c

Selamat

Selasa, 16 April 2024

EKONOMI

19 Agustus 2021

20:10 WIB

CIPS : Kunci Pertanian Masa Depan Dengan Tingkatkan Produktivitas

Produktivitas menyasar tantangan mendasar pertanian selanjutnya; pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Dian Kusumo Hapsari

CIPS : Kunci Pertanian Masa Depan Dengan Tingkatkan Produktivitas
CIPS : Kunci Pertanian Masa Depan Dengan Tingkatkan Produktivitas
Petani membersihkan rumput di sekitar tanaman umbi porang di Kelurahan Lepolepo, Kendari, Sulawesi Tenggara. ANTARA FOTO/Jojon/aww.

JAKARTA - Peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura mutlak diperlukan, baik dari segi lahan maupun tenaga kerja. Sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan di sektor pertanian.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Aditya Alta menyebut, nantinya tantangan di sektor pertanian muncul  akibat pertumbuhan penduduk yang cepat serta semakin terbatasnya lahan.

Lainnya, peningkatan produktivitas juga dapat menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Sebagai gambaran, saat ini petani Indonesia didominasi oleh petani kecil atau petani gurem.

"Data BPS 2019 menunjukkan, sebanyak 58,73% rumah tangga pertanian menggarap lahan yang luasnya lebih kecil dari 0,5 ha. Mereka ini tergolong petani gurem,” jelas Aditya dalam webinar 'Memajukan Kesejahteraan Petani Tanaman Pangan dan Hortikultura', Jakarta, Kamis (19/8).

Dirinya menjabarkan, beberapa tantangan yang dihadapi petani antara lain adalah terbatasnya kesempatan kerja di pedesaan. Lalu, menurunnya jumlah rumah tangga yang memiliki lahan pribadi, menyebabkan semakin banyak petani yang menjadi buruh tani tanpa lahan.

Teranyar BPS melaporkan, per Juli 2021, upah nominal buruh tani meningkat sebesar 0,06% (mom), dari Rp56.794/hari menjadi Rp56.829/hari. Kendati, upah riil buruh tani mengalami penurunan 0,08% (mom), dari Rp52.694/hari menjadi Rp52.653/hari.

Sementara itu, Aditya juga menilai, petani juga kurang mendapat akses input pertanian yang berkualitas. Padahal, akses kepada input pertanian berkualitas dapat membantu peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura.

Statistik menunjukkan, beberapa tanaman pangan dan hortikultura cenderung melandai beberapa tahun terakhir. Seperti produktivitas padi yang hanya 5 ton gabah kering giling/ha; lalu kedelai yang berkisar 1,5 ton biji kering/ha; dan bawang merah sebanyak 10 ton/ha.

Sementara itu, produktivitas jagung menunjukkan tren peningkatan dengan capaian 5,5 ton pipilan kering/ha pada 2019.

"Belajar dari kesuksesan peningkatan produktivitas tanaman jagung, salah satu upaya yang dapat pemerintah lakukan untuk mendorong produktivitas tanaman padi adalah dengan meningkatkan skala penggunaan varietas unggul, khususnya padi jenis hibrida," bebernya.

Kendati begitu, hingga kini dirinya menyayangkan tingkat penerimaan petani terhadap benih padi hibrida masih sangat rendah. Begitu pun dengan program-program subsidi dan bantuan masih menemui kendala.

Mulai dari kelangkaan pupuk, disparitas harga dan penciptaan secondary market, pilihan yang terbatas, overdosis urea dan pemupukan tidak seimbang, hingga kurangnya penggunaan benih unggul dan anggaran yang besar.

Fokus Input Tani

Ke depan, pihaknya merekomendasikan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petani lewat input pertanian.

Pertama, perlunya akses kepada pembayaran langsung atau direct payment ke petani untuk input pertanian. Upaya ini dapat menghilangkan disparitas harga karena subsidi, memberikan akses pilihan jenis input yang lebih banyak, menghindari insentif yang tidak tepat, sekaligus mendorong untuk mengkombinasikan pembelian sesuai kebutuhan optimal.

Sementara itu, dukungan sisi suplai input dapat dilakukan melalui pengembangan varietas unggul baru, relaksasi impor bahan baku pupuk/benih tetua/benih sumber.

Selanjutnya, sektor pertanian juga membutuhkan investasi pada infrastruktur pendukung seperti jalan, listrik, saluran irigasi, internet, akses ke pelabuhan.

“Peningkatan kapasitas dan pengetahuan petani juga diperlukan melalui kegiatan penyuluhan, baik yang disediakan pemerintah maupun swasta,” tambahnya.

Dibutuhkan juga manajemen kelembagaan dan usaha petani; seperti kelompok tani atau Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) yang lebih formal dan profesional.

"Serta mengevaluasi bantuan input dan peralihan dukungan secara berkala terhadap penyediaan barang publik dan perlindungan sosial," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar