalagi,  usahanya makin bergeliat pada 2022, karena jumlah konsumennya meningkat. Tahun itu, ia mendapat omzet sekitar Rp54-Rp60 juta.

Pada 2023, kinerja D’belel lebih tokcer lagi, hingga omzetnya tembus Rp80 juta. Sari menuturkan, omzet melonjak karena giat mengikuti pameran dalam negeri. Sementara tahun ini, ia menargetkan bisa menyentuh Rp90 juta. 

"Hampir akhir tahun, (omzet) masih Rp84 juta, ini naiknya tidak sampai 10% (dibandingkan 2023). Semoga bisa sampai Rp90 juta ya," tutur Founder D’belel.

Kini, hampir 4 tahun usaha D’belel berdiri, kini Sari menaungi 3 orang karyawan tetap yang bekerja di bagian produksi dan admin. Sementara itu, dia sendiri masih memegang kendali di bagian keuangan dan desain tas. D’belel juga menggaet sekitar 15 pekerja lepas yang terdiri dari penjahit khusus tas sebagai rekanan. Kemudian, ibu-ibu rumah tangga di sekitar lokasi produksi di Blitar untuk mendedel atau melepas jahitan jeans.

"Pakaian yang datang sebenarnya dalam kondisi bersih sudah cuci, tapi kan tetap saja selama perjalanan. Jadi kita tetap SOP-nya adalah dicuci dulu, kemudian didedel. Nah, itu kita memberdayakan ibu-ibu di sekitar sini," ungkap Sari.

Pendedel akan melepas jahitan celana jeans terlebih dahulu, agar bisa dipotong lalu dijahit menjadi tas, sesuai dengan desain yang diinginkan. Barulah dijahit bersamaan dengan kain batik ciprat. Waktu untuk memproduksi tas jadi pun berbeda-beda, tergantung modelnya. Sari menyebut, kira-kira butuh waktu 2 hari untuk membuat tas besutan D’belel. Oleh karena itu, ia menggandeng penjahit rekanan ketika terjadi lonjakan pesanan.

Harapan dan Target ke Depan
Lebih lanjut, Sari membeberkan beberapa target dan keinginannya di masa mendatang. Dia berharap makin banyak yang tertarik dengan produk unik D’belel, bahkan bisa mengenalinya dengan hanya melirik produknya saja. Di saat sama, Sari menargetkan untuk menyabet sertifikasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebesar 40%. Dengan begitu, produk besutan D’belel bisa menjadi prioritas untuk pengadaan barang dan jasa di pemerintahan sesegera mungkin.

"Kayak kementerian dan sebagainya kan sudah mulai menggunakan merchandise yang ramah lingkungan. Kami ketemu orang dari kementerian saat pameran, mereka minta kita bikin TKDN untuk bahan merchandise-nya mereka," tuturnya.

Dalam jangka panjang, sambung Sari, D’belel akan menjajakan produk fesyen berkelanjutan ke pasar ekspor. Namun, dia belum memetakan negara mana yang menjadi tujuan ekspor lantaran masih jauh prosesnya. Sementara,terhadap mereka yang ingin berwiraswasta, founder D’belel pun berpesan kepada masyarakat, agar jangan malu mengenakan brand lokal, terutama hasil olahan limbah fesyen. Ia menekankan, ini bukan lagi barang bekas, sebab semuanya menjadi baru setelah upcycle dan recycle. Old to be new, adalah jargon D’belel.

"Jadi ini loh, gunakan lahirnya produk baru dari sesuatu yang usang. Kami ingin orang-orang menggunakan produk-produk recycle untuk mulai aware terhadap produk-produk yang ramah lingkungan," tutup Sari.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar