c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

08 Oktober 2024

20:13 WIB

Bappenas Dorong Penyelarasan Sektor Industri Dengan Ekonomi Hijau

Pemerintah berupaya agar target-target industri, bisa diselaraskan dengan target untuk ekonomi hijau yang tetap di kedepankan untuk mencapai tujuan dari target-target SDGs

<p>Bappenas Dorong Penyelarasan Sektor Industri Dengan Ekonomi Hijau</p>
<p>Bappenas Dorong Penyelarasan Sektor Industri Dengan Ekonomi Hijau</p>

Ilustrasi Ekonomi Hijau. Shutterstock/petrmalinak

JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), mendorong penyelarasan antara industri dengan prinsip ekonomi hijau.

Di dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, industrialisasi sudah menjadi keharusan untuk menggerakkan perekonomian Indonesia. Otomatis, dibutuhkan banyak energi dan sumber daya alam yang bisa diolah, serta rantai pasok yang lebih masif.

“Itu kemudian berimplikasi kepada, bagaimana jarak, tempat, bagaimana transportasi, dan semua ini yang kemudian menjadikan kami juga berpikir. Bagaimana kalau industri ingin maju, tapi pada saat yang sama kita menyatakan ekonomi hijau adalah sumber pertumbuhan,” kata Staf Ahli Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Kementerian PPN/Bappenas Leonardo AA Teguh Sambodo dalam Sustainable Development Goals (SDGs) Annual Conference 2024 di Jakarta, Selasa (8/10).

Ia menuturkan, apabila industri hendak tumbuh besar, maka dibutuhkan pasokan energi yang masif. Apalagi, Indonesia ingin mengedepankan industri mineral dan batu bara mengingat adanya berbagai komoditas melimpah seperti nikel dan bauksit di Indonesia. Di sisi lain, pemerintah juga mau menerapkan ekonomi hijau untuk mencapai tujuan dari target-target SDGs.

“Karena itu, kita juga melihat bagaimana target-target industri itu bisa diselaraskan dengan target untuk ekonomi hijau tetap dikedepankan. Tentu saja harapannya porsi dari EBT (Energi Baru dan Terbarukan) yang tersedia dan terjangkau untuk industri itu juga semakin banyak, dan pada saat yang sama penggunaan sumber daya alam itu juga tidak merusak, misalnya keanekaragaman hayati,” ucapnya.

Dia menegaskan, efisiensi energi akan diselaraskan dengan transisi menuju EBT dengan memperhatikan seluruh aspek di sektor industri, mulai dari proses produksi hingga pengelolaan limbah. Kolaborasi antar pemangku kepentingan juga dibutuhkan, dalam rangka mendorong transformasi industri menerapkan konsep ekonomi hijau, menginisiasi skema pembiayaan untuk membangkitkan EBT, serta mendirikan industri-industri baru yang berkelanjutan.



Penggabungan antara pendekatan berkelanjutan dengan solusi digitalisasi industri 4.0 dinilai turut menciptakan efisiensi dalam metode produksi. ”Kita semakin tahu di titik-titik mana di rantai pasok dari proses manufaktur ini bisa ditingkatkan efisiensinya, bisa dikurangi kebutuhan untuk bahan bakunya, dan bagian-bagian ini juga menjadi satu kebutuhan. Maka, research dan development ini menjadi salah satu kunci yang mendasari,” ungkap dia.

Selain memperhatikan industri besar, Teguh menyebutkan, industri kecil dan menengah perlu pula menjadi bagian dalam transisi menuju praktik berkelanjutan. Beberapa upaya yang dapat didorong antara lain memperkuat kebijakan industri berkelanjutan, pengembangan standar hijau secara bertahap untuk industri, serta memperbanyak investasi dan akuisisi teknologi yang ramah lingkungan.

“Mungkin Bapak Ibu suka mendengar, khusus untuk kelapa sawit, mungkin juga kakao, dan untuk produk-produk yang lain, ada EU (European Union) Deforestation Regulation yang rencananya akan diberlakukan pada 1 Januari 2025, yang menuntut traceability sangat tinggi untuk semua barang yang diimpor oleh negara-negara Eropa. Ini menjadikan salah satu standar baru yang sebenarnya menjadi perhatian kita, apakah kita sudah bisa memenuhi seperti ini,” beber Teguh.

Capaian SDGs
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa melaporkan, capaian Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia hingga saat ini sebesar 62,5% dari 222 indikator SDGs yang telah on track.

Capaian tersebut lebih baik dibandingkan rata-rata negara di tingkat global sebesar 17% dari target SDGs yang on track, dengan perkiraan seluruh target SDGs akan tercapai 32 tahun lagi apabila tak ada upaya transformasi untuk mempercepat pencapaian target-target tersebut.

“Jadi, kita empat kali lebih hebat di rata-rata global,” ujarnya dalam SDGs Annual Conference (SAC) 2024 di Fairmont Hotel, Jakarta, Senin.

Kendati demikian, harus diberikan perhatian khusus terhadap 29,5% indikator yang off track karena stagnan, bahkan memburuk. Sejak tahun 2017, Indonesia telah melaporkan pencapaian SDGs di tingkat global melalui Voluntary National Review. Saat ini, pihaknya juga mendorong pelaporan implementasi SDGs di berbagai kota dan provinsi melalui Voluntary Local Review.

Berbagai praktik baik implementasi SDGs di Indonesia disebut menjadi contoh banyak negara lainnya. Hingga kini, terdapat 32 dari 38 provinsi yang menetapkan rencana aksi daerah SDGs, 54 SDGs Center di berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang menjadi pusat kajian dan inovasi implementasi pembangunan berkelanjutan, hingga 154 perusahaan telah menerbitkan laporan keberlanjutan.

Untuk mendokumentasikan praktik terbaik dari berbagai pihak, telah dikembangkan dashboard repository sebagai platform informasi dan pembelajaran. Termasuk E-Monev (Monitoring dan Evaluasi) dalam rangka memantau dan mengevaluasi capaian SDGs, melalui SDGs dashboard nasional yang dapat diakses semua pihak.



Beberapa contohnya ialah inisiatif sekolah peternak rakyat dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang memberdayakan para peternak di desa melalui penerapan sirkular ekonomi sehingga mengurangi efek gas rumah kaca/ Lalu Aruna Indonesia (integrated fisheries commerce startup) memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan nelayan skala kecil melalui penyediaan pasar yang adil dan transparan beserta pendidikan perikanan berkelanjutan.

Kemudian, ada pula Nara Kreatif (kewirausahaan sosial) yang membuka sekolah kesetaraan untuk mengatasi permasalahan angka putus sekolah melalui bisnis pengelolaan lingkungan. Program ini dinyatakan sudah menjangkau masyarakat rentan, sehingga mereka memperoleh ijazah kesetaraan dan membuka peluang memperoleh pekerjaan lebih baik.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Bappenas menegaskan, peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif. Saat ini, total faktor produktivitas Indonesia masih berada di posisi rendah dibandingkan negara lain.

“Dengan pendidikan berkualitas yang mampu mengantisipasi perubahan keterampilan hingga 44%, kita optimis dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja,” ungkap dia.

Potensi green jobs juga sangat besar yang ditargetkan 15,3 juta pekerja di sektor hijau pada tahun 2045. Sektor hijau sendiri dinilai akan terus berkembang sejalan dengan komitmen Indonesia menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) hingga 31,89%, sesuai enhanced nationally determined contribution.

Ke depan, peran generasi muda melalui pendidikan dan pengembangan kompetensi serta keterampilan kerja, dikatakannya menjadi katalis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hijau, inovasi, dan digitalisasi yang berkelanjutan.

“Kami yakin kebijakan transformasional yang lebih inklusif dan berkelanjutan memperkuat kolaborasi lintas sektor serta pelokalan SDGs dengan pendekatan spesifik di tiap daerah akan menciptakan keadilan dan ekonomi yang lebih merata,” kata Suharso.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar