c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

22 Oktober 2025

14:40 WIB

BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%

RDG Bank Indonesia pada 21-22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate 4,75%. Hal ini sesuai dengan inflasi 2025-2026 yang terjaga serta mempertahankan stabilitas rupiah.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p dir="ltr" id="isPasted">BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%</p>
<p dir="ltr" id="isPasted">BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%</p>

Dewan Gubernu Bank Indonesia melaporkan hasil RDG-BI Oktober 2025 dengan mempertahankan BI-Rate 4,75%, Jakarta, Rabu (22/10). Dok Bank Indonesia

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate Oktober 2025 tetap di level 4,75%. Level suku bunga moneter ini ditahan usai dipangkas pada Januari, Mei, Juli, Agustus, September 2025 lalu sebesar 25 basis poin (bps).

Artinya, hingga Oktober 2025, Bank Indonesia telah menahan suku bunga acuan BI-Rate selama lima bulan dan telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, di mana masing-masing sebesar 25 bps.

“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 21-22 Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 4,75%,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG-BI) Bulanan Oktober 2025, Jakarta, Rabu (22/10).

Baca Juga: Agresif! BI-Rate September Dipangkas 25 Bps Jadi 4,75%

BI juga menahan suku bunga Deposit Facility sebesar 3,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 5,50%. 

Perry menjelaskan, keputusan suku bunga BI-Rate Oktober yang ditahan ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang tetap terjaga rendah dalam sasaran 2,5±1%.

Selain itu, lanjutnya, penahanan ini juga upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, serta sinergi untuk turut memperkuat pertumbuhan ekonomi. 

"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati efektivitas transmisi kebijakan moneter longgar yang telah ditempuh, prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi, serta stabilitas nilai tukar rupiah dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga BI-Rate," ungkapnya.

Bank Indonesia juga memperkuat kebijakan makroprudensial untuk makin mendorong penurunan suku bunga, peningkatan likuiditas, dan kenaikan pertumbuhan kredit/pembiayaan bagi pencapaian pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. 

Kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital, penguatan struktur industri sistem pembayaran, dan daya tahan infrastruktur sistem pembayaran.

Arah Bauran Kebijakan Moneter
Perry menambahkan, arah bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk mempertahankan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tersebut didukung dengan berbagai langkah kebijakan.

Pertama, penguatan strategi operasi moneter pro-market guna makin memperkuat efektivitas transmisi penurunan suku bunga, meningkatkan likuiditas, dan mempercepat pendalaman pasar uang dan pasar valuta asing (valas).

"Dengan mengelola struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas sejalan dengan ekspansi likuiditas moneter dan untuk mempercepat efektivitas penurunan suku bunga deposito dan kredit perbankan," urainya.

Baca Juga: Cukup Jaga Rupiah, Ekonom Ramal BI-Rate Oktober Bertahan 4,75%

Kemudian, meningkatkan likuiditas di pasar uang dan perbankan melalui penurunan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder secara terukur; memperluas underlying repo dalam operasi moneter BI dengan surat berharga berkualitas tinggi lainnya yang diterbitkan oleh lembaga jasa keuangan yang dibentuk atau didirikan pemerintah untuk mendukung program Pemerintah bagi kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya, menerbitkan BI-FRN (Floating Rate Note) dan pengembangan Overnight Index Swap (OIS) untuk tenor di atas overnight untuk membentuk struktur suku bunga berdasarkan transaksi di pasar uang; memperluas investor SukBI untuk dapat dimiliki oleh bank dan nonbank, termasuk bukan penduduk.

Lalu, memperkuat peran Dealer Utama untuk meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar.

Kedua, sambung Perry, penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental melalui intervensi baik melalui transaksi spot dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) di pasar domestik maupun transaksi Non-Deliverable Forward (NDF) di pasar luar negeri. 

"Strategi ini disertai dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk meningkatkan likuiditas dan menjaga stabilitas pasar keuangan," imbuhnya.

Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial
Ketiga, penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) berbasis kinerja dan berorientasi ke depan, yang berlaku efektif mulai 1 Desember 2025.

KLM tersebut dilakukan melalui insentif kepada bank atas komitmen dalam menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor tertentu (lending channel) dan menetapkan suku bunga kredit/pembiayaan yang sejalan dengan arah suku bunga kebijakan BI (interest rate channel). 

Berikutnya, insentif KLM yang dapat diterima bank terdiri dari insentif lending channel yakni paling tinggi sebesar 5% dari DPK dan insentif interest rate channel paling tinggi sebesar 0,5% dari DPK, sehingga total insentif yang diterima paling tinggi sebesar 5,5% dari DPK.

Kemudian, sektor yang mendapatkan insentif lending channel terdiri dari sektor pertanian, industri, dan hilirisasi; sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif; sektor konstruksi, real estat, dan perumahan; serta sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan, yang juga menjadi sektor prioritas pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Ekonom Optimis BI-Rate Oktober Masih Bisa Dipangkas

Selain itu, besaran insentif yang diberikan kepada bank pada lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit/pembiayaan dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit/pembiayaan periode sebelumnya.

Lalu, pengukuran insentif suku bunga kredit/pembiayaan (interest rate channel) didasarkan pada tingkat kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan baru terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia.

Keempat, penguatan kebijakan makroprudensial longgar dengan mempertahankan Rasio Countercyclical Capital Buffer (CCyB) sebesar 0%; dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) pada kisaran 84-94%.

Kemudian, Rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) kredit/pembiayaan properti paling tinggi sebesar 100% dan Uang Muka Kredit/Pembiayaan Kendaraan Bermotor Bank paling rendah sebesar 0%, berlaku efektif 1 Januari-31 Desember 2026.

Lalu, Rasio Pendanaan Luar Negeri bank (RPLN) paling tinggi sebesar 35% terhadap modal bank; serta Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 4% dengan fleksibilitas repo sebesar 4%, dan rasio PLM Syariah sebesar 2,5% dengan fleksibilitas repo sebesar 2,5%.

Kelima, penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan pendalaman pada suku bunga kredit berdasarkan sektor prioritas yang menjadi cakupan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).

Keenam, peningkatan inovasi dan perluasan akseptasi digital melalui penyelenggaraan Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia bersinergi dengan Indonesia Fintech Summit and Expo Tahun 2025 (FEKDI dan IFSE 2025) dengan berbagai inisiatif.

Seperti Launching QRIS Tap In/Tap Out; Inisiasi Sandbox QRIS Antarnegara Indonesia-Korea Selatan; Kick off Peningkatan Kapasitas dan Literasi Sinergi Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah (KATALIS P2DD); serta Pengumuman pemenang BI-OJK Hackathon 2025 dan QRIS Jelajah Budaya Indonesia.

Ketujuh, penguatan dan perluasan kerja sama internasional di area kebanksentralan, termasuk konektivitas sistem pembayaran dan transaksi menggunakan mata uang lokal, serta fasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait.

"Bank Indonesia terus mempererat sinergi kebijakan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Sinergi kebijakan BI dengan Pemerintah juga diperkuat untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah," jelasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar