c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

10 Juni 2025

14:58 WIB

Bahlil: Pencabutan Izin Tambang Bukan Atas Protes Greenpeace

Pemerintah menepis pencabutan IUP karena protes Greenpeace. Evaluasi terhadap kegiatan pertambangan di Raja Ampat sudah dilakukan sejak terbitnya Perpres 5/2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Khairul Kahfi

<p>Bahlil: Pencabutan Izin Tambang Bukan Atas Protes Greenpeace</p>
<p>Bahlil: Pencabutan Izin Tambang Bukan Atas Protes Greenpeace</p>

Seorang aktivis Greenpeace menyuarakan penolakan tambang nikel di Raja Ampat dalam agenda Indonesia Minerals Conference & Expo di sebuah hotel di Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada Selasa (3/6/2025). Tangkapan Layar/Youtube/Watchdoc Documentary

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menepis anggapan pencabutan izin tambang empat perusahaan di Raja Ampat yang dilakukan pemerintah bukan atas protes yang dilayangkan Greenpeace baru-baru ini.

Pada dasarnya, pemerintah telah melakukan evaluasi terhadap seluruh wilayah pertambangan semenjak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

"Presiden Prabowo melantik kami jadi Menteri ESDM kan Oktober 2024 akhir. Dua bulan kami bekerja, Perpres keluar Januari (2025), langsung kami kerja maraton," tegas Bahlil dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (10/6).

Baca Juga: Keputusan Prabowo, Pemerintah Cabut Empat Izin Tambang Di Raja Ampat

Dibalik pencabutan izin itu, Bahlil menyebut, ada pelanggaran dari sisi lingkungan yang dilakukan empat perusahaan pemegang IUP di sekitaran Raja Ampat, Papua Barat Daya. Adapun pelanggaran ini menjadi pertimbangan utama pemerintah untuk mencabut izin perusahaan-perusahaan tersebut.

Adapun perusahaan yang izinnya dicabut terdiri dari PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

"Kita melakukan pendataannya banyak. Jadi, ini bukan atas dasar si A, si B, si C, dan ini baru tahap pertama," ungkapnya.

Berdasarkan laporan Kementerian Lingkungan Hidup, keempat perusahaan itu terbukti melakukan pelanggaran lingkungan. Tak hanya itu, keempat perusahaan juga teridentifikasi melakukan aktivitas penambangan di dalam kawasan Geopark Raja Ampat.

"Pertama, secara lingkungan atas apa yang disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup kepada kami, itu melanggar. Kedua, kita juga turun mengecek di lapangan. Kawasan ini menurut kami harus dilindungi dengan tetap memerhatikan biota laut dan juga konservasi," imbuh Bahlil.

Meskipun Izin Usaha Pertambangan (IUP) telah diterbitkan sebelum Raja Ampat ditetapkan sebagai Geopark, dia menegaskan keputusan mencabut izin itu jadi bentuk perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap kelestarian 'Surga Terakhir di Bumi' ini.

"Bapak Presiden punya perhatian khusus untuk bagaimana menjadikan Raja Ampat tetap menjadi wista dunia dan untuk keberlanjutan negara kita," tegas Bahlil.

Baca Juga: Kunjungi Pulau Gag, Warga Minta Bahlil Lanjutkan Operasional Gag Nikel

Keputusan untuk mencabut IUP itu juga dilakukan melalui rapat terbatas kabinet dengan mempertimbangkan masukan dari tokoh masyarakat setempat.

"Ketiga, adalah keputusan ratas dengan mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah dan juga adalah melihat dari tokoh-tokoh masyarakat adat yang saya kunjungi," katanya.

Di lain sisi, Bahlil juga telah melihat langsung empat perusahaan yang izinnya kini dicabut, yang tak melakukan produksi dari awal tahun ini karena tak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disetujui pemerintah.

"Dari empat itu tidak ada yang berproduksi. Kenapa? RKAB-nya tidak ada. Satu perusahaan dinyatakan berproduksi kalau ada RKAB, RKAB itu jalan kalau ada dokumen AMDAL dan mereka tidak lolos dari semua syarat administrasi itu," jelas Bahlil.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar