c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Desember 2022

18:25 WIB

CIPS: Masih Banyak Tantangan Ketertelusuran Sawit di Indonesia

CIPS menyebut masih banyak tantangan ketertelusuran sawit di Indonesia. Urgensi persyaratan ketertelusuran semakin meningkat dan merupakan permintaan oleh konsumen global saat ini.

Penulis: Khairul Kahfi

CIPS: Masih Banyak Tantangan Ketertelusuran Sawit di Indonesia
CIPS: Masih Banyak Tantangan Ketertelusuran Sawit di Indonesia
Foto udara pembukaan lahan baru dan perkebunan kelapa sawit di kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil Desa Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah, Aceh, Minggu (24/10/2021). Antara Foto/Syifa Yulinnas

JAKARTA – Pemerintah disarankan dapat mempermudah tercapainya tingkat ketertelusuran atau traceability komoditas dan produk minyak sawit. Caranya, dengan mempertajam permintaan data dan keterbukaan informasi untuk perizinan konsesi lahan dan integrasi sistem penelusuran lembaga sertifikasi sawit berkelanjutan yang ada. 

Head of Agriculture Research dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menjelaskan, urgensi persyaratan ketertelusuran semakin meningkat dan merupakan permintaan oleh konsumen global saat ini.

“Tantangan ketertelusuran masih banyak di Indonesia, di mana data luasan kebun kelapa sawit saja masih berbeda-beda, tumpang tindih, atau bahkan seringkali jauh dari angka yang semestinya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (16/12).

Baca Juga: Mukomuko Targetkan Peremajaan 1.000 Hektare Sawit Pada 2023

Meningkatnya kesadaran akan isu lingkungan, sosial, serta hak asasi manusia, terutama di negara-negara konsumen utama minyak sawit, telah mendorong konsumen minyak nabati ini untuk semakin menuntut ketertelusuran produk yang jelas.

Konsumen merasa berhak mengetahui apakah minyak sawit atau produk pangan dan pertanian lainnya yang ingin mereka konsumsi, telah diproduksi dan diolah secara berkelanjutan.

Organisasi Standar Internasional (ISO) mendefinisikan ketertelusuran, sebagai kemampuan menelusuri sejarah, penerapan, atau lokasi dari produk yang sedang diperhatikan.

Sementara, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menjelaskan, ketertelusuran sebagai kemampuan menelusuri pergerakan bahan pangan melalui tahap-tahap produksi, pengolahan, dan distribusi.

“Di Indonesia, tantangan penelusuran produk pangan dan pertanian, termasuk minyak sawit, terutama terletak pada permasalahan tumpang tindih kepemilikan lahan. Terjadi antara lain karena kelemahan kebijakan tata kelola lahan dan peraturan konsesi, serta ketiadaan peta tunggal yang dapat diterima semua pihak,” urainya.

Data mengenai kebun sawit dapat diperoleh dari data yang diajukan untuk memperoleh Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B), bagi kebun dengan luas di bawah 25 hektare atau izin lokasi untuk penanaman modal bagi kebun dengan luas di atas 25 hektare.

Dari proses itu, sebut Aditya, pemerintah bisa mendapatkan daftar informasi luas kebun, pemilik, lokasi, dan informasi dasar lainnya, termasuk untuk kebun petani swadaya. Melalui izin lokasi, pemerintah dapat memiliki informasi dasar mengenai pemilik, luasan, dan jenis usaha serta rencana pemanfaatan/pengembangannya.

Bisa Andalkan Skema Yang Ada
Selain itu, ketertelusuran pada rantai pasok minyak sawit juga dapat didukung melalui harmonisasi dua skema sertifikasi minyak sawit berkelanjutan, yaitu Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). 

Sistem rantai pasok minyak sawit, dari tandan buah segar hingga produk di tangan konsumen, Aditya merasa masih cukup panjang. Bila dibandingkan dengan komoditas perhutanan atau pertanian lainnya bisa melalui 5-6 tahap pengolahan.

Saat ini, sistem penelusuran minyak sawit RSPO yang terintegrasi baru mencakup dari pabrik pengolahan tandan buah segar sampai kepada penyulingan/pedagang/ pabrikan/pengolahan. Belum menyentuh hingga perkebunannya sendiri.

“Sebaliknya, ketertelusuran ISPO baru mencakup dari perkebunan sampai pabrik pengolah tandan buah segar dan belum menyentuh sisi rantai pasok yang lebih hilir,” ucapnya.

Baca Juga: Minyak Sawit Juga Bisa Menggantikan Cokelat

Mengingat kedua sistem sertifikasi keberlanjutan ini masing-masing mencakup tahapan berbeda dari mata rantai pasok minyak sawit, Aditya menjelaskan, menjadi logis untuk mencoba mengharmonisasikan keduanya untuk menghasilkan ketertelusuran yang menyeluruh. 

“Pemerintah dapat mengambil inspirasi dari proses harmonisasi dua skema sertifikasi produk kayu dan perhutanan berkelanjutan, Forest Stewardship Council (FSC) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang sudah lebih dulu dimulai,” saran Aditya.

Kinerja Ekspor Produk Unggulan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per November 2022 Indonesia berhasil mengekspor minyak kelapa sawit senilai US$2,34 miliar. Harga ini berasal dari pengapalan komoditas terkait sebanyak 2,73 ton dengan asumsi harga berkisar US$945,74/mt di dunia.

BPS juga mencatat, komoditas minyak kelapa sawit yang termasuk dalam komoditas unggulan Indonesia mengalami penurunan kinerja pada bulan ini, disusul oleh komoditas batubara dan gas alam. Hanya, komoditas besi dan baja yang mengalami peningkatan kinerja karena kenaikan harga komoditas.

Lebih lanjut, pelemahan kinerja ekspor komoditas minyak kelapa sawit serta batubara lebih disebabkan karena penurunan volume, sedangkan kinerja pengapalan gas alam yang menurun lebih disebabkan karena penurunan harga di tingkat global. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar