24 September 2025
13:35 WIB
Dapat Rp55 T, ESDM Todong Investasi Bank Mandiri Untuk Green Energy
Kementerian ESDM berharap Bank Mandiri menyalurkan dana investasi untuk proyek EBT. Kucuran dana Rp55 triliun dari Menkeu untuk Bank Mandiri harus disuntikkan ke berbagai proyek EBT.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Perbankan Hijau dan Konsep Keuangan Lingkungan. Mewakili pengeluaran yang berkelanjutan. Shutterstock/Megane Ad
JAKARTA - Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi berharap Bank Mandiri menyalurkan dana investasi untuk proyek EBT.
Pasalnya, salah satu anggota Himbara ini baru saja mendapat injeksi likuiditas Rp55 triliun atau 27,5% dari total Rp200 triliun yang dikucurkan pemerintah beberapa waktu lalu.
"Ini mohon bantuan investasi. (Soal) investasi, ada pekerjaan rumah di Bank Mandiri dari Menkeu ya untuk menyalurkan, kan dapat 27,5% dari Rp200 triliun, ini menyalurkannya harus segera nih ke EBT," ujar Eniya dalam gelaran Green Energy Summit 2025, Jakarta, Selasa (23/9).
Baca Juga: Pembiayaan Berkelanjutan Bank Mandiri Capai Rp304,5 T Di Kuartal II/2025
Eniya mengingatkan, ada kebutuhan investasi sekitar Rp1.682 triliun untuk proyek EBT sektor ketenagalistrikan di RI. Jumlah itu menjadi bagian dari kebutuhan investasi Rp4.000 triliun yang termaktub dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2025-2034.
"Sektor ketenagalistrikan itu memang khusus untuk EBT Rp1.682 triliun. Jadi, Rp4.000 triliun itu tadi ada transmisi," imbuhnya.
Proyek pembangkit EBT, misalnya, ditargetkan bisa mencapai kapasitas 42 GW, diikuti pula dengan sistem penyimpanan energi (energy storage) yang juga termaktub dalam RUPTL.
"Sekarang, storage sudah ada di RUPTL. Jadi industri baterai itu bisa menargetkan market untuk ke PT PLN sebesar 10,2 GW," katanya.
Baca Juga: Teknologi dan Pembiayaan Masih Jadi Tantangan Utama Industri Hijau RI
Eniya meyakini, suntikan modal dari Bank Mandiri untuk proyek green energy bakal turut berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja hijau (green job). Ditegaskannya, kebutuhan lapangan kerja di Indonesia harus mulai diisi dengan lapangan-lapangan kerja yang berkaitan dengan energi bersih.
Dia kembali menyebut, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Blawan Ijen milik MedcoEnergi bisa jadi contoh nyata tingginya kebutuhan lapangan kerja. Pembangkit tersebut pada dasarnya hanya butuh 35 tenaga kerja, tapi masyarakat yang ingin mengabdi di PLTP Blawan Ijen mencapai 12.000 orang.
"Ini di plant-nya sendiri hanya butuh 35 orang, yang daftar tau enggak berapa? 12.000. Itu betul, luar biasa. Jadi, kita benar-benar kekurangan lapangan pekerjaan untuk industri (hijau)," jabar Eniya.
Kucuran Likuiditas Rp200 T Jangan Buat Energi Fosil
Asal tahu, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa telah mengucurkan dana yang selama ini disimpan di BI sebesar Rp200 triliun untuk perbankan pelat merah, yakni Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing mendapat Rp55 triliun; BTN Rp25 triliun; serta BSI Rp10 triliun.
Menurut Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira, ada kekhawatiran besar terkait pemindahan dana kas pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia (BI) ke Himbara.
Dia berpendapat bahwa dana tersebut berisiko lebih banyak disalurkan untuk proyek energi fosil, yang berpotensi menyebabkan kredit macet di masa depan. Bhima menyarankan agar pemerintah, khususnya Menkeu, lebih berhati-hati dan tidak menyerahkan sepenuhnya keputusan pembiayaan kepada Himbara.
Baca Juga: Puncak Emisi Digeser, Target RI Mundur dari 2030 ke 2035
Ia mendorong agar dibuat regulasi spesifik, seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yang mewajibkan dana tersebut digunakan untuk pendanaan iklim dan pengembangan sektor energi terbarukan (EBT).
Bhima beralasan, sektor EBT lebih prospektif karena berpotensi menciptakan hingga 19,4 juta lapangan kerja ramah lingkungan (green job) dalam 10 tahun ke depan, sehingga dana Rp200 triliun seharusnya didominasi untuk mendukung agenda transisi energi nasional.