c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

EKONOMI

10 September 2025

19:49 WIB

CISDI Minta Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis

Menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan dikhawatirkan meningkatkan angka penderita penyakit tidak menular.

Penulis: Ananda Putri Upi Mawardi

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">CISDI Minta Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis</p>
<p id="isPasted">CISDI Minta Pemerintah Segera Terapkan Cukai Minuman Berpemanis</p>

Berbagai macam minuman berpemanis di Supermarket. Sumber: Shutterstock/dok

JAKARTA - Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) meminta pemerintah untuk segera menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). CISDI menyebutkan, wacana cukai MBDK sudah digulirkan sejak tahun 2016, tapi penerapannya terus ditunda. Hal ini dikhawatirkan akan meningkatkan angka penderita penyakit tidak menular (PTM).

"Kami meyakini bahwa MBDK sudah menjadi barang yang harus dikenakan cukai, karena peredarannya perlu diawasi dan juga pemakaiannya menimbulkan efek yang negatif bagi masyarakat," terang Health Economics Research Associate CISDI, Muhammad Zulfiqar Firdaus, dalam acara Focus Group Discussion (FGD) dan media roundtable di Jakarta Selatan, Rabu (10/9).

Dia menjelaskan, penundaan cukai MBDK akan memperburuk krisis kesehatan masyarakat. Menurut studi CISDI pada 2024, tidak diterapkannya cukai MBDK berpotensi menimbulkan 8,9 juta kasus baru diabetes tipe 2 dan 1,3 juta kematian akibat diabetes tipe 2 dalam waktu 10 tahun ke depan.

Baca Juga: LPEM UI: Potensi Cukai Minuman Berpemanis Capai Rp6,25 Triliun

Studi yang sama juga menunjukkan, penerapan cukai MBDK sebesar 20% berpotensi mencegah 3,1 juta kasus baru diabetes tipe 2 dan 455.310 kematian akibat diabetes tipe 2. Selain itu, studi CISDI pada 2023 menunjukkan, penerapan cukai sebesar 20% mengurangi biaya pengobatan diabetes tipe 2 sebesar Rp24,9 triliun.

Di samping itu, Zulfiqar mengatakan pemerintah perlu membuat kebijakan yang komprehensif untuk mengendalikan konsumsi gula. Artinya, pemberlakuan cukai MBDK perlu dilengkapi dengan penerapan label peringatan di depan kemasan, pembatasan pemasaran produk pangan tinggi garam, gula, dan lemak (GGL), serta penerapan cukai untuk produk tinggi natrium.

Sementara itu, Quantitative Research Officer CISDI, Salsabil Rifqi Qatrunnada menambahkan, MBDK perlu menjadi perhatian karena banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsinya. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, sebanyak 47,5% penduduk Indonesia mengonsumsi MBDK lebih dari satu sajian per hari.

Tak hanya itu, konsumsi MBDK juga marak di seluruh kalangan masyarakat, tanpa melihat latar belakang ekonomi maupun kelompok usia. Hal ini terjadi karena MBDK dapat diakses dengan mudah, rasanya dianggap enak, dan harganya murah.

Baca Juga: Pemerintah Berencana Terapkan Cukai MBDK di 2025

Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Anas Ma'ruf mengatakan, berdasarkan hasil pembahasan antara Komisi XI DPR RI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), cukai MBDK baru akan diterapkan pada tahun 2026. Saat ini, aturan penerapan cukai MBDK juga masih terus dibahas oleh lintas kementerian/lembaga.

Anas menjelaskan, ada beberapa hal yang masih belum menemukan titik final. Salah satunya adalah standar kandungan gula dalam MBDK yang akan dikenakan cukai.

"Kami belum bisa sampaikan saat ini (detail aturannya), karena tentu kita akan ketemu lagi dengan teman-teman terutama di Kementerian Keuangan, baik di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai maupun di Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal," tutup Anas.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar