26 Februari 2025
16:15 WIB
Bawang Putih Mahal, Pedagang Keluhkan Proses Impor
Pedagang bawang putih mengeluhkan kebijakan impor yang mendorong harga komoditas bumbu dapur ini semakin mahal.
Penulis: Erlinda Puspita
Pedagang bumbu dapur saat merapikan dagangannya di Pasar Enjo, Jakarta Timur. ValidNewsID/Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA - Salah satu pedagang bawang putih Jaya Sartika membeberkan ada tiga penyebab utama yang mendorong mahalnya harga bawang putih saat ini. Dia yang sebelumnya tergabung di dalam Perkumpulan Pengusaha Bawang Putih dan Umbi Indonesia (Pusbarindo) menyebutkan pada tahun lalu hanya ada satu anggota Pusbarindo yang memperoleh Persetujuan Impor (PI).
Penyebab pertama menurutnya adalah, minimnya pasokan di dalam negeri saat ini. Dia mengungkapkan, pada tahun lalu saat dirinya masih tergabung dalam Pusbarindo, dari puluhan perusahaan importir bawang putih yang terdaftar, hanya satu perusahaan anggota Pusbarindo yang PI-nya berhasil diterbitkan Kementerian Perdagangan (Kemendag).
"Setahu saya di Pusbarindo saja waktu itu hanya satu perusahaan yang dapat PI dan hanya impor 3 ribu ton di Oktober 2024. Otomatis barang sudah rilis semua, kecuali ada yang pakai PT PT nama samaran, tidak tau," jelas Jaya saat dihubungi Validnews, Rabu (26/2).
Baca Juga: Kemendag: 21 Ribu Ton Bawang Putih Impor Masuk Maret 2025
Kedua adalah proses impor. Dia menilai proses impor yang ada saat ini terkesan menghambat dan tidak transparan dalam memutuskan perusahaan importir. Keluhan ini sejatinya telah terjadi sekitar tiga tahun belakangan.
Jaya mengeluhkan pada tahap pengajuan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan).
Seharusnya, kata dia, Dirjen Hortikultura menerbitkan RIPH pada importir secara periodik, umumnya per tiga bulan dan beberapa importir saja. Namun pada tahun lalu, RPIH diterbitkan secara langsung di waktu yang sama kepada importir-importir baru. Sementara ia mengaku, beberapa importir lama justru kesulitan memperoleh RIPH.
"Biasanya pakai periodik per tiga bulan 10 PT atau 15 PT, dianalisa dulu kan. Nah yang sekarang ini RIPH itu langsung dikeluarkan di 80 PT sekian. Itu yang menurut kami tidak adil, karena hampir semua PT itu baru. Jadi kami menduga memang dari awal RIPH itu sudah diset yang menerima," tuturnya.
Ketiga adalah mahalnya ongkos impor atau Biaya Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL). Meski Jaya enggan menjelaskan secara detail besaran biaya tersebut, namun menurutnya banyak biaya-biaya tambahan lainnya yang mendorong harga bawang putih semakin mahal saat di dalam negeri.
Baca Juga: BPS Waspadai Kenaikan Harga Gula Pasir Hingga Bawang Putih Jelang Ramadan
Berdasarkan panel harga pangan Badan Pangan Nasional (BAPANAS), harga bawang putih rata-rata nasional saat ini adalah Rp43.037/kg, atau 13,26% di atas Harga Acuan Penjualan (HAP) nasional sebesar Rp38.000/kg, dan masih di atas HAP Indonesia Timur & kawasan 3TP sebesar Rp40.000/kg.
Tercatat harga tertinggi dan di level merah ada di wilayah Papua Tengah senilai Rp57.059/kg (naik 42,65% dari HAP), Papua Barat Rp54.463/kg (36,61%), Papua Rp53.611/kg (34,03%), Maluku Utara Rp52.955/kg (32,39%), Sulawesi Tengah Rp49.684/kg (28,95%), Sulawesi Tenggara Rp49.000/kg (28,95%), dan Gorontalo Rp48.950/kg (28,82%). Sedangkan harga termurah ada di Kepulauan Riau Rp37.259/kg (turun di bawah HAP 1,95%), Jawa Timur Rp39.007/kg (2,65% di atas HAP), DI Yogyakarta Rp39.607/kg (4,23%).
Sebelumnya, Staf Ahli Kementerian Perdagangan (Kemendag) Tommy Andana melaporkan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menerbitkan PI sepanjang tahun ini sebanyak 226.101 ton. Pihaknya pun telah mengaku telah mendorong para importir yang telah mengantongi PI agar segera merealisasikan impor bawang putih.
"Kami dari Direktorat terkait sudah mengimbau kepada pemegang PI untuk segera direalisasikan dan segera didistribusikan," tegas Tommy dalam Rapat Koordinasi Inflasi Daerah, Senin (24/2).
Data Kemendag menunjukkan stok awal 2025 bawang putih tersedia 53.484 ton. Adapun perkiraan produksi dalam negeri tahun ini sebanyak 23.141 ton dan penyusutan sebesar 10.583 ton. Sementara itu, untuk kebutuhan setahun totalnya mencapai 653.739 ton atau rata-rata per bulan sekitar 54.478 ton.
Kemendag mencatat alokasi kebutuhan impor tahun ini mencapai 550.000 ton, sehingga perkiraan stok akhir tahun 2025 sebanyak 6.206 ton.