c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

08 Juni 2023

17:55 WIB

Dari 34 Perusahaan, Baru 4 Smelter Yang Lakukan Hilirisasi Nikel

Empat unit smelter yang sudah menghilirisasikan nikel, yaitu PT Huayue Nickel Cobalt, PT QMB New Energy Material, PT Halmahera Persada, PT Kolaka Nickel Indonesia,

Penulis: Yoseph Krishna

Dari 34 Perusahaan, Baru 4 Smelter Yang Lakukan Hilirisasi Nikel
Dari 34 Perusahaan, Baru 4 Smelter Yang Lakukan Hilirisasi Nikel
Ilustrasi. Pekerja mengeluarkan biji nikel dari tanur dalam proses furnace di sebuah smelter. Antara Foto/Basri Marzuki

JAKARTA - Direktur Jenderal Industri Logam, mesin, Alat Transportasi, Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier menjabarkan kondisi terkini fasilitas pemurnian atau smelter nikel di Indonesia kepada Komisi VII DPR.

Dia mengakui dari 34 perusahaan yang mengoperasikan smelter, baru sekitar empat unit yang sudah menghilirisasikan komoditas tersebut. Keempat smelter itu diketahui telah memproduksi bahan baku kendaraan listrik.

Adapun perusahaan yang sudah melakukan hilirisasi nikel ialah PT Huayue Nickel Cobalt dengan produksi MHP 400 ribu ton per tahun, PT QMB New Energy Material 150 ribu ton per tahun, PT Halmahera Persada kapasitas 365 ribu ton per tahun, serta PT Kolaka Nickel Indonesia dengan kapasitas produksi MHP 120 ribu ton per tahun.

"Maka dari itu perlu pengembangan ke depan, perlu membalikkan situasi agar masuk lebih ke hilir dan ini perlu dukungan dari Komisi VII mengingat besarnya keperluan investasi," sebut Taufik dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR di Jakarta, Kamis (8/6).

Baca Juga: Bertujuan Jadi Pemain Besar Dunia, Ini Arah Hilirisasi Nikel Indonesia

Di sisi lain, Kemenperin sudah menyusun rule of thumb battery power per unit kendaraan listrik, dimana untuk EV roda dua sebesar 1,44 kWh dan mobil listrik sebesar 60 kWh.

Sedangkan untuk kebutuhan material per kWh terdiri dari nikel sebanyak 0,77 kg, serta mangan dan kobalt masing-masing 0,096 kg. Taufik menjabarkan bahwa 93% kebutuhan bahan baku itu ada di Indonesia sehingga kemampuan dalam negeri harus ditingkatkan.

"Sebanyak 7% sisanya itu Lithium kita perlu impor. Jadi di sini kita harus balikkan situasi, kita bangun di dalam negeri dan kuatkan kemampuan karena kita punya bahan baku itu semua," ucapnya.

Pemerintah pun sudah memperhitungkan nilai tambah yang begitu besar. Hal itu didapat dari proyeksi kebutuhan nikel untuk kendaraan listrik yang mencapai sekitar 25.133 ton pada 2025, 37.699 ton tahun 2030, dan 59.506 ton pada 2035 mendatang.

"Itu kapasitas nasional sudah mampu untuk menyuplai sehingga investasi pabrik baterai harus diperkuat untuk mendukung ekosistem kita. Hitungan keseluruhan akan menjadi nilai tambah nasional jika ekosistem EV di Indonesia, khususnya dari baterai berhasil kita bangun," kata dia.

Baca Juga: Indonesia Rampungkan Indeks Nikel Akhir Tahun Ini

Diketahui, cadangan bijih nikel di Indonesia telah terbukti mencapai sekitar 1,08 miliar ton. Namun, jumlah cadangan diperkirakan mencapai lebih dari itu, yakni sekitar 3,5 miliar ton. 

Namun demikian, kapasitas input bijih nikel dari smelter baik yang sudah beroperasi, dalam konstruksi, maupun feasibility study baru 196 juta ton.

Lebih lanjut, Taufik menjabarkan bahwa secara paralel pihaknya akan mengurus penguatan tata kelola smelter nikel beriringan dengan pengelolaan tata niaga oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.

"Tentu juga kami akan melakukan pengawasan seberapa besar butuh energi, pengaturan standar kawasan dan industri hijau, utamanya soal SNI produk supaya produk-produk hilirisasi nikel bisa punya daya saing internasional," tandas Taufik Bawazier.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar