c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

22 Februari 2024

11:12 WIB

BI Masih Yakin Pertumbuhan Kredit 2024 Kisaran 10-12%

BI menyebut kapasitas permodalan perbankan yang kuat dan likuiditas yang memadai turut menopang pertumbuhan kredit.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

BI Masih Yakin Pertumbuhan Kredit 2024 Kisaran 10-12%
BI Masih Yakin Pertumbuhan Kredit 2024 Kisaran 10-12%
Konferensi Pers RDG-BI Edisi Februari 2024, Jakarta, Rabu (21/2). ValidNewsID/Khairul Kahfi

JAKARTA - Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, penyaluran kredit perbankan pada awal 2024 tumbuh tinggi. Pertumbuhan kredit pada Januari 2024 sebesar 11,83% (yoy), dan akan terus bertahan tinggi sepanjang tahun ini.

“(Pertumbuhan kredit Januari yang tinggi didorong oleh masih kuatnya sisi penawaran dan permintaan,” jelasnya dalam Konferensi Pers RDG-BI Edisi Februari 2024, Jakarta, Rabu (21/2). 

Dari sisi penawaran, lanjutnya, kapasitas permodalan perbankan yang kuat dan likuiditas yang memadai turut menopang peningkatan kredit. Ketersediaan likuiditas perbankan tercermin pada tingginya rasio AL/DPK sebesar 27,79%.

Kuatnya likuiditas perbankan juga didukung pula oleh kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) Bank Indonesia, khususnya bagi bank-bank yang menyalurkan kredit pada sektor-sektor prioritas. 

BI mengidentifikasi, bank-bank di Indonesia menempuh dua strategi utama untuk menyikapi funding gap, sejalan dengan pertumbuhan DPK sebesar 5,80% dan agar tetap menjaga kapasitas penyaluran kredit. Yaitu, melalui realokasi alat likuid dari surat-surat berharga dan penguatan pendanaan non-DPK. 

Bank memiliki preferensi untuk mendorong penyaluran kredit pada sektor potensial yang menjadi expertise bank dan sesuai risk appetite. Antara lain, ke sektor perdagangan besar dan eceran, industri, pertanian, jasa dunia usaha, dan konsumsi. 

Baca Juga: BI Pertahankan BI Rate 6% Pada Februari 2024

“Secara umum, sektor-sektor tersebut menunjukan kinerja usaha korporasi yang baik, sehingga mendorong terjaganya kemampuan membayar… Karenanya, bank-bank meyakini untuk menyalurkan kredit, sehingga appetite lendingnya terus naik,” bebernya. 

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kredit investasi dan kredit modal kerja, masing-masing sebesar 13,39% (yoy) dan 12,26% (yoy), diikuti kredit konsumsi yang tumbuh sebesar 9,64% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan kredit didorong oleh terjaganya kinerja korporasi dan rumah tangga.

Sementara secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama terjadi pada sektor Pertambangan, Jasa Sosial, dan Jasa Dunia Usaha. Pembiayaan syariah terus melanjutkan pertumbuhan tinggi, yaitu mencapai 15,67% (yoy) pada Januari 2024, sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 8,97% (yoy). 

Ke depan, BI masih optimistis pertumbuhan kredit 2024 diperkirakan masih akan meningkat dalam kisaran 10-12%. Perry menyebut, dasar keyakinan tersebut muncul dari perkiraan demand yang naik akibat pertumbuhan di sejumlah sektor potensial dan produktif yang telah diidentifikasi sektor perbankan nasional.

“Bank Indonesia terus memperkuat efektivitas implementasi kebijakan makroprudensial yang akomodatif, dan meningkatkan sinergi dengan pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga, perbankan, serta pelaku dunia usaha,” sebutnya. 

Singkatnya, ada tiga faktor yang mendukung penawaran kredit oleh perbankan terus meningkat ke depan. Pertama, likuiditas yang dimiliki perbankan masih memadai dengan pemindahan alat likuid yang berada di surat berharga untuk penyaluran kredit.

Kedua, BI terus meyakini sektor-sektor yang prospektif dan kondisi korporasi yang bagus dapat menjaga pertumbuhan kredit tahun ini. “Ketiga, tentu saja (ketersediaan) insentif likuiditas dari Bank Indonesia,” paparnya.

Potensi Penyaluran Kredit Masih Besar
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Juda Agung menyampaikan, otoritas moneter terus berkomitmen memberi kebijakan makroprudensial yang cukup untuk mendorong pertumbuhan kredit domestik. Misalnya, dengan menerbitkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) pada Oktober 2023.

BI menyebut, insentif likuiditas ini dapat dimanfaatkan oleh perbankan untuk menyalurkan kredit produktif ke sektor-sektor tertentu. Seperti, sektor-sektor hilirisasi, pertanian, perumahan, dan UMKM. 

“(Dari) potensi (insentif) Rp283 triliun… Realisasi sampai dengan Desember itu sudah Rp163 triliun… Jadi masih ada potensi untuk dimanfaatkan oleh bank sebesar Rp120-an triliun,” urai Juda. 

Baca Juga: Jelang Restrukturisasi Kredit Covid-19 Berakhir, BRI Siapkan Strategi

Penyaluran insentif tersebut untuk kebutuhan kredit terealisasi kebanyakan untuk kelompok UMKM, baik Ultra Mikro maupun usaha kecil-menengah lainnya. Begitu juga, di sektor hirilisasi non-minerba, pertanian termasuk di dalamnya pangan, peternakan, perikanan, selebihnya ada di sektor perumahan dan hilirisasi minerba.

Menanggapi itu, Perry menguraikan,sebelum menurunkan suku bunga, sejak tahun lalu BI telah memberikan insentif likuiditas bagi perbankan. Dengan menurunkan ambang batas Giro Wajib Minimum (GWM) dari kisaran 9% menjadi 5%. 

Penurunan sebesar 4% GWM tersebut diberikan kepada perbankan sepanjang tambahan likuiditas itu disalurkan untuk mendukung kegiatan kredit. BI menegaskan, pelonggaran GWM ini diarahkan agar perbankan benar-benar dapat menyalurkan kredit.

“BI enggak mau kalau likuiditas GWM diturunkan utk beli (instrumen investasi) SBN, dolar AS, dan segala macam, karena ini insentif likuiditas produktif,” tegasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar