18 Juli 2025
12:58 WIB
Bapanas: Asal Sesuai Standar, Pencampuran Beras Beda Kualitas Lumrah
Bapanas menjelaskan praktik pencampuran beras sesuai standar mutu merupakan hal biasa dan lumrah. Asal tahu, beras kualitas premium 'dibolehkan' maksimal memiliki butir patah 15%.
Editor: Khairul Kahfi
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan praktik pencampuran beras dengan standar mutu terukur itu biasa dan lumrah, Jakarta, Kamis (17/7). Dok Bapanas/NFA
JAKARTA - Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menegaskan, temuan Kementan terkait berbagai merek beras premium yang tidak sesuai mutu dan label atau acapkali disebut beras oplosan harus jadi fokus perbaikan tata niaga perberasan nasional saat ini.
Pihaknya pun mendorong produsen beras premium agar dapat berbenah dan mengimbau masyarakat dapat lebih jeli dalam memilih beras sesuai preferensi. Secara sederhana, masyarakat dapat mengecek kualitas beras hanya dengan melihat sekilas kondisi beras
"Jadi cara masyarakat melihat beras sebelum membeli, bisa secara visual, kalau banyak butir patahnya, itu hampir pasti adalah jenis beras medium karena maksimal 25% butir patahnya. Tapi kalau butir utuhnya banyak, itu jenis beras premium," terangnya dalam siaran resmi, Jakarta, Jumat (18/7).
Baca Juga: Bapanas Ke Peritel: Beras Oplosan Tak Perlu Ditarik, Jual Murah Saja
Karena itu, Arief menyampaikan, masyarakat tidak perlu khawatir berbelanja beras di pasaran setelah temuan resmi Kementan. Terlebih jika membeli beras produksi bermerek, masyarakat dapat langsung mengoreksi jika ditemukan ketidaksesuaian.
Terkait adanya temuan beras premium oplosan, dia menjelaskan, praktik tersebut memang ada berupa pencampuran butir patah dengan butir kepala. Namun pencampuran tersebut harus sesuai standar mutu yang telah ditetapkan pemerintah.
"Kalau beras itu pasti dicampur. Kenapa dicampur? Karena ada butir utuh dan butir patah. Nah kalau beras premium itu butir utuhnya dicampur dengan butir patah sampai 15%. Bukan dioplos dengan beras busuk terus diaduk. Ini karena kualitas adalah kualitas. Ini yang harus dijaga," ujarnya.
Terkait itu, kelas mutu beras premium telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional 2/2023.
Untuk beras kualitas premium, punya spesifikasi butir patah maksimal 15%, kadar air maksimal 14%, derajat sosoh minimal 95%, butir menir maksimal 0,5%, total butir beras lainnya seperti butir rusak, butir kapur, dan butir merah/hitam maksimal 1%. Adapun beras premium harus bebas dari butir gabah dan benda lain.
Tak jauh berbeda, Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2020 beras premium nonorganik dan organik harus mempunyai komponen mutu antara lain butir patah maksimal 14,50%; butir kepala minimal 85%; butir menir maksimal 0,50%; butir merah/putih/hitam maksimal 0,50%; butir rusak maksimal 0,50%; butir kapur maksimal 0,50%; benda asing maksimal 0,01%, dan butir gabah maksimal 1,00 per 100 gram.
"Kalau istilah oplosan itu cenderung berkonotasi negatif. Seperti misalnya minyak seharga Rp15.000, tapi dicampur dengan minyak seharga Rp8.000, lalu dijual dengan harga Rp15.000. Nah itu maksudnya oplos," ungkap dia.
Baca Juga: Soal Beras Oplosan, Aprindo Tunjuk Produsen Sebagai Pihak Salah
Sekali lagi, Arief menyampaikan, pencampuran untuk beras premium dibolehkan asalkan tidak melebihi syarat butir patah 15%.
"Di beras, kita punya batas maksimal beras patah 15%. Apabila butir utuh tadi dicampur dengan 15% butir patah, itulah beras premium dan memang begitu standar mutunya. Jadi pencampuran beras tapi tidak melampaui standar mutu itu biasa dan lumrah," tambahnya.
Praktik Pencampuran Beras Yang Dilarang
Selanjutnya, Arief mempertegas praktik 'oplos' yang tidak diperbolehkan dan mengandung delik pidana adalah jika menggunakan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Hal ini karena beras SPHP terdapat subsidi dari negara, sebagai salah satu program intervensi perberasan ke pasaran.
"Untuk beras subsidi pemerintah, itu yang tidak boleh dicampur atau 'dioplos'. Beras SPHP dengan kemasan 5 kilogram harus menyasar langsung ke masyarakat dengan harga Rp12.500 per kilogram (Zona 1). Itu tidak boleh dicampur, tidak boleh dibuka kemasannya untuk dicampur ke beras lain," urainya.
Normalnya, kualitas beras SPHP masuk dalam golongan medium. Namun, Arief mengakui, torehan beras SPHP beberapa waktu lalu punya kualitas yang lebih tinggi mendekati premium, karena tingkat beras broken hanya 5%.
Baca Juga: Kementan Identifikasi Kerugian Negara Rp101,35 T Dari Praktik Kecurangan Beras
Karena itu, Arief tidak heran, Mentan Andi Amran Sulaiman begitu marah dengan praktik pencampuran beras menggunakan SPHP. Lantaran aksi ini bisa merugikan negara secara langsung.
"Ini yang dimaksud Bapak Menteri Pertanian bahwa beras SPHP itu tidak boleh dioplos dengan beras lain. Untuk itu, saya sudah meminta Bapak Dirut Bulog untuk memastikan agar tidak terjadi praktik seperti itu. Outletnya sekarang harus jelas, teregistrasi secara digital," ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah saat ini berkomitmen terhadap pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih untuk dijadikan outlet penyaluran beras SPHP yang resmi.
Pada 21 Juli mendatang, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang menandakan pula dimulainya kanal penyaluran beras SPHP ke masyarakat.
"Pengawasan terhadap distribusi beras SPHP telah kita tingkatkan. Bulog menggandeng Satgas Pangan, baik Polri maupun TNI. Masyarakat pun juga dapat membantu pengawasan terkait aspek harga, kualitas beras sampai praktik tak wajar di pasaran jika ada," tegasnya.
Terpisah, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menuturkan strategi pengawasan terhadap penyaluran beras SPHP saat ini dapat dipantau secara digital.
Sebagai tindak lanjut penugasan dari NFA, Bulog telah mengoperasikan aplikasi Klik SPHP yang mana mewajibkan pengecer yang ingin mendapatkan pasokan beras SPHP harus terdaftar dan tersertifikasi terlebih dahulu.
"Setelah badan usaha jelas dan izinnya lengkap, baru diperbolehkan memesan beras SPHP. Apabila tidak mematuhi ketentuan, sanksinya cukup berat dan hukumannya bisa sampai lima tahun penjara. Beras SPHP juga tidak boleh dijual di pasar modern," jelas Rizal saat melakukan tinjauan ke Pasar Setono Betek, Kota Kediri, Jawa Timur (15/7).