18 November 2024
21:00 WIB
Cuan Manis Di Balik ‘Gahar’-nya Visualisasi Band Underground
"Kengerian" yang ditorehkan tangan Irfan Ramadhan dalam gambar ilustrasi menarik minat musisi-musisi band underground asal Negeri Paman Sam.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Rikando Somba
Irfan Ramadhan (26) saat mengerjakan artwork di kediamannya, Depok, Jawa Barat. (Validnews/Yoseph Krishna)
JAKARTA - Pria bercelana jeans, kaos hitam, jaket yang kancingnya terbuka, bersepatu sneakers, serta rambut panjang yang terurai sebahu menyapa hangat Validnews saat ditemui di cafe bilangan Depok, Jawa Barat, Jumat (8/11).
Dia adalah Irfan Ramadhan, sang ilustrator untuk kelompok musik atau band-band "bawah tanah" (underground). Jika Anda penikmat kelompok musik yang tak pernah terlihat di permukaan media mainstream dan berirama lebih keras dari rock biasa, Irfan adalah salah satu pembuat logo, cover album, hingga merchandise dari banyak band tersebut.
Irfan menjajakan jasanya kepada musisi-musisi underground sejak 2018 silam. Kala itu, dirinya membuat ilustrasi-ilustrasi yang ’gahar’, diunggah di Instagram, lalu mendapat perhatian dari band-band underground genre hardcore punk hingga black metal. Dia juga tak menyangka, karya-karya itu membuatnya kondang di belahan dunia sana.
Perjalanannya sebagai ilustrator dimulai ketika ada seseorang yang beberapa tahun lebih tua darinya menjadi ilustrator freelance terlebih dahulu. Merasa tertarik, Irfan pun berguru kepada orang tersebut dan dimulailah perjalanannya sebagai ilustrator lepas.
"Waktu itu coba-coba, dikasih tahu sama senior kita, diajarin cara-caranya. Sebetulnya lebih diajarin cara jadi marketing sebenarnya, jadi AE sendiri, ini sendiri juga kerjanya. Nah, mulai dari situ di 2018,” tutur dia.
Sedari awal, Irfan memang mengincar pasar band-band punk underground maupun brand clothingan yang menampilkan gambar-gambar menyeramkan. Unggahan di Instagram-nya sejak 2018 pun menunjukkan hasil karya ilustrasinya yang bertemakan black metal, hardcore punk, dan sejenisnya.
Tak hanya situ, dia juga mengincar klien-klien dari luar negeri, utamanya Amerika Serikat. Pasalnya, skena underground di Negeri Paman Sam itu dinilainya masih cukup ramai peminat.
”Pertama itu brand clothing dari luar. Dia reach saya sendiri via Instagram. Dahulu kan kita suka nulis hashtag di Instagram, dia liat dari situ, lalu DM saya,” tambah Irfan.
Sedari awal Irfan melihat seniornya bekerja secara sangat amat santai. Dari sini dirinya pun langsung tertarik dan ingin terjun di dunia yang sama.
“Saya follow illustrator dari Indonesia juga. Saya pikir wah seru ini kerjanya gambar, maksudnya enggak di kantor tapi di rumah menggambar sendiri,” katanya.
Hobi Sejak Kecil
Sejak duduk di bangku taman kanak-kanak (TK), hobi menggambar sudah ada dalam diri Irfan. Setiap kartun yang ditonton lebih dari 20-an tahun lalu itu ia coba gambar ulang di selembar kertas.
Kemudian, hobi ini tetap Irfan tekuni pada jenjang pendidikan berikutnya, mulai dari sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), sampai sekolah menengah atas (SMA).
“Mungkin dari situ ya jadi demen gambar, suka saja nyiptain visual, dari TK, SD, SMP masih tuh, SMA juga masih iseng corat-coret,” tambahnya.
Ketika lulus SMA, Irfan awalnya tidak mengetahui ada jurusan di jenjang pendidikan tinggi yang dapat mengakomodir hobinya. Ia hanya tahu, lulusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) saat SMA hanya bisa melanjutkan pendidikan tinggi ke jurusan manajemen, akuntansi, dan sebagainya.
“Walaupun awalnya memang tidak mau, atau tepatnya tidak tahu ada jurusan desain grafis. Dulu itu inginnya masuk Manajemen UI, tapi mana mungkin ya,” ucapnya sembari bercanda.
Begitu sadar dan tahu sudah banyak kampus yang menyediakan jurusan desain grafis, desain komunikasi visual, dan sejenisnya, barulah Irfan sadar hobinya bisa diperdalam lewat jalur akademis.
Alhasil, berlanjutlah pendidikan Irfan ke Politeknik Negeri Jakarta (PNJ) untuk menempuh pendidikan D4 Desain Grafis pada 2016 silam.
“Mungkin kita dulu tidak tahu tuh ada kuliah yang seperti itu. Dahulu, informasinya belum seterbuka sekarang, yang kita tahu SMA IPS ambilnya manajemen, akuntansi, bahasa, gitu- gitu lah. Makanya pas masuk kampus desain grafis ini semakin terbuka, semakin seru,” jabar Irfan.

Mulai Komersil
Dua tahun perkuliahan, Irfan banyak punya teman. Salah satunya, kerabat yang juga menempuh studi di tempat yang sama dijadikannya sebagai contoh nyata bakat seninya bisa dikomersilkan lebih lanjut.
Diakui Irfan, pasar luar negeri memang menjadi incarannya sejak awal berkarier sebagai ilustrator lepas. Pasalnya, sebelum 2020, masih belum banyak orang Indonesia yang bisa memberi apresiasi terhadap karya seni seperti yang digarap Irfan.
Ia bertutur, beberapa tahun lalu, masih ada anggapan ’Yaelah, gambar gitu doang masa mahal banget’ dari masyarakat Indonesia. Namun, kini sudah ada peningkatan kesadaran dari orang-orang dalam negeri akan sulitnya menciptakan sebuah karya.
Pada 2018, perlahan dia me-rebranding akun instagramnya (@hailraw) dari akun pribadi menjadi akun ilustrator profesional. Tak butuh waktu lama, Irfan langsung dapat pesanan dari brand clothing asal Amerika Serikat.
”Tidak tahu ya kecil atau besar, tetapi followers brand itu di Instagram sudah di atas 10 ribu akun lah,” papar Irfan. Hashtag menjadi jurus Irfan untuk menjaring calon klien dari Instagram kala itu. Hingga saat ini, dirinya pun masih mengandalkan platform tersebut untuk menjajakan bakatnya.
Kemudian, Instagram yang kini sudah terkoneksi dengan Facebook membuat jejaring pemasarannya lebih luas lagi. Di dua platform ini, hasil karyanya juga bisa dilihat banyak orang.
Tak heran, saat ini ada sekitar 80% pesanan yang Irfan garap datang dari luar negeri. Sementara itu, 20% sisanya barulah dari Indonesia.
”Akhir 2022 ke sini lah sudah mulai meningkat. Kalau dulu kan yang tahu-tahu saja bahwa artwork harus dibayar sesuai. Kalau sekarang, alhamdulillah sudah mulai mengerti,” imbuh Irfan.
Soal tarif, tak ada harga resmi yang dipatok Irfan mengingat harga karya seni amat sangat relatif. Pesanan termurah untuk pasar dalam negeri yang pernah digarapnya senilai Rp300 ribu, sedangkan yang termahal mencapai Rp750 ribu. Untuk pasar luar negeri, terendah yang pernah ia ambil adalah pesanan dengan nilai US$20 dan pesanan tertinggi mencapai US$250.
Dalam sebulan, pendapatannya pun juga tak menentu. Irfan menggambarkan cuan terkecil yang ia kantongi dalam sebulan hanya separuh dari UMR DKI Jakarta. Di sisi lain, ketika pesanan ramai, dia bisa mengantongi lebih dari Rp10 juta, tetapi masih di bawah Rp20 juta.
”Paling tinggi itu berapa ya, dua digit lah, tapi tidak sampai Rp20 juta,” ucapnya.
Jika ada yang berpikiran bisnis yang dijalani Irfan sama sekali tanpa modal, maka salah besar. Piranti untuk membuat ilustrasi pun harus masuk ke hitungan modal, seperti paint tab, laptop, dan lain sebagainya.
”Kalau dulu laptop hanya untuk gambar tidak terlalu berat ya. Mungkin total awal-awal sekitar Rp15 juta. Tapi sekarang ini sudah naik lah (perangkat), kebutuhan sudah makin cepat, harus lebih canggih,” jelas Irfan.
Pengerjaan Artwork Dan Kebutuhan
Dia menceritakan bagaimana kebiasaan kesehariannya bekerja. Pekerjaannya dimulai dari calon klien yang menghubunginya lewat direct message (DM) di Instagram. Setelah berbincang terkait gambar apa yang diminta calon klien serta harga yang dipatok, barulah Irfan menggarap sketsanya.
Setelah sketsa usai digarap dan dilihat oleh calon klien, Irfan mempersilakan calon klien untuk meminta revisi secara gratis dan sesuka calon klien. Tapi ketika calon klien sudah cocok dengan sketsa yang ia buat, barulah Irfan menerima uang muka 50% dari harga yang sudah disepakati.
”Kalau tidak ada revisi, klien kasih DP. Lalu sudah jadi nih, sudah final, ada kesempatan revisi dua kali gratis. Lebih dari itu, kena charge,” katanya.
Dalam satu artwork, Irfan paling cepat menggarapnya dalam waktu 2-3 hari. Sementara itu, pesanan terlama yang pernah ia garap sekitar satu pekan.
”Bisa saja cepat, tapi capek kalau benar-benar digas terus. Bisa saja sehari jadi, tapi badan kayak ditonjok satu batalion kompi ABRI hahaha,” seloroh Irfan.
Selain menggarap ilustrasi atas pesanan klien, Irfan juga tetap berkarya dengan membuat gambar atas imajinasinya sendiri dan tetap dipajang di Instagramnya. Tak jarang, ada saja yang tertarik dengan karya liarnya itu, lalu melayangkan penawaran. Biasanya, gambar tersebut digunakan untuk dicetak di kaos dan lain sebagainya.
Kemudian, untuk pesanan, Irfan mempersilakan klien-nya untuk request gambar apapun. Umumnya, jika pesanan datang dari band-band underground, mereka menjadikan penggalan lirik lagu sebagai ide untuk desain artwork.
”Biasanya dari lirik. Dia kasih album, satu album itu ada penggalan lirik, atau dari judul lagunya, nah dari situ diambilnya (ide). Kalau di desain grafis istilahnya brainstorm,” kata dia.
Secara fundamental, Irfan saat ini fokus menggarap desain untuk cover album, merchandise, hingga poster untuk gigs-gigs underground di luar negeri. Hal itu ia lakukan sejak tahun 2020 ke atas. Padahal, pada awal berkarier, dirinya justru lebih sering menggarap pesanan untuk brand clothing dengan gambar-gambar gaharnya.
Ke depannya, Irfan meyakini bekerja sebagai ilustrator lepas masih tetap menjanjikan selama masih ada sambungan internet. Saluran daring, utamanya media sosial disebutnya memegang peranan penting untuk menjangkau klien.
Andai teknologi mati ke depannya pun, bisnis ilustrator masih akan tetap menjanjikan jika acara-acara musik masih tetap menggema di bawah gemuruh sibuk dan macetnya kota-kota besar.
“Walau internet sudah mati, tapi musik tetap ada, datang ke gigs, kenalan, itu bisa tawarin artwork. Juga, selama tangan masih bisa menggambar, gas terus,” tegas Irfan dengan nada optimistis.
Hal itu ia rasakan langsung. Irfan menceritakan beberapa kali dia mendapat klien atas dasar rekomendasi dari pelanggan yang pernah menggunakan jasanya.
”Band datang manggung pasti membawa kaos untuk jualan juga. Nah, kadang ada yang dm ’gue tau nih dari band ini katanya bikin sama lu, berapa kira-kira, gue mau bikin juga?. Jadinya lebih dikenal dari mulut ke mulut,” tandas Irfan.