c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

14 April 2022

21:00 WIB

Budaya, Perlu Lestari Dan Monetisasi

Potensi besar belum terwujud. Sumbangan produk kebudayaan bagi perekonomian masih belum digali optimal

Penulis: Yoseph Krishna, Khairul Kahfi, Wiwie Heriyani

Editor: Fin Harini

Budaya, Perlu Lestari Dan Monetisasi
Budaya, Perlu Lestari Dan Monetisasi
Budayawan Mas Nanu Muda mengambil air menggunakan bambu saat ritual upacara Tradisi Ngalokat Cai di Situ Cileunca, Pangalengan. ANTARA FOTO/Novrian Arb

JAKARTA – Indonesia tidak hanya kaya dengan keanekaragaman hayatinya. Negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke ini nyatanya juga kaya akan ragam budaya. Tiap suku bangsa hadir dengan keunikan tersendiri.

Potensi menjadikan budaya sebagai penyumbang ekonomi sangat terbuka luas. Beragam makanan mulai dari getuk di Jawa hingga rendang Minang yang telah mendunia; helaian wastra nusantara dari batik hingga tenun dengan teknik dan corak khas masing-masing suku; ukiran dan pahatan; dan panggung-panggung yang menyuguhkan tarian atau pertunjukan lain, semua punya nilai ekonomi. Potensi uang yang mengalir seiring semarak pertunjukan maupun penjualan produk kreatif itu tak bisa dibilang sedikit.

Sayangnya, sengatan pandemi membuat perputaran uang di sektor ekonomi kreatif ini tersendat. Aneka kegiatan budaya khususnya, bak demam disengat covid-19 dan terpaksa rebahan.

Riset Ditjen Kebudayaan Kemdikbud RI pada Agustus 2021 menemukan fakta kegiatan kebudayaan sangat menurun. Bahkan, ada 65% pelaku budaya yang sudah tidak bekerja.

Dan, sekitar 70% ruang publik dan organisasi kebudayaan tidak aktif alias tak pernah berkegiatan. Sebagiannya berpindah ke media sosial, namun skalanya sangat terbatas. Akibatnya, pendapatan pelaku budaya menurun hingga 70%.

Pemerintah pun urun langkah agar potensi ekonomi ini bisa kembali bergeliat. Salah satunya dengan dana abadi kebudayaan, lebih dikenal dengan Dana Indonesiana. Utamanya, dana tersebut dialokasikan khusus untuk merevitalisasi kembali kegiatan ekspresi budaya nusantara yang cukup terpuruk dalam beberapa tahun terakhir.

Dilansir dari laman resmi Kemenko PMK, dana abadi tersebut merupakan dana pokok dari Dana Indonesia yang tidak akan digunakan dan akan diinvestasikan selamanya. Dana pokok tersebut akan ditambah dan diakumulasikan dari tahun ke tahun. Hasil pengelolaan atau bunga dari dana pokok, setiap tahunnya digunakan untuk mendukung kegiatan pemajuan kebudayaan.

Potensi Ekonomi
Head of Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda mengatakan, kebudayaan Indonesia merupakan salah satu kebudayaan yang paling kaya dan paling berciri khas di dunia. Karenanya, kebudayaan tiap daerah itu memiliki potensi yang cukup tinggi untuk menyejahterakan masyarakat setempat itu sendiri, mulai dari ujung Timur hingga ke ujung Barat.

Sayangnya, potensi besar itu belum terwujud. Nailul menilai, produk kebudayaan yang cukup berpengaruh terhadap perekonomian sejauh ini masih didominasi sektor makanan dan minuman. Berdasarkan data ekonomi kreatif 2015, sebanyak 42% produk ekonom kreatif Indonesia berupa makanan dan minuman.

Untuk yang terkait dengan kebudayaan yaitu kriya, seni pertunjukkan, dan seni rupa masing-masing adalah 16%, 0,3%, dan 0,2%.

Karena itu, Dana Abadi Indonesiana dinilai menjadi salah satu program yang tepat untuk meningkatkan potensi di sektor kebudayaan.

“Seni pertunjukkan dan seni rupa yang erat kaitannya dengan kebudayaan kita ternyata belum terlalu signifikan terhadap perekonomian. Makanya memang butuh beberapa program. Salah satunya adalah Dana Abadi. Dana Abadi Indonesiana ini oke kalau menurut saya, sepanjang penggunaannya memang tepat untuk sektor-sektor kebudayaan,” ujar Nailul, saat dihubungi Validnews, Selasa (12/4).

Selain dengan memanfaatkan dukungan Dana Abadi Indonesiana tersebut, Nailul menyebut, perlu peran dari berbagai pihak dan masyarakat untuk mendorong produk-produk kebudayaan Indonesia agar lebih dikenal di dalam maupun di luar negeri.

Untuk menyasar pasar yang lebih luas, menurutnya, bukan hal yang mustahil jika produk kebudayaan Indonesia juga bisa diintegrasikan dengan pangsa pasar yang sedang berkembang, yakni ekonomi digital atau digitalisasi produk ekonomi kreatif.

“Digitalisasi produk ekraf bisa menjadi salah satu strategi juga. Sektor kriya bisa masuk ke e-commerce, seni pertunjukkan bisa masuk kepada layanan streaming video. Sedangkan seni rupa bisa manfaatkan NFT. Maka dari itu, SDM di dalamnya juga perlu ditingkatkan dalam hal penggunaan aspek ICT/TIK-nya,” urainya.

Dengan eksplorasi itu, kebudayaan Indonesia bukan hanya dikenal dari makanan dan minuman semata. Namun, juga sektor kriya, seni pertunjukkan, dan seni rupa, bisa sama kondangnya.

Hanya saja, lagi-lagi potensi besar belum sepenuhnya terwujud. Nailul memperkirakan, pengaruh produk budaya Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya berkisar 5% saja atau kurang dari 0,1% untuk pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah pun memiliki keyakinan produk budaya bisa menjadi andalan pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Pertumbuhan yang cukup menggembirakan dalam beberapa tahun belakangan, menjadi landasan optimisme.

Dilansir dari laman resmi Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, pemerintah menyebut ekraf sudah selayaknya menjadi andalan pertumbuhan ekonomi bagi Indonesia, karena potensinya yang cukup besar. Kontribusi ekonomi kreatif terhadap total PDB Indonesia dalam kurun waktu 2015-2017 terus meningkat.

Pada 2017, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB yakni berkisar Rp990,4 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan dari tahun 2016 yang sebesar Rp894,6 triliun, dan naik dari 2015 yang sebesar Rp852 triliun.

Sektor ini pada 2017 juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi 16,4 juta orang, naik dibandingkan tahun 2016 sebanyak 16,2 juta dan 16,96 juta pekerja tahun 2015.

Beberapa pencapaian tersebut dinilai dapat dijadikan momentum untuk terus meningkatkan size ekonomi kreatif Indonesia, sekaligus menambah optimisme bahwa ekonomi kreatif bisa menjadi mesin ekonomi terbaru Indonesia di masa mendatang.

Keberhasilan Monetisasi Kebudayaan 
Rektor Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung, Een Herdiani punya persepsi sama. Dia meyakini, platform digital akan mempercepat proses pengenalan budaya nusantara ke pasar global. Pasalnya, kebutuhan manusia akan dunia digital saat ini sudah tidak bisa dihindarkan lagi.

“Bahkan, menurut hasil riset bahwa di Indonesia pengguna media digital seperti YouTube, Instagram, Facebook, dan lain-lain itu sangat tinggi. Oleh sebab itu, ini menjadi kesempatan yang baik kita untuk saling bersinergi dari pemerintah, masyarakat, perguruan tinggi, media, para pelaku usaha untuk mengangkat budaya Indonesia semakin menglobal,” terangnya melalui keterangan tertulis kepada Validnews, Kamis (14/4).

Ia menambahkan banyak potensi budaya di Indonesia yang bisa dikenalkan pada khalayak global. Mulai dari seni budaya, kuliner, kerajinan, tradisi-tradisi atau adat istiadat, pengobatan tradisional, bahasa, dan lain-lain. 

Een menilai, upaya memperkenalkan kekayaan dan keragaman budaya Indonesia melalui platform digital bisa mendatangkan income bagi para pelakunya. Ia mencontohkan, seorang Youtuber yang membuat konten tentang makanan-makanan khas masyarakat Indonesia dari satu daerah ke daerah lainnya, lalu dikemas dengan tayangan yang menarik, dan telah terbukti menjadi konten yang menjanjikan dari segi pendapatan.

“Kemudian, misalnya ada Youtuber asal Malang, Bayu Eko Muktito yang mengangkat berbagai kegiatan dengan menggunakan Bahasa Jawa. Dia berhasil mendapatkan penghargaan Gold Button dari Youtube tahun 2017,” imbuhnya. 

Een melanjutkan, bahasa bisa menjadi sebagai salah satu unsur budaya yang digunakan oleh youtuber Bayu Eko yang ternyata telah memberikan income yang tak sedikit.

Upaya memperkenalkan elemen budaya ini  juga bisa dilakukan melalui film. Baru-baru ini sebuah film menggunakan Bahasa Sunda yang berjudul Nana telah mendapatkan penghargaan dunia perfilman internasional.

Contoh lainnya yakni sebuah film animasi berjudul Battle of Surabaya dari animator asal Yogyakarta, yang sudah masuk dan dibeli oleh Walt Disney Pictures, dan harganya digadang-gadang melebihi harga pesawat.

Mengemas Budaya
Menurut Een, potensi cuan itu lantaran perkembangan teknologi yang memunculkan budaya populer pada masyarakat global. Yakni, menjadi alternatif untuk memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat.  Namun, dia menegaskan bahwa masyarakat sangat membutuhkan literasi untuk masalah ini agar tak lari dari konteks bahasa dan budayanya.

“Tentu saja diperlukan pembinaan kepada masyarakat mengenai pengetahuan-pengetuan yang sangat diperlukan dalam merealisasikan program-programnya,” paparnya.

Dia mengatakan, sejumlah langkah harus disiapkan pemerintah dalam rangka mengemas kebudayaan dan menjualnya pada pasar global. Di antaranya adalah pembinaan sumber daya manusia (SDM) para pelaku budaya, pemberian pelatihan-pelatihan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan teknologi, tentang industri kreatif, industri budaya, serta tentang kemasan budaya yang bernilai jual. 

Direktur Industri MusikSeni Pertunjukan, dan Penerbitan Kemenparekraf, Amin Abdullah mengamini, mengemas kebudayaan menjadi faktor penting dalam upaya monetisasi. Lewat pengemasan yang pas, produk kebudayaan bukan hanya menjadi karya adi luhung semata, namun juga menyejahterakan.

“Bagaimana memonetisasi karakter dari produk budaya kita, kita lebih kenal produk kreatif ya. Karena memang ketika kita menggunakan kata produk kreatif, itu memang salah satu tujuannya adalah monetisasi, bagaimana kemudian produk kita bisa menyejahterakan,” ujar Amin, saat dihubungi Validnews, Selasa (12/4).

Kesejahteraan, bagi Amin, menjadi poin penting dalam monetisasi budaya. Karena itu, tak begitu penting kepada siapa produk budaya atau ekonomi kreatif itu dijual, sepanjang pelakunya menjadi sejahtera.

“Nah, sebenarnya buat saya apakah penting menjual ke dunia? Itu bisa yes or no. Yang penting buat saya adalah bagaimana produk kreatif itu memberdayakan masyarakat. Kemudian, produk-produk kreatif tersebut diiniasisi oleh masyarakat, lalu memberi dampak ekonomi untuk masyarakat itu, dibanding dengan hal menjual ke dunia,” ungkapnya.

Amin melanjutkan, Dana Abadi Kebudayaan bukan menjadi satu-satunya program Pemerintah yang bisa diandalkan untuk membangkitkan budaya Indonesia.

Sejauh ini Kemenparekraf juga telah membuat program akselerasi atau pendampingan terhadap kecintaan produk kreatif di sejumlah destinasi lokal, hingga melakukan kunjungan ke berbagai daerah untuk melihat potensi pemanfaatan platform digital untuk memasarkan produk budayanya.

“Nah, itu juga menjawab program apa yang sudah dilakukan Kemenparekraf? Ya itu. Akselerasi. Program pendampingan kecintaan produk kreatif di destinasi-destinasi lokal dan juga pemberdayaan masyarakat-masyarakat di daerah yang punya potensi budaya besar,” terangnya.

Kemenparekraf juga mendorong para pelaku ekonomi  kreatif termasuk di sektor kebudayaan, untuk bisa melihat peluang dalam memonetisasi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang dimilikinya agar mendatangkan manfaat dari sisi ekonomi.

Berdasarkan laman resmi Kemenparekraf, HKI dinilai memiliki peranan penting dalam menjaga keorisinalan produk kebudayaan. Sebab, HKI menjadi bentuk perlindungan terhadap kepemilikan produk kebudayaan Indonesia. Dengan mendaftarkan ‘kepemilikan’ tersebut pada HKI, pemilik produk budaya tidak perlu khawatir akan diklaim negara lain.

Keberadaan HKI juga bisa menjadi sumber peningkatan penghasilan bagi para pelaku ekonomi kreatif. Misalnya, jika suatu produk budaya telah mendapatkan HKI, kemudian diklaim oleh suatu negara, maka pemegang hak tersebut berhak mendapatkan royalti atas kepemilikan produk budaya tersebut.

Tak kalah penting, kepemilikan HKI juga memengaruhi kemudahan suatu produk untuk menembus pasar global.  

Perluas Ajang Promosi
Terhadap dikotomi pasar global atau lokal yang didahulukan budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra mengatakan ajang atau pergelaran internasional juga dinilai penting sebagai sarana promosi kebudayaan Indonesia. Sebab, banyak kesempatan yang bisa didapatkan melalui pergelaran internasional untuk bisa memonetisasi kebudayaan Indonesia.

“Jadi yang harus kita lihat, memperbanyak event-event internasional. Dengan begitu dengan sendirinya masyarakat dunia akan tersedot ke sini. Karena memang dengan adanya event-event internasional itu, otomatis kita sebagai penyelenggara dengan sendirinya mendapatkan berkah,” paparnya, dalam perbincangan via telepon dengan Validnews melalui sambungan telepon, Rabu (13/2).

Di luar promosi, memperkuat budaya juga menjadi hal penting yang harus dilakukan. Ia menilai, Indonesia harus terlebih dahulu menggali budaya yang orisinal milik sendiri.

Selanjutnya, Yahya menilai, perlu adanya penyeimbangan dan keterlibatan antara seni-seni kreatif dan seni populer. Sebab, seni-seni kreatif lebih banyak didominasi oleh seniman-seniman muda, sehingga penggabungan antara unsur-unsur tradisional dengan ultramodern zaman sekarang atau tahun-tahun yang akan datang menjadi sebuah keharusan.

Yahya menekankan, Dana Abadi Kebudayaan bisa dimanfaatkan untuk menciptakan manusia kreatif, komposer-komposer, serta koreografer-koreografer yang berkelas.

“Karena tradisi enggak kuat berdiri sendiri. Dia harus ditopang oleh macam-macam kekuatan yang mereka miliki, dari unsur anak muda, dari unsur dunia luar, dari unsur dunia hiburan, dari unsur macam-macam yang membuat enjoy, jadi ada unsur hospitality-nya, pelayanan kepada yang kita undang menjadi prima,” ungkapnya. 

Terlepas dari semua itu, Yahya menyebut, pemerintah harus terlebih dahulu ‘merawat’ para pendukungnya, seperti seniman, budayawan, hingga para pemikir kesenian. Dari merekalah muncul pikiran-pikiran kreatif, ide-ide kreatif, sebagai modal mempersiapkan sumber daya intelektual.

“Itu sama juga dengan menciptakan, benih-benih itu harus diciptakan dengan rasa cinta, dengan rasa hormat, dengan rasa kemuliaan. Nah, seterusnya itu kemudian pemerintah menjadi kabel penyambung. Sehingga itu satu kesamaan pemikiran bahwa kita harus memunculkan kekuatan kesenian dan kebudayaan kita di dunia internasional itu dan kita mempunyai kemampuan itu,” tutupnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar