c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

03 Juni 2024

19:46 WIB

BEI Larang Manajemen Perseroan Aktif di Bursa Usai Forced Delisting 

Manajemen perseroan, baik itu Direksi, Komisaris maupun Pengendali dianggap bertanggung jawab atas kelangsungan usaha perseroan yang terkena forced delisting.

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">BEI Larang Manajemen Perseroan Aktif di Bursa Usai <em>Forced Delisting</em>&nbsp;</p>
<p id="isPasted">BEI Larang Manajemen Perseroan Aktif di Bursa Usai <em>Forced Delisting</em>&nbsp;</p>

Pekerja berada di depan layar yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (26/4/2023). Antara Foto/Hafidz Mubarak A

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Nomor 1-N tentang Pembatalan Pencatatan (delisting) dan Pencatatan Kembali (relisting). Hasilnya, saat ini terdapat 41 emiten terancam forced delisting oleh Bursa. 

BEI menilai para pihak terkait yang menjadi bagian dari manajemen perseroan, baik itu Direksi, Komisaris maupun Pengendali dianggap bertanggung jawab atas kelangsungan usaha perseroan yang terkena forced delisting. Sehingga, mereka akan dilarang untuk kembali berkiprah di pasar modal. 

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pada saat proses delisting, ada board of director (BOD) yang bertanggung jawab atas kegiatan operasional. 

"Board of director ini bertanggung jawab atas kegiatan operasional. Mau dibawa kemana perusahaan itu ada di tangan mereka," jelas Nyoman dalam edukasi wartawan, Senin (3/6). 

Baca Juga: Ini Upaya BEI Lindungi Investor Retail dari Emiten Delisting

Selain BOD, board of commissioner (BOC) dan Pengendali atau controlling shareholder juga bertanggung jawab. Pasalnya, BOC punya tugas untuk mengawasi perusahaan, sedangkan Pengendali bertanggung jawab atas arah perusahaan dalam periode yang panjang. 

Dengan demikian, apabila sampai terjadi forced delisting, maka Bursa berpendapat bahwa pihak-pihak ini tidak dapat menavigasi perusahaan untuk bisa mempertahankan status menjadi perusahaan tercatat. 

Oleh karena itu, Bursa memberikan konsekuensi berupa melarang pihak-pihak ini untuk masuk kembali ke pasar modal. 

“Kami tidak menggunakan terminologi blacklist. Bursa berpendapat, pihak-pihak ini tidak dapat menavigasi perusahaan. Untuk itu, kami melarang mereka untuk kembali aktif di pasar modal hingga periode tertentu,” ujar Nyoman. 

Pihaknya juga melakukan harmonisasi terkait aturan delisting dengan peraturan yang lebih tinggi, yakni Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). 

Terkait proses pelaksanaannya, Nyoman memperkirakan bakal ada kendala yang dihadapi. Untuk kondisi forced delisting, akan ada pihak-pihak yang wajib bertanggung jawab, baik Direksi, Komisaris, dan Pengendali untuk melakukan pembelian kembali atas saham publik yang beredar (buyback). 

Pada saat proses ini, ada upaya dari Bursa dan regulator untuk hearing approach pihak-pihak yang wajib bertanggung jawab, seperti di mana posisinya dan apakah memiliki kemampuan atau tidak. 

"Kita diskusi tentunya memang tidak mudah. Artinya, perlu dilakukan identifikasi karena pihak-pihak ini sudah di-suspend dalam waktu tertentu. Tentu pada saat pemanggilan, mereka tidak langsung datang dan ini membutuhkan waktu," terangnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Teuku Fahmi Ariandar selaku Kepala Divisi Peraturan dan Layanan Perusahaan Tercatat BEI menambahkan, Peraturan I-N (Delisting & Relisting) ini sebagai bentuk perlindungan investor. 

“BEI akan mengeluarkan pengumuman delisting setiap enam bulan sekali, yaitu setiap bulan Juni dan Desember. Jadi, investor lebih aware berkait dengan perusahaan-perusahaan yang berpotensi dilakukan delisting," bebernya. 

Kemudian, Bursa pun akan mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan informasi mengenai rencana perbaikan sejak dini. Harapannya, investor lebih memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perusahaan tercatat. 

Alasan Peraturan I-N
Bursa menyampaikan ada tiga alasan yang melatarbelakangi Peraturan I-N (Delisting & Relisting) ini. Pertama, mengakomodasi kebutuhan bisnis dan praktik terkini khususnya dalam rangka peningkatan perlindungan investor ketika terjadi delisting

Kedua, menyesuaikan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 3/POJK.04/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, dan Surat Edaran OJK Nomor 13/SEOJK.04/2023 tentang Pembelian Kembali Saham Perusahaan Terbuka Sebagai Akibat Dibatalkannya Pencatatan Efek oleh Bursa Efek karena Kondisi atau Peristiwa yang Signifikan Berpengaruh Negatif Terhadap Kelangsungan Usaha. 

Baca Juga: BEI Umumkan 41 Emiten Berpotensi Delisting, Ini Perkembangannya

Ketiga, Harmonisasi ketentuan Delisting Saham dan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk (EBUS) pasca penggabungan Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. 

Adapun, kriteria delisting karena Keputusan Bursa (Forced Delisting) menurut Peraturan BEI Nomor I-N, yaitu Perusahaan Tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan Perusahaan Tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai. 

Kemudian, Perusahaan Tercatat tidak memenuhi persyaratan pencatatan Efek di Bursa, dan/atau; Saham Perusahaan Tercatat telah mengalami Suspensi Efek, baik di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, dan/atau di seluruh Pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar