c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

07 Agustus 2025

08:00 WIB

ASPERMIGAS: Legalisasi Sumur Minyak Bukan Solusi Dongkrak Lifting

Minyak yang bisa dikeruk dari sumur ilegal tak sebanding dengan risiko kecelakaan kerja yang memakan banyak biaya.

Penulis: Yoseph Krishna

<p id="isPasted">ASPERMIGAS: Legalisasi Sumur Minyak Bukan Solusi Dongkrak <em>Lifting</em></p>
<p id="isPasted">ASPERMIGAS: Legalisasi Sumur Minyak Bukan Solusi Dongkrak <em>Lifting</em></p>

Penambang menuangkan minyak mentah ke dalam wadah di penambangan minyak rakyat Wonocolo, Bojonegoro, Jawa Timur, Minggu (30/7/2023). Antara Foto/Muhammad Mada/nz

JAKARTA - Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (ASPERMIGAS) Moshe Rizal mengkritik legalisasi sumur-sumur masyarakat yang diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 14 Tahun 2025.

Moshe mengungkapkan tambahan lifting minyak dari sumur ilegal hanya sekitar 100-200 barel per hari (BOPD). Menurutnya, angka itu tak sebanding dengan tingginya risiko pengelolaan sumur minyak.

"Dari sisi risiko, berapa yang mereka (KKKS) ambil, itu sama sekali tidak worth it. Coba dari WK itu berapa sih, oke tambahan 100-200 BOPD. Dibandingkan risiko kalau tiba-tiba ada kecelakaan yang mereka harus tanggung, saham bisa drop, itu bukan berkah, bisa jadi bencana," terangnya saat dihubungi Validnews, Rabu (6/8).

Baca Juga: Legalisasi Sumur Masyarakat, Taktik Anyar RI Dongkrak Lifting Minyak

Perbincangan soal sumur-sumur ilegal menurutnya bukan bicara mengenai keuntungan, tetapi soal risiko. Apalagi, hulu minyak dan gas bumi (migas) merupakan industri dengan tingkat risiko tinggi.

Meskipun pengelolaan diberikan kepada UMKM, BUMD, maupun Koperasi, penanggulangan kecelakaan kerja tetap menjadi tanggung jawab kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Jika terjadi kecelakaan dalam pengoperasian, praktis ada biaya atau beban tambahan yang harus dikeluarkan oleh KKKS.

"Kalau misalkan ada apa-apa, siapa yang mau tanggung ratusan juta dolar? Dibandingkan, oh ada tambahan berapa ratus barel per hari? Nggak worth it itu," ujar Moshe.

Dalam kegiatan bisnis hulu migas, terdapat Kepala Teknik Tambang yang bertanggung jawab 100% atas kegiatan operasi, termasuk berpotensi dipidana jika terjadi kecelakaan kerja.

Kepala Teknik Tambang itu pun nantinya juga bertanggung jawab jika terjadi kecelakaan kerja akibat kelalaian dalam pengelolaan sumur-sumur masyarakat.

"Kalau yang di dalam WK kan kontraknya dengan KKKS. Kalau ada apa-apa, yang kena siapa? UMKM, BUMD, atau KUD-nya? Secara UU, yang kena itu KKKS-nya," tambahnya.

Dia juga meragukan UMKM, Koperasi, maupun BUMD ke depan bakal bertanggung jawab atas aspek Health, Safety, and Environment (HSE) dari operasional sumur minyak yang dilegalkan.

Moshe menilai UMKM, BUMD, dan Koperasi belum memiliki kecakapan modal, bahkan untuk sekadar menjalankan aspek HSE dalam pengelolaan sumur minyak.

"Level di atasnya ya Kepala Teknik Tambang yang bertanggung jawab. Kalau ada apa-apa, ujungnya yang bertanggung jawab itu ya Kepala Teknik Tambang," kata dia.

Baca Juga: Ganggu Iklim Investasi, Ini Cara ESDM Tertibkan Sumur Minyak Ilegal

Karena itu, Moshe menegaskan legalisasi yang termaktub dalam Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 bukanlah solusi atas maraknya sumur-sumur minyak ilegal yang belakangan diketahui jumlahnya mencapai sekitar 30 ribu sumur.

Sumur-sumur minyak ilegal pada dasarnya bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Migas. Karena di lapangan, ada kegiatan pengeboran tanpa izin di dalam wilayah kerja resmi milik KKKS yang sudah berkontrak dengan pemerintah.

"Tiba-tiba di dalam situ ada yang ngebor, lalu oleh pemerintah disahkan, kan lucu, jadinya ada wilayah kerja di dalam wilayah kerja. Itu saja sudah salah, sudah aneh," tandas Moshe Rizal.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar