30 November 2023
18:42 WIB
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Editor: Fin Harini
JAKARTA - CEO dan Founder Hypefast, Achmad Alkatiri, mengatakan pelaku usaha kecil dan menengah sering mengalami masalah pada pengembangan produk dan inovasi. Belakangan ia melihat banyak UMKM yang masih bergantung pada produk dari produsen besar.
"Keuangan itu mungkin bukan masalah utama ya, itu mungkin no 3 atau 4. Mereka banyak bingung di produk, seperti mungkin apa yang dibutuhkan oleh market, tapi market yang dituju terlalu kecil. Jadi itu bukan mass market product," katanya saat ditemui validnews, Rabu (29/11).
Meski begitu menurutnya tidak ada yang salah dari berbisnis pada produk seperti non mass market product. Hanya saja, jika berharap melakukan bisnis di area tersebut dengan skala menjadi sebuah bisnis berpenghasilan Rp50 miliar sebulan, menurutnya ini akan sulit.
"Jadi ini mengenai pilihan, apakah mereka mau membangun bisnis yang kecil tapi benar-benar mereka punya passion di situ atau mereka mau membangun bisnis yang skalanya mass," ujarnya.
Baca Juga: Dari 98% UMKM di e-Commerce, Hanya 6% yang Menjual Produk Sendiri
Berdasarkan Indeks Penetrasi Produk UMKM Lokal di Lokapasar Indonesia, sebanyak 98,2% toko di platform e-commerce merupakan UMKM, dengan dominasi pengusaha dari Pulau Jawa.
Dari 98,2% itu, hanya 6,28% yang memproduksi dan menjual barang sendiri alias UMKM manufaktur. Sisanya adalah UMKM penjual atau retail.
Dalam kesempatan terpisah, Executive Director Indonesian e-Commerce Association (idEA), Arshi Adini mengatakan UMKM yang merupakan produsen, reseller, hingga dropshipper bukanlah suatu masalah besar.
"Asalkan mereka bersaing dengan harga yang kompetitif. Sebenarnya kalau dari kita, platform ini melakukan hilirisasi, mereka membuka akses sebesar-besarnya kepada UMKM," katanya saat ditanya Validnews, Kamis (30/11).
Menurutnya saat ini e-commerce di Indonesia sudah berusaha untuk mengutamakan dan mengoptimalkan UMKM yang memiliki produk sendiri, caranya dengan penggunaan legalitas seperti Nomor Induk Berusaha (NIB) saat berjualan di platform.
"Mostly kita untuk produk-produk UMKM itu kita mengutamakan produk mereka. Karena di luar itu, kalau member idEA sudah menutup penjualan produk dari luar negeri," imbuhnya.
Baca Juga: Kepala LPEM UI: Hanya Sedikit Pelaku UMKM Yang Naik Kelas
Di Hypefast sendiri, Achmad mengatakan, pihaknya sering kali memberikan edukasi pada UMKM bagaimana cara mengubah kesempatan menjadi peluang agar bisa memiliki brand sendiri. Lewat Educuan, UMKM bisa memanfaatkan e-commerce sebagai wadah pemasaran yang efektif.
"Kita sudah terlalu lama menjadi manufacture country, padahal kita tahu kalau dengan adanya berbagai e-commerce ini membuat sebuah opportunity untuk bisa membangun brand atau membangun Indonesia ini menjadi brand country," kata dia.
Ia menyarankan agar UMKM harus bisa lebih peka lagi pada kebutuhan pasar saat ini dan tidak bergantung hanya pada akses didekatnya.
"UMKM harus bisa melihat celah sebelum mulai menentukan usaha. Mereka harus tahu keuntungan bagi pembeli apa? Karena ini penting ditentukan di awal," sebutnya.