08 April 2023
08:39 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyatakan transformasi kebijakan fiskal diperlukan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045.
"Transformasi kebijakan fiskal secara komprehensif akan dilakukan pada peningkatan sisi pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara," katanya saat bertemu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebagaimana dikutip dari Instagram @suharsomonoarfa di Jakarta, Jumat.
Ia juga menilai perlu aturan fiskal yang adaptif untuk meningkatkan fleksibilitas dan ruang fiskal sesuai kebutuhan pembangunan, memerhatikan tingkat utang yang menjamin keberlanjutan fiskal. Selain itu, diperlukan penguatan kelembagaan penerimaan negara yang kredibel dan akuntabel
Menurut dia, kebijakan untuk meningkatkan penerimaan pajak itu dilakukan melalui sejumlah cara. Pertama, akselerasi reformasi kebijakan dan administrasi perpajakan sejalan dengan perubahan struktur ekonomi yang lebih produktif.
Kedua, peningkatan basis pajak melalui penegakan hukum dan kepatuhan wajib pajak, serta mendorong sektor informal untuk menjadi sektor formal.
Lalu ketiga, penggalian sumber-sumber penerimaan pajak baru seperti sin tax, carbon tax, serta dari sumber bukan pajak sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada sumber daya alam.
"Terakhir, penguatan kelembagaan penerimaan negara," ucap Kepala Bappenas.
Untuk mewujudkan Indonesia emas 2045, dia juga mengatakan bahwa kebijakan moneter akan diarahkan pada pro-growth dan pro-stability.
Suharso memberikan tujuh poin dalam rangka mengimplementasikan kebijakan moneter untuk pro-stability.
Mulai dari menjangkar inflasi dalam jangka panjang pada tingkat yang akomodatif, implementasi paradigma baru kebijakan suku bunga acuan, menjaga stabilitas nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya, mewujudkan sistem pembayaran yang modern dan efisien, serta mengelola kecukupan cadangan devisa.
"Kemudian juga menjaga likuiditas dan stabilitas sistem keuangan melalui bauran kebijakan (moneter, makroprudensial, sistem pembayaran), serta pengembangan instrumen kebijakan moneter untuk mendorong pendalaman pasar keuangan," ungkapnya.
Alokasi Anggaran Prioritas 2024
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan arah kebijakan anggaran prioritas tahun 2024 adalah memperkuat belanja untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan penguatan infrastruktur ekonomi.
Pada sisi peningkatan kualitas SDM, mencakup penurunan stunting dan transformasi sistem kesehatan, penghapusan kemiskinan ekstrem dan perlindungan sosial (perlinsos).
Serta penguatan kualitas dan akses pendidikan, sedangkan sisi penguatan infrastruktur difokuskan untuk mendukung transformasi ekonomi.
Ia menyebutkan, selain SDM, diperlukan upaya untuk menjaga jaga kemunculan pusat-pusat pertumbuhan atau kawasan ekonomi. Termasuk dalam hal ini memenuhi kebutuhan digital technology dan infrastruktur.
"Serta bagaimana kita buat regulasi yang sesuai,” ucap Menkeu dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 pada Kamis (6/4) yang dipantau secara virtual di Jakarta, Jumat (6/4), dilansir dari Antara.
Secara detail, penguatan arah kebijakan anggaran prioritas diperuntukkan belanja kesehatan sebesar Rp187-200 triliun atau lebih tinggi dibandingkan belanja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 dan 2023.
Namun, besaran anggaran belanja kesehatan pada tahun 2024 telah lebih rendah dibandingkan pada tahun 2021 yang sebesar Rp312 triliun. Pada tahun tersebut masih di tengah pandemi covid-19, pemerintah harus mengalokasikan anggaran membayar pasien-pasien dan rumah sakit untuk pengobatan.
“Jadi karena sudah tidak ada pasien covid-19, obat-obat, vaksin, maka kita bisa mengembalikan belanja kesehatan pada situasi normal dengan fokus stunting, tuberkulosis, malaria atau berbagai penyakit-penyakit yang menyebabkan kualitas dari kehidupan masyarakat (melemah), seperti diabetes, ginjal, darah tinggi, dan lain-lain,” ungkapnya.
Untuk anggaran belanja perlinsos, pemerintah mengalokasikan Rp503-546 triliun atau jauh lebih besar bahkan dibandingkan masa pandemi.
Padahal, saat masa pandemi, pemerintah disebut melakukan ekstra perlindungan bantuan sosial karena masyarakat tidak bisa keluar dan membutuhkan dukungan.
Selanjutnya, anggaran untuk belanja pendidikan diperkirakan mencapai Rp643-695 triliun atau tertinggi sepanjang sejarah pengalokasian anggaran di ranah pendidikan di Indonesia.
Besaran anggaran Pendidikan ini mencerminkan lonjakan keseluruhan APBN. Pada periode 2004-2005, total APBN hanya Rp495 triliun. Namun, sekarang belanja pendidikan saja akan capai Rp643-695 triliun.
"Tentu kita mengharapkan hasil dari berbagai belanja itu menghasilkan dampak kualitas pembangunan yang meningkat," ucapnya.
Terakhir, pemerintah mengalokasikan belanja infrastruktur sebesar Rp396-477 triliun atau tertinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir.
“Ini (semua) adalah arah belanja sesuai dengan prioritas,” ujar Sri Mulyani.