c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

04 September 2025

14:42 WIB

Burden Sharing, BI-Pemerintah Berbagi Beban Bunga Utang Program Asta Cita

Bank Indonesia sepakat melakukan pembagian beban bunga utang (burden sharing) dengan pemerintah, untuk mengurangi beban biaya terkait program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita.

Editor: Khairul Kahfi

<p><em>Burden Sharing</em>, BI-Pemerintah Berbagi Beban Bunga Utang Program Asta Cita</p>
<p><em>Burden Sharing</em>, BI-Pemerintah Berbagi Beban Bunga Utang Program Asta Cita</p>

Gubernur BI Perry Warjiyo berbincang dengan Menkeu Sri Mulyani di sela rapat kerja pengesahan tingkat pertama RAPBN 2020 di Ruang Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/9/2019). Antara Foto/M Risyal Hidayat/ama/aa

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) menyampaikan, pembagian beban bunga utang (burden sharing) dilakukan dalam bentuk pemberian tambahan bunga terhadap rekening pemerintah yang ada di bank sentral.

Hal ini sejalan dengan peran BI sebagai pemegang kas Pemerintah sebagaimana Pasal 52 UU Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana terakhir diubah dengan UU No. 4 Tahun 2023 tentang P2SK juncto Pasal 22 serta selaras dengan Pasal 23 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

“Selain itu, besaran tambahan beban bunga oleh Bank Indonesia kepada pemerintah tetap konsisten dengan program moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian dan bersinergi untuk memberikan ruang fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan meringankan beban rakyat,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso, Jakarta, Kamis (4/9) melansir Antara.

Baca Juga: Hingga Agustus, BI Telah Borong SBN Capai Rp186,06 Triliun

Ramdan menjelaskan, bank sentral sepakat untuk melakukan burden sharing dengan pemerintah untuk mengurangi beban biaya terkait program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita.

Pembagian beban bunga utang (burden sharing) dilakukan dengan membagi rata biaya bunga atas penerbitan SBN untuk program pemerintah terkait perumahan rakyat dan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP), setelah dikurangi penerimaan atas penempatan dana pemerintah untuk kedua program tersebut di lembaga keuangan domestik.

Dia menegaskan, sinergi kebijakan fiskal dan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi tetap mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan fiskal dan moneter yang prudent serta tetap menjaga disiplin dan integritas pasar (market discipline and integrity).

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengarahkan pencapaian Asta Cita pada program-program ekonomi kerakyatan, termasuk program perumahan rakyat dan KDMP.

Sementara itu, dukungan BI dilakukan melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan berbagi beban bunga utang (burden sharing) dengan pemerintah untuk program-program yang ditetapkan oleh pemerintah tersebut.

“Dukungan BI ditempuh tetap sesuai dengan kaidah kebijakan moneter yang berhati-hati (prudent monetary policy),” kata Ramdan.

Dia menambahkan, pembelian SBN di pasar sekunder juga dilakukan secara terukur, transparan, dan konsisten dengan upaya menjaga stabilitas perekonomian sehingga terus menjaga kredibilitas kebijakan moneter.

Hingga akhir Agustus 2025, BI telah membeli SBN sebesar Rp200 triliun, termasuk pembelian di pasar sekunder dan program debt switching dengan pemerintah sebesar Rp150 triliun.

Baca Juga: Sudah Beli SBN Rp150 T, BI Berkomitmen Untuk Lanjut Beli

Dia menyampaikan, BI akan terus melakukan sinergi dengan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita pemerintah, dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian.

Dalam kaitan ini, bauran kebijakan BI akan disinergikan dengan kebijakan fiskal, termasuk melalui pembelian SBN di pasar sekunder dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang telah mencapai Rp384 triliun sampai dengan akhir Agustus 2025.

“Selain itu, kebijakan digitalisasi sistem pembayaran terus diakselerasi guna mendorong pertumbuhan ekonomi,” katanya.

Secara keseluruhan, kebijakan moneter diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas perekonomian.

“Arah kebijakan ini ditempuh mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global yang belum kuat dan pertumbuhan ekonomi domestik yang masih di bawah kapasitasnya,” kata Ramdan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar