30 Januari 2025
16:15 WIB
Bahlil: Suntik Mati PLTU? Kalau Tidak Ada Duitnya, Ya Sorry Bos!
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal rencana pensiun dini PLTU batu bara yang tidak masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2035.
Penulis: Yoseph Krishna
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan paparannya pada pembukaan Indonesia Mining Summit 2024 di Jakarta, Rabu (4/12/2024). AntaraFoto/Indrianto Eko Suwarso
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia buka suara soal rencana pensiun dini PLTU batu bara yang tidak masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2035.
Menurutnya, pemerintah tak mungkin menggunakan dana APBN untuk memensiunkan PLTU. PT PLN sebagai perusahaan pelat merah pun takkan diberi izin untuk mencari utang baru guna menyuntik mati pembangkit listrik batu bara.
Secara mendasar, pemerintah ia sebut sangat ingin memensiunkan PLTU batu bara. Tetapi, besarnya dana yang dibutuhkan membuat pemerintah harus berpikir lebih panjang.
"Kita mau, tapi ada uangnya dulu. Kalau tidak ada duitnya, ya sorry bos," kata Menteri Bahlil di Jakarta, Kamis (30/1).
Sekadar informasi, Indonesia dinilai masih belum memiliki rencana yang detil untuk memastikan kesuksesan suntik mati PLTU batu bara secara bertahap. Bahkan, Global Energy Monitor menunjukkan Indonesia masih mengoperasikan 249 PLTU dengan kapasitas terpasang sekitar 46 GW pada 2023 silam.
Hal tersebut membuat Menteri Bahlil jadi salah satu Anggota Kabinet yang mendapat rapor merah dari Center of Law and Economic Studies (Celios) selama 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran.
Dalam survei itu, Menteri ESDM menjadi salah satu menteri dengan kinerja terburuk sepanjang 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Celios menyebut kegagalan Menteri Bahlil tak lepas dari arah transisi energi yang tidak jelas.
"Kementerian ESDM nilainya belum pas karena belum memutuskan tentang arah kebijakan EBT. Dalam hati saya, ini pesanan asing kah?," ucap Bahlil
Eks-Ketua Umum HIPMI itu merasa nilai dari Celios tidak masuk akal. Pasalnya jika kebijakan transisi energi diukur dari kebijakan pensiun dini PLTU batu bara, harus ada perhitungan matang karena butuh dana yang sangat besar.
"Ini kolonial baru di bangsa ini, masa kita disuruh paksa untuk mempensiunkan PLTU-PLTU? Dijanji ada lembaga donor yang membiayai, mana ada? Sampe sekarang belum ada, zero!" tegas dia.
Celios merilis nilai untuk Kementerian ESDM selama 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran adalah sebesar -25. Selain tak memberi arah yang jelas terhadap transisi energi, kebijakan yang dirilis oleh Bahlil juga dinilai mengandalkan solusi palsu seperti co-firing biomassa, nuklir, hingga gasifikasi batu bara.
Padahal, pernyataan Presiden Prabowo Subianto di tengah gelaran KTT G20 di Brazil beberapa waktu lalu telah menjadi sorotan global. Kala itu, RI 1 mengumandangkan rencana suntik mati PLTU batu bara dalam 15 tahun, diikuti pengembangan energi terbarukan dengan total kapasitas 75 GW.
Tapi di balik apresiasi negara-negara G20, ada tantangan dari sisi ketidaksiapan regulasi, peta jalan, serta implementasi di tanah air.