07 Agustus 2025
14:35 WIB
Bantah Kritik, Kemenperin: IKI Buktikan Pertumbuhan Industri 5,60% Valid
Kemenperin mengatakan kinerja gemilang industri kuartal II/2025 sudah sesuai dengan sejumlah data dan indikator valid. Hal ini menanggapi kritik ekonom terkait pertumbuhan industri yang dirilis.
Penulis: Al Farizi Ahmad
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, kinerja gemilang sektor industri kuartal II/2025 sudah sesuai dengan sejumlah data dan indikator valid. Hal ini menanggapi kritik ekonom terkait pertumbuhan industri yang dirilis BPS tidak sejalan dengan hasil PMI manufaktur Indonesia yang dilansir oleh S&P Global.
“Angka pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan industri manufaktur yang dirilis oleh BPS sudah akurat,” kata Febri dalam pernyataan resmi, Jakarta, dikutip Kamis (7/8).
Baca Juga: Industri Pengolahan Topang Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II/2025
Menurut Febri, pertumbuhan industri yang disampaikan BPS juga sudah sesuai dengan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan Prompt Manufacturing Index-Bank Indonesia (PMI BI), serta capaian investasi dan ekspor sektor industri.
“Hal ini tervalidasi melalui hasil IKI Kemenperin dan PMI BI (Bank Indonesia) yang menyatakan bahwa industri manufaktur selama kuartal II/2025 selalu di atas level 50 atau berada dalam fase ekspansif. Beberapa indikator lainnya, pada belanja modal investasi sektor manufaktur juga naik,” ungkapnya.
Febri menyampaikan, capaian positif berdasarkan IKI Juli 2025 sebesar 52,89 atau naik 1,05 poin dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 51,84, dan lebih tinggi 0,94 poin dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Dia menyebutkan, tren positif ini mencerminkan optimisme dan ketahanan pelaku industri nasional di tengah tekanan global dan pelemahan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Eropa, Jepang, dan China.
Untuk diketahui, IKI dihimpun berdasarkan survei langsung kepada pelaku industri dari 23 subsektor manufaktur, mencakup aspek produksi, permintaan ekspor dan domestik, utilisasi kapasitas, tenaga kerja, hingga ekspektasi bisnis ke depan.
Selain itu, IKI dinilai lebih representatif untuk kepentingan kebijakan karena didasarkan pada data primer dan dianalisis dalam konteks kebutuhan nasional, tidak semata-mata mengikuti indikator global seperti PMI.
Indikator IKI juga mencerminkan kondisi industri yang lebih representatif secara nasional karena melibatkan jumlah responden yang lebih besar dan pendekatan sektoral yang rinci.
Baca Juga: PCO Jelaskan Jeda Waktu PMI-PMTB, Ungkit Investasi Kuartal II
Dia pun membandingkan jumlah sampel rata-rata untuk penilaian IKI mencapai 3.100 perusahaan tiap bulannya, sementara survey PMI S&P Global tidak lebih dari 500 perusahaan industri per survei.
“IKI jauh lebih akurat dan komprehensif karena melibatkan responden lebih banyak, dan kami melengkapi dengan data IKI ekspor dan domestik, serta analisis yang mendalam terhadap tren dan tantangan aktual di lapangan. Selain itu, dengan IKI bisa diketahui kinerja masing-masing subsektor Industri Pengolahan Non Migas. IKI diolah oleh pakar statistik IPB dan divalidasi oleh ekonom UI,” jelas Febri.
Febri menegaskan, Kemenperin tidak pernah menggunakan hasil PMI Manufaktur sebagai dasar analisis atau perumusan kebijakan. Namun, Kemenperin tetap menghargai hasil survei PMI sebagai referensi umum, kendati tidak digunakan untuk pengambilan kebijakan.
“Kami menghargai hasil survei PMI sebagai referensi umum, namun dalam merumuskan kebijakan, Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dan PMI BI. Jadi, kinerja manufaktur lebih akurat dengan IKI dan PMI BI dibandingkan dengan indikator kinerja manufaktur lainnya,” imbuhnya.
Pertumbuhan Industri Mampu Lebih Tinggi
Febri mengingatkan, geliat pertumbuhan manufaktur tidak hanya tecermin dari angka statistik, tetapi juga sesuai fakta aktivitas di lapangan. Pada semester I/2025, tercatat sebanyak 1.641 perusahaan telah melaporkan pembangunan fasilitas produksi baru melalui Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) dengan nilai investasi mencapai Rp803,2 triliun.
“Dampak langsung dari ekspansi industri ini adalah penyerapan tenaga kerja baru yang diperkirakan mencapai 303.000 orang. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) yang disampaikan oleh kementerian lain maupun asosiasi pengusaha,” kata Febri lagi.
Baca Juga: Ekonomi Kuartal II/2025 Tumbuh 5,12%, Ekonom: Agak Membingungkan
Untuk itu, Kemenperin terus berkomitmen menjaga momentum pertumbuhan industri pengolahan sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional dan penciptaan lapangan kerja berkualitas.
Selain itu, pertumbuhan dan kontribusi industri manufaktur juga diyakini masih bisa lebih tinggi lagi, jika kebijakan pro industri diberlakukan.
“Dengan kebijakan yang kurang mendukung manufaktur saja sudah mencapai pertumbuhan 5,60%. Apalagi jika kebijakan yang pro industri diberlakukan, tentu pertumbuhan manufaktur melesat jauh lebih tinggi lagi," ucapnya.
Dia menerangkan, kebijakan pro industri dimaksud adalah kebijakan yang berpihak dan melindungi industri dalam negeri guna membangkitkan kinerja manufaktur nasional secara berkelanjutan.
Baca Juga: Ekonom Desak BPS Buka Data Riil PDB Kuartal II Yang Dinilai Janggal
Merujuk data BPS, industri pengolahan nonmigas pada kuartal II/2025 mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,60% (yoy) atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,12%.
Capaian itu menunjukkan ketangguhan sektor industri manufaktur dalam menghadapi tekanan global dan membuktikan peran vitalnya sebagai motor penggerak perekonomian nasional.
Pada periode yang sama, industri pengolahan nonmigas memberikan kontribusi terhadap PDB nasional juga naik dari 16,72% pada kuartal II/2024 menjadi 16,92% pada kuartal II/2025.