06 Oktober 2025
19:40 WIB
Bitcoin ATH US$125 Ribu, ETF Spot Guyur Dana US$2,28 M
Lonjakan harga Bitcoin yang kembali mencetak rekor tertinggi ke level US$125.000 di tengah memanasnya situasi politik di AS, terpicu besarnya aliran dana masuk ke ETF Bitcoin spot US$2,28 miliar.
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi - Representasi mata uang virtual Bitcoin dan figur mainan pekerja dan komponen komputer. Antara/Reuters/Dado Ruvic/
JAKARTA - Analis Reku Fahmi Almuttaqin menilai, lonjakan harga Bitcoin yang kembali mencetak rekor tertinggi di tengah memanasnya situasi politik di Amerika Serikat (AS) dipicu oleh besarnya aliran dana masuk ke ETF Bitcoin spot.
Bitcoin sempat menembus level US$125.000 pada perdagangan Minggu (5/10), menandai rekor tertinggi baru (all-time high/ATH) dalam siklus bullish saat ini. Saat ini, harga kripto berkapitalisasi terbesar itu masih bergerak di atas US$123.000 atau naik lebih dari 10% sepekan terakhir.
“Dalam periode perdagangan 1-3 Oktober, tercatat aliran dana masuk ke instrumen ETF Bitcoin spot mencapai lebih dari US$2,28 miliar, mengacu data Coinglass. Artinya secara rata-rata, terdapat total lebih dari US$762 juta net buy Bitcoin dari para investor tradisional AS setiap harinya dalam tiga hari perdagangan terakhir,” ujar Fahmi melansir Antara, Jakarta, Senin (6/10).
Baca Juga: Kripto Jadi Alat Pembayaran? Tokocrypto: Kuncinya Regulasi Progresif
Menariknya, reli Bitcoin terjadi di tengah kebuntuan politik di Washington yang menyebabkan pemerintahan federal AS mengalami shutdown sejak 1 Oktober 2025.
“Dengan lembaga pemerintah dan rilis data ekonomi tertunda, sebagian investor memandang keadaan ini sebagai pemicu impuls likuiditas positif, yang dapat menjadi landasan bagi The Fed untuk melonggarkan kebijakan moneternya di sisa tahun ini,” lanjut Fahmi.
Selain Bitcoin, pasar saham AS juga mencatat kinerja positif, dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq masing-masing naik 1,1% dan 1,3% dalam sepekan terakhir.
“Pasar tampak menilai bahwa shutdown tidak akan berlangsung lama atau menimbulkan risiko ekonomi sistemik. Sentimen ‘no data, no problem’ mencerminkan optimisme investor bahwa ketiadaan rilis data makro dapat memperkuat peluang The Fed melanjutkan pelonggaran suku bunga,” urainya.
Tak Bebas Risiko
Namun, Fahmi mengingatkan, kekuatan pasar di tengah penundaan rilis data ekonomi resmi bisa menciptakan risiko mispricing, yang mana pasar menjadi terlalu optimistis tanpa dasar data aktual.
“Bila laporan lapangan kerja yang tertunda nanti menunjukkan pelemahan tajam, atau inflasi meningkat signifikan, aksi profit taking bisa meningkat, khususnya pada saham-saham teknologi yang telah mencatat reli panjang,” imbuhnya.
Baca Juga: IHSG Senin Dibuka Mixed, Diramal Bisa Menguat
Menurut Fahmi, bagi pasar kripto, tren saat ini masih positif dalam jangka pendek karena penurunan imbal hasil (yield) dan meningkatnya likuiditas dolar AS cenderung memperkuat aset berisiko seperti Bitcoin maupun altcoin berkapitalisasi besar.
“Namun, jika shutdown berkepanjangan memicu PHK sektor publik besar-besaran, risiko arus kas keluar dari pasar mungkin juga dapat meningkat,” tuturnya.
Terlepas dari itu, optimisme terhadap potensi berlanjutnya reli yang ada saat ini masih cukup tinggi.
Pergerakan Bitcoin dan Emas
Analisis JPMorgan terhadap Bitcoin yang dirilis baru-baru ini, berbasiskan metode perbandingan volatilitas terhadap emas, juga cukup menyita perhatian pasar. Dalam analisis tersebut, BTC diprediksi masih memiliki ruang kenaikan lanjutan sekitar 40% menuju US$165.000.
“Akan tetapi, reli agresif tanpa dukungan fundamental yang kuat berpotensi memicu koreksi tajam. Jika dorongan aliran dana melemah, atau jika shutdown AS berkepanjangan hingga memicu tekanan fiskal dan sosial, dan inflasi naik lebih tinggi dari ekspektasi, pasar bisa bergeser ke mode risk-off,” bebernya.
Dalam skenario seperti itu, level support psikologis di US$100.000 akan menjadi area harga yang krusial
Baca Juga: Harga Emas Antam 6 Oktober 2025 Terbang Ke Rp2,25 Juta/Gram
BPS Catat Inflasi Emas Terjadi 2 Tahun Nonstop Sejak 2023!
Sementara di saham AS, kinerja kuartal III yang positif dari perusahaan-perusahaan di sektor-sektor strategis seperti Teknologi dapat meningkatkan kepercayaan diri pasar di tengah valuasi yang sudah relatif tinggi secara rata-rata saat ini.
”Sementara kekhawatiran terhadap pelemahan ekonomi dapat semakin mereda dengan proyeksi penurunan suku bunga, kinerja keuangan perusahaan yang positif dapat meningkatkan minat investor untuk mengambil risiko lebih, dengan berinvestasi pada saham-saham dengan potensi pertumbuhan yang besar (high-growth stocks),” lanjutnya.
Fahmi menambahkan, investor pemula dapat mempertimbangkan strategi diversifikasi dengan berinvestasi pada beberapa aset kripto atau saham dengan potensi pertumbuhan menarik.