09 Mei 2022
13:53 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Dian Kusumo Hapsari
JAKARTA – Badan Pusat Statistik menilai performa mesin-mesin pertumbuhan ekonomi nasional sudah mulai kembali ke sebelum krisis covid-19. Pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama didominasi oleh kegiatan ekonomi tiga sektor lapangan usaha.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I/2022 berhasil tumbuh 5,01% (yoy). Meski demikian, secara kuartalan pertumbuhan tersebut sedikit melambat dibandingkan kuartal IV/2021 sebesar 0,96% (qoq).
Adapun pertumbuhan ini terdongkrak oleh pertumbuhan lapangan usaha di sektor industri pengolahan (5,07% yoy); lalu perdagangan (5,71% yoy); serta transportasi dan pergudangan (15,79% yoy).
"Mesin-mesin pertumbuhan di kuartal I/2022 sudah mulai menunjukkan perannya di dalam pertumbuhan ekonomi nasional, serta kembali ke masa sebelum terjadinya krisis pandemi covid-19 yang melanda (Indonesia)," sebutnya dalam konpers daring, Jakarta, Senin (9/5).
Sebagai perbandingan, pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2019 mencapai kisaran 5,06% (yoy). Di dalamnya, pertumbuhan ditopang oleh sektor industri pengolahan (0,82%), perdagangan (0,70%), transportasi dan pergudangan (0,23%), konstruksi (0,59%), dan sektor lainnya (2,72%).
Spesifik, sektor industri pengolahan berkontribusi sebanyak 19,19% dari seluruh lapangan usaha. Sektor ini pertumbuhannya ditopang oleh subsektor industri tekstil-pakaian (tumbuh 12,45%);makanan-minuman (3,75%); kimia farmasi dan obat tradisional (6,47%); serta alat angkutan (14,20%).
Untuk sektor perdagangan berkontribusi sebesar 13,09% terhadap PDB lapangan usaha. Hal ini terindikasi dari peningkatan penjualan mobil penumpang yang tumbuh 45,95%; begitu pula dengan kegiatan impor barang modal (30,68%), bahan baku (33,44%) dan barang konsumsi 11,77% yang menggeliat di kuartal pertama.
"Adanya peningkatan suplai barang dari luar negeri atau impor juga menyebabkan sektor perdagangan mengalami pertumbuhan," ujarnya.
Selanjutnya, sektor transportasi dan pergudangan yang berkontribusi sebesar 4,62% juga tumbuh baik. Margo menyebut, mobilitas masyarakat yang semakin baik di kuartal pertama, otomatis akan meningkatkan peran angkutan transportasi.
"Kemudian diikuti peningkatan mobilitas masyarakat di tempat belanja kebutuhan sehari-hari dan tempat rekreasi (yang membaik)... Ada juga event nasional atau internasional, ada juga indikasi transaksi di e-commerce," sebutnya.
Di samping itu, BPS juga mencatat, beberapa sektor lain menorehkam pertumbuhan yang positif, seperti sektor pertanian yang tumbuh 1,16% (yoy); pertambangan 3,82% (yoy); konstruksi 4,83% (yoy); hingga jasa lainnya 8,24% (yoy).
Meski begitu, pihaknya juga mencatat, di antara pertumbuhan tersebut ada du sektor yang mengalami pertumbuhan negatif, yakni sektor administrasi pemerintahan -1,45% (yoy) dan jasa pendidikan -1,70% (yoy).
"Administrasi pemerintahan mengalami kontraksi disebabkan realisasi belanja pegawai khususnya dari APBD mengalami kontraksi 4,09%. Demikian juga untuk jasa pendidikan mengalami kontraksi dikarenakan penurunan belanja pegawai untuk pendidikan sebesar 0,24%," bebernya.
Tantangan Ke Depan
Direktur Center of Economics and Law Studies Bhima Yudhistira mengatakan, pertumbuhan ekonomi kuartal I bisa mencapai 5,01% karena faktor boom harga komoditas. Ada faktor keberuntungan juga, karena permintaan batubara dan CPO naik di pasar internasional.
Di samping itu, kinerja ekspor dan investasi yang berkaitan dengan sektor pertambangan serta perkebunan, mampu mendorong pemulihan ekonomi. Konsumsi rumah tangga juga perlahan-lahan menunjukkan pemulihan karena ada pelonggaran mobilitas.
"Terlihat dari sektor transportasi dan pergudangan mencatat pertumbuhan yang tinggi," sebut Bhima kepada Validnews, Senin (9/5).
Meski demikian, Bhima mengingatkan, agar Indonesia tidak mudah terlena dengan capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal ini. Pasalnya, tantangan ekonomi ke depan akan jauh lebih kompleks serta berisiko menghambat pemulihan ekonomi.
"Boom harga komoditas memang berikan surplus neraca dagang, tapi kalau tidak diantisipasi harga komoditas yang naik akan berimbas ke inflasi pangan maupun energi," sambungnya.
Lebih lanjut, kenaikan suku bunga secara global akan mendorong perbankan untuk menyesuaikan bunga pinjaman. Pada gilirannya, beban biaya berupa cost of fund yang naik, akan menekan modal kerja pengusaha maupun pinjaman konsumsi.
Belum lagi, konflik di Ukraina yang berkepanjangan disertai lockdown di China mengganggu rantai pasok beberapa kebutuhan impor industri Indonesia.
Ia pun menegaskan, belum tentu tren pertumbuhan ekonomi 5% akan berjalan terus pada kuartal berikutnya.
"Yang lebih penting sebenarnya, kualitas pertumbuhan harus dioptimalkan, yakni daya ungkit ekonomi terhadap serapan kerja," sebutnya.