17 Mei 2023
18:26 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
BALI - Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menilai, pengendalian inflasi di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan yang dilakukan oleh sejumlah negara maju di dunia. Langkah sinergi antara pemerintah pusat hingga daerah, serta stakeholder keuangan melalui GNPIP telah berandil besar terhadap pergerakan inflasi yang lebih jinak di dalam negeri.
Menurutnya, sinergi ini yang tidak muncul di negara-negara lain dalam kebijakan pengendalian inflasinya. Ia menjelaskan, di luar negeri, biasanya pengendalian inflasi tidak dilakukan oleh pemerintah pusat-daerah, namun diserahkan sepenuhnya kepada bank sentral via kebijakan moneter.
“Akibatnya, kita lihat sekarang, banyak negara-negara maju yang menghadapi permasalahan inflasi yang enggak selesai-selesai. Karena kita menghadapi permasalahan setelah covid-19, liquidity-nya ample, kemudian distribusi barang dan sekto energinya juga terganggu,” terangnya dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang dipantau secara virtual, Jakarta, Rabu (17/5).
Tak heran, lanjutnya, kondisi ini berujung pada kenaikan inflasi secara luar biasa di sebuah negara. Bahkan, inflasi negara maju yang biasanya pergerakan berkisar 2-3%-an, sekarang ini sudah terlampau tinggi.
Baca Juga: PBB Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global Rendah Berkepanjangan
Ia mencontohkan, inflasi di Eropa yang sudah bergerak di atas 10%, ditanggapi oleh bank sentralnya dengan menaikkan suku bunga sebesar 4,5% menjadi kisaran 5%-an. Kebijakan yang sama juga ditempuh oleh Amerika Serikat yang juga memutuskan menaikkan suku bunganya dari kisaran 0,25% menjadi 5,5%.
“Bayangkan bagaimana (makro) ekonomi itu tidak terpuruk,” sebutnya.
Mengacu data BKF Kemenkeu, per April 2023, tingkat inflasi Indonesia berada di level 4,3% (year-on-year/yoy). Capaian inflasi ini lebih rendah daripada inflasi di negara maju seperti Inggris (10,1%); Jerman (7,2%); Australia (7%); Eropa (7%); Prancis (5,9%); Singapura (5,5%); dan AS (5%).
Secara keseluruhan, IMF memproyeksi, inflasi di dunia akan mencapai 7% (yoy) pada 2023 dan turun menjadi 4,9% (yoy) di 2024. Sementara itu, pada periode sama, pergerakan inflasi negara maju diekspektasi mencapai 4,7% dan 2,6% (yoy), adapun inflasi negara berkembang mencapai 8,6% dan 6,5%.
Sinergi Pusat-Daerah
Destry menambahkan, kebijakan pengendalian inflasi tidak ditempuh dengan pendekatan yang sama. Seperti diketahui, sumber pergerakan inflasi berasal dari dari sisi permintaan atau pun sisi penawaran.
Menurut BI, inflasi yang sedang melanda dunia utamanya berasal dari sisi penawaran karena kondisi kelangkaan barang hingga sektor energi yang sedang seret. Dengan asesmen itu, membuat bank sentral mengambil keputusan untuk menangani sisi penawaran semata dengan menaikkan suku bunga, begitu pun likuiditasnya.
“(Kalau mengambil kebijakan itu saja) yang ada adalah ketidakseimbangan di ekonomi,” paparnya.
Kebijakan GNPIP yang sudah ditempuh sejauh juga untuk mengatasi gangguan pada sisi penawaran dengan kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah.
Ke depan, BI akan terus memperkuat sinergi dan koordinasi dengan seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah. Untuk menjaga ketersediaan pangan, demi mencapai ketahanan pangan sekaligus pengendalian inflasi.
"Terus perkuat sinergi dengan kementerian/lembaga yang ada di wilayah masing-masing dalam rangka untuk menjaga ketersediaan pangan dengan harga yang terjangkau," katanya.
Baca Juga: BI: Normalisasi Kegiatan Masyarakat Akan Turunkan Penjualan Eceran
Inflasi Pangan
Ia juga mengingatkan, meskipun inflasi Indonesia tetap terkendali saat ini, Indonesia mesti waspada terhadap tantangan cuaca berupa El-Nino yang diperkirakan terjadi pada paruh kedua 2023. Sehingga menjaga ketersediaan dan ketahanan pangan harus menjadi perhatian bersama.
Selanjutnya, Bank Indonesia menyakini, inflasi inti tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1% lebih awal dari perkiraan sebelumnya.
"Mari bersama-sama kita menjaga inflasi. Inflasi ini bukan hanya fenomena moneter, inflasi ini riil dan dia ada di ekonomi riil juga, oleh karena itu penanganannya mari kita lakukan secara bersama-sama dan bersinergi," sebutnya.
Berdasarkan data BPS, IHK April 2023 tercatat 0,33% (month-to-month/mom), sehingga secara tahunan menjadi 4,33% (year on year/yoy), turun dari level inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 4,97% (yoy).
Spesifik, bahan makanan pada April 2023 mengalami inflasi sebesar 3,77% (yoy) atau terjadi kenaikan indeks dari 114,95 poin pada April 2022 menjadi 119,28 poin pada April 2023. Secara bulanan, inflasi bahan makanan mencapai 0,31% (yoy) dan 2,21% (year-to-date/ytd).
Bahan makanan pada April 2023 memberikan andil kepada inflasi tahunan sebesar 0,71% (yoy). Sementara, bahan makanan memberikan sumbangan kepada inflasi bulanan sebesar 0,06% (mom) di bulan yang sama.