10 Desember 2021
09:45 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Kementerian Perindustrian mengklaim Indonesia punya potensi besar meningkatkan hilirisasi minyak atsiri, didukung ketersediaan bahan baku di dalam negeri.
Oleh karenanya, Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, perlu kebijakan strategis guna memacu inovasi produk turunan minyak atsiri agar dapat dimanfaatkan masyarakat luas.
"Indonesia memiliki sebanyak 40 dari 99 jenis ragam tanaman atsiri di dunia. Hal ini merupakan peluang dalam meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri melalui peran industri hilir minyak atsiri (IHMA),” katanya dalam keterangan pers, Jakarta, Kamis (9/12).
Asal tahu, minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Minyak ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak esensial karena pada suhu kamar mudah menguap.
Saat ini, sektor IHMA telah mampu mengolah minyak atsiri khususnya minyak serai wangi, yang dapat dijadikan sebagai bioaditif bahan bakar minyak (BBM) diesel atau bensin.
Selain menciptakan nilai tambah berlipat, upaya tersebut juga mendukung kebijakan substitusi impor terhadap BBM. Rantai nilai industri bioaditif BBM ini berawal dari perkebunan penyulingan minyak atsiri, umumnya berskala kecil-menengah.
"Teknik formulasi uji coba produk yang canggih dapat menghasilkan produk bioaditif BBM untuk digunakan secara luas pada segi kehidupan ekonomi nasional,” ujar Putu.
Ia menyebut, agar pengembangan sektor IHMA bisa lebih berdaya saing diperlukan beberapa tahapan yang sejalan dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Antara lain, melalui riset dan inovasi, formulasi produk, serta memanfaatkan teknologi terkini dalam proses produksi untuk menghasilkan aneka produk hilir bernilai tambah tinggi.
“Upaya tersebut perlu didukung dengan fasilitas riset memadai, SDM kompeten, dan kemampuan capturing and delivering value to market yang kuat. Sehingga Indonesia menjadi produsen berbagai produk turunan minyak atsiri berskala dunia,” imbuhnya.
Putu menyebut, manfaat mekanisme kerja produk bioaditif BBM, antara lain meningkatkan efisiensi kinerja pembakaran mesin, menangkap kandungan air (associated water), meningkatkan angka oktan atau cetane pada BBM konvensional, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
“Dari hasil tersebut, akan terjadi penghematan konsumsi BBM. Hal ini sudah terbukti dari beberapa hasil pengujian,” sebutnya.
Setelah penggunaan bioaditif BBM ini, peningkatan performanya sekitar 6-13%. Selain itu, penggunaan minyak atsiri sebagai Bioaditif BBM ini menunjukkan kegiatan usaha industri minyak atsiri skala rakyat bisa naik kelas.
Pada skala konvensional, petani-penyuling rakyat hanya menghasilkan minyak atsiri mentah sebagai bahan baku industri besar produsen perasa, perisa, dan wewangian.
"Namun demikian, saat ini terjadi diversifikasi produk dan peningkatan nilai tambah yang signifikan dari komoditas minyak atsiri menjadi end products, khususnya minyak serai wangi,” paparnya.
Rencana Pengembangan
Ke depan, lanjut Putu, diseminasi dan sosialisasi produk bioaditif BBM dari minyak atsiri ini akan terus ditingkatkan. Termasuk berbagai ajang otomotif mulai dari skala daerah, nasional, hingga regional akan dilirik untuk menyosialisasikan produk bioaditif BBM.
"Tujuannya, untuk memperkuat pemahaman pasar terhadap produk bioaditif BBM yang aman sesuai standar nasional dan internasional,” terangnya.
Saat ini, Kemenperin telah menyediakan SNI 8744:2019 bioaditif berbasis minyak atsiri untuk bahan bakar diesel, sebagai baseline jaminan kualitas produk dan keamanan penggunaan bagi konsumen transportasi dan peralatan berat.
Minyak atsiri telah digunakan sebagai bahan baku industri untuk bahan perasa (essence), perisa (flavor), dan wewangian (fragrance). Pada 2020, total produksi minyak atsiri utama Indonesia mencapai 8.500 ton. Beberapa jenis minyak atsiri tropis Indonesia antara lain minyak cengkeh, sereh wangi, nilam, pala, akar wangi, dan kayu putih.