20 Juni 2022
19:23 WIB
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Pemerintah lewat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat gencar menggarap pembangunan infrastruktur di berbagai lini. Tak hanya di bidang jalan dan jembatan atau perumahan, sektor Sumber Daya Air (SDA) pun tak luput dari perhatian.
Salah satu fokus dalam membangun infrastruktur bidang SDA ialah melalui bendungan. Pasalnya, meski menjadi negara agraris dan bercita-cita mencapai swasembada pangan, nyatanya ketahanan air yang kunci utama dari produktivitas pertanian sangat minim.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono pada November 2018 menyebutkan, dari 7,3 juta hektare lahan irigasi, hanya sekitar 11% yang mendapatkan pasokan air dari bendungan. Tak asal sebut, data yang dijabarkan Basuki didukung oleh jurnal bertajuk Dukungan Pembangunan Irigasi dan Lahan Kering Terhadap Kemandirian Pangan yang diterbitkan Litbang Kementerian Pertanian.
Dalam jurnal tersebut diketahui sistem irigasi secara nasional sebenarnya dapat mengairi total lahan sawah seluas 7,23 juta hektare pada 2010. Namun, sumber air irigasi waduk yang tersedia hanya mampu menjamin ketersediaan air untuk irigasi lahan sawah seluas 797.971 hektare atau 11%. Suplai irigasi waduk tersebut tidak mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2014.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo pada periode pertama pun langsung gaspol dengan menargetkan pembangunan 65 unit bendungan hingga tahun 2020. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sejak 2014 sudah didapuk menjadi nahkoda dari target tersebut.
Selain untuk mengairi sawah, Basuki dalam sebuah kesempatan menyebutkan, proyek-proyek itu punya tujuan utama untuk meningkatkan ketersediaan air bersih untuk rumah tangga. Maka dari itu dibangunlah infrastruktur penyediaan air baku, mulai dari bendungan, intake, hingga jaringan distribusi lain.
Dengan pembangunan 65 unit bendungan itu, suplai irigasi waduk hanya bertambah dari 11% menjadi 20% dari total area irigasi. Sebaran pembangunan 65 bendungan dengan volume total 7,78 miliar m3 diperkirakan akan mengairi irigasi seluas 571.559 hektare.
Target lantas dikembangkan, dari awalnya 65 unit menjadi 72 unit bendungan, dengan durasi penyelesaian yang turut diperpanjang hingga tahun 2024 mendatang. Lebih detil lagi, pemerintah membidik kapasitas penyediaan air baku mencapai 50 m3/detik, 500.000 hektare irigasi baru, rehabilitasi 2 juta hektare irigasi eksisting, serta revitalisasi 15 danau prioritas.
Salah satu provinsi yang mendapatkan jatah pembangunan bendungan terbanyak adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Hingga saat ini, PUPR membangun sebanyak tujuh unit bendungan di provinsi yang berbatasan dengan Timor Leste dan Australia itu. Pemerintahan Joko Widodo menganggarkan tak kurang dari Rp5,9 triliun untuk membangun tujuh bendungan di sana.
Kementerian PUPR meyakini keberadaan infrastruktur bendungan punya korelasi yang kuat terhadap ketahanan pangan nasional. Kehadiran bendungan disebut akan berpengaruh terhadap produktivitas pertanian di provinsi yang dikenal kering itu.
Infrastruktur yang sudah rampung antara lain Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu, serta Bendungan Napun Gete di Kabupaten Sikka. Ketiganya rampung masing-masing pada tahun 2018, tahun 2019, dan tahun 2021.
Pekerja menyelesaikan pembangunan jaringan irigasi Rentang di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, Jumat (5/11/2021). ANTARAFOTO/Dedhez Anggara
Jaringan Irigasi
Agar pembangunan bendungan bermanfaat bagi pertanian, Basuki berkomitmen untuk menggencarkan pembangunan infrastruktur irigasi. Tujuannya, tak lain adalah mendukung produksi sentra pertanian secara berkelanjutan.
"Dengan demikian pembangunan bendungan yang diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya dengan biaya besar dapat bermanfaat karena airnya dipastikan mengalir sampai ke sawah-sawah milik petani," imbuh Menteri Basuki, awal Juni 2022 lalu.
Diharapkan, di musim kemarau pun, petani mendapatkan air yang diperlukan untuk menumbuhkan tanaman. Tak heran jika air menjadi salah satu unsur utama yang sangat mempengaruhi apapun program pertanian yang dijalankan. Bendungan lantas digadang-gadang menjadi solusi menjaga ketahanan pangan nasional.
"Petani bisa memanfaatkan air yang tertampung di bendungan untuk irigasi tanpa harus menunggu hujan. Untuk itu, pemerintah sejak 2014 telah mencanangkan pembangunan bendungan, semata-mata untuk mendukung ketahanan pangan," kata Basuki Hadimuljono.
Jika zaman dahulu para petani hanya mengandalkan sawah tadah hujan untuk menanam padi, maka kini mereka bisa melakukan berkali-kali penanaman dalam setahun karena sudah ada bendungan. Basuki meyakini bahwa secara otomatis kehadiran bendungan akan mendongkrak produktivitas pertanian.
"Jaringan irigasi kalau sudah disuplai bendungan, bisa diatur dan diukur, bisa meningkatkan indeks penanaman. Kalau daerah tadah hujan itu hanya bisa menanam satu kali karena bergantung pada hujan, tetapi dengan bendungan bisa lebih dari dua kali (penanaman)," lanjutnya.
Pakar Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengamini hal itu. Menurut dia, adanya akses bendungan dan irigasi akan memenuhi kebutuhan pengairan, apalagi jika selama ini para petani mengandalkan sistem tadah hujan.
"Pembangunan bendungan sangat penting. Bagaimana kita bisa menanam kalau air tidak terkelola dengan baik atau tidak tersedia sumber daya air, jadi bendungan itu penting," tegasnya seperti dikutip buku Pembangunan Infrastruktur Masa Pandemi oleh Kementerian PUPR cetakan Desember 2021.
Andreas juga mengatakan seyogianya saluran irigasi juga turut dibangun atau dibenahi, jangan hanya membangun bendungan. Menurut dia, saluran irigasi memegang peran yang juga sangat krusial untuk mengalirkan air dari bendungan ke areal persawahan.
Harmonisasi pembangunan bendungan dan jaringan atau saluran irigasi memang diperlukan. Sistem pengairan ke areal persawahan, lanjut Andreas, harus tetap diperhatikan disamping membangun bendungan secara masif atau besar-besaran.
"Jaringan irigasi tersier, serta pencetakan sawah juga harus terus dipacu seiring ketersediaan infrastruktur utamanya, yaitu bendungan. Jadi, sinergi antarsektor sangat perlu dilakukan," sambung Andreas.
Sementara itu, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso dalam susunan narasi yang sama mengakui tingkat produktivitas petani terus meningkat beberapa tahun terakhir, menyusul rampungnya pembangunan bendungan dan infrastruktur pertanian lain di sejumlah daerah.
Sebagai contoh, Sutarto menuturkan produktivitas petani di Indramayu dan Majalengka, Provinsi Jawa Barat, mulai meningkat sejak kehadiran Waduk Jatigede di Sumedang. Keberadaan infrastruktur itu, ungkapnya, sangat efektif dalam menambah masa tanam para petani.
"Waduk Jatigede itu pengairannya sampai ke daerah Indramayu. Biasanya, mereka menanam padi setahun sekali pada musim penghujan. Tapi, sekarang bisa dua kali dalam setahun. Itu nilai positifnya ada di sana," sebut Sutarto.

Capaian Pembangunan
Sepanjang Tahun Anggaran (TA) 2015 hingga 2020, pemerintah berhasil meresmikan sebanyak 18 unit bendungan di berbagai daerah. Bendungan yang telah rampung itu antara lain Bendungah Nipah di Kabupaten Sampang, Bendungan Jatigede Kabupaten Sumedang, Bendungan Rajui Kabupaten Pidie, Bendungan Bajulmukti di Kabupaten Banyuwangi, serta Bendungan Titab di Kabupaten Buleleng. Keempat bendungan itu telah rampung pada TA 2015.
Kemudian pada tahun 2016, Kementerian PUPR sudah merampungkan antara lain Bendungan Payaseunara di Kota Sabang, Nangroe Aceh Darusalam (NAD), serta Bendungan Teritip di Kabupaten Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur.
Sedangkan bendungan lain yang telah dirampungkan pada periode 2015-2020 adalah Bendungan Raknamo, Bendungan Tanju, Bendungan Mila, Bendungan Rotiklot, Bendungan Logung, Bendungan Sei Gong, Bendungan Sindangheula, Bendungan Gondang, Bendungan Tapin, Bendungan Tukul, serta terakhir Bendungan Napun Gete.
Dengan rampungnya 18 bendungan pada periode 2015-2020 itu, Indonesia berhasil memperkuat ketahanan SDA pada berbagai aspek, yakni luas genangan 7.042 hektare, volume 1.182 juta m3, pelayanan irigasi mencakup 114.978 hektare, reduksi banjir 2.294,06 m3/detik, penyediaan air baku l7,44 m3/detik, serta pembangkit listrik: 117,10 MW.
Truk menimbun karang di bantaran Bendungan Arsopura, Skanto, Kabupaten Keerom, Papua, Kamis (21/10/2 021). Pemerintah setempat membangun kawasan bendungan tersebut untuk menarik wisatawan. ANTARA FOTO/Indrayadi TH
Lanjutkan Pembangunan
Di samping rampungnya 18 bendungan pada periode 2015-2020, Kementerian PUPR tak serta merta puas dan berhenti membangun infrastruktur SDA demi mendukung ketahanan pangan nasional.
Seperti yang sudah disebutkan, hingga tahun 2024 ditargetkan 72 bendungan rampung dibangun di berbagai daerah. Dalam hal ini, pemerintah memfokuskan pembangunan sebanyak 61 bendungan terlebih dahulu, baru ditambah 11 bendungan lain sesuai dengan target yang termaktub dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dari total 61 bendungan, sebanyak 18 diantaranya sudah rampung dan diresmikan. Artinya, masih ada 43 bendungan on going yang akan dibangun, mulai dari Bendungan Paselloreng, Bendungan Ladongi, Bendungan Margatiga, Bendungan Pidekso, dan Bendungan Tugu.
Berikutnya adalah Bendungan Ciawi, Bendungan Sukamahi, Bendungan Bintang Bano, Bendungan Bendo, Bendungan Gongseng, Bendungan Way Sekampung, Bendungan Karalloe, Bendungan Kuningan, dan masih banyak lagi bendungan yang menjadi bagian dari program strategis ketahanan pangan.
Dengan pembangunan 43 bendungan itu, sejumlah aspek akan bertambah, yakni luas genangan 16.847 hektare, volume 2.583 juta m3, pelayanan irigasi 252.261 hektare, reduksi banjir 10.981 m3/detik, penyediaan air baku 44,83 m3/detik, hingga pembangkit listrik 135,77 MW.
Sedangkan untuk 11 bendungan lain yang diproyeksikan mulai pembangunan pada 2020-2024 adalah Bendungan Merangin, Bendungan Cibeet, Bendungan Kedung Langgar, Bendungan Mbay, Bendungan Riam Kiwa, hingga Bendungan Pelosika.
Berikutnya ada Bendungan Jenelata, Bendungan Kolhua, Bendungan Cijurey, Bendungan Bodri, dan terakhir Bendungan Cabean. Dengan adanya bendungan-bendungan tersebut, Indonesia ditargetkan pada tahun 2024 akan mendapat tambahan volume tampungan air hingga 6.082 juta m3.
Selain itu, seluruh bendungan tersebut akan menambah luasan irigasi hingga 467.215 hektare, kemampuan reduksi banjir 17.853 m3/detik, tambahan air baku 77 m3/detik, serta tambahan kekuatan listrik untuk PLTA sebesar 395,25 MW.
Dari 61 bendungan itu, sebanyak 29 bendungan diketahui sudah masuk kategori tuntas atau finalisasi, sedangkan 32 unit bendungan lain masih dalam tahap pembangunan. Menteri Basuki berharap tambahan bendungan yang sudah rampung itu bisa memacu indeks pertanaman menjadi 200%.
Dengan meningkatnya indeks pertanaman itu, Basuki pun yakin produksi beras nasional bisa mencapai 40 juta ton pada tahun 2045 mendatang sehinga Indonesia diproyeksi bisa surplus beras hingga 10 juta ton.
"Tambahan 61 bendungan bisa membantu menaikkan IP menjadi 200%. Kehadiran bendungan secara efektif meningkatkan indeks pertanaman dimana saat ini rata-rata nasional berdasarkan BPS sebesar 147% dengan air irigasi dari 231 bendungan," tegas Menteri Basuki, Sabtu (18/6).