c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

21 Mei 2025

19:56 WIB

Asosiasi Furnitur Was-Was Hadapi Tarif Resiprokal

HIMKI mewaspadai tarif resiprokal AS bisa mengancam penjualan furnitur Indonesia, sehingga mengincar target pasar baru dari pasar negara berkembang lainnya melalui gelaran IFEX 2026.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Asosiasi Furnitur Was-Was Hadapi Tarif Resiprokal</p>
<p id="isPasted">Asosiasi Furnitur Was-Was Hadapi Tarif Resiprokal</p>

Ketua Umum HIMKI Abdul Sobur saat ditemui usai Peluncuran Indonesia International Furnitur Expo (IFEX) 2026, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (21/5). ValidNewsID/Erlinda PW

JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur khawatir ekspor produk furnitur dan kerajinan Indonesia ke pasar Amerika Serikat (AS) bakal turun, sejalan dengan pengenaan tarif resiprokal 32% meskipun belum diterapkan. Pasalnya menurut Sobur, sebanyak 53% pasar komoditas ini berada di AS.

“Sebesar 53% market kita mebel dan kerajinan itu AS. Ada satu anggota kami di Semarang yang cukup besar, bahkan dia 100% pasarnya ke AS. Jadi kalau tarif itu efektif, akan terjadi guncangan,” jelas Sobur dalam acara Peluncuran Indonesia International Furnitur Expo (IFEX) 2026, di Kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Rabu (21/5).

Dalam menghadapi potensi penurunan pasar di AS, pihaknya menurut Sobur mulai mengincar pasar baru selain Negeri Paman Sam. Oleh karena itu, melalui IFEX 2026, pihaknya menargetkan adanya pengunjung sebagai calon pembeli (buyer) 15 ribu orang dengan asal negara-negara berkembang akan menjadi incaran untuk promosi, seperti negara di kawasan Timur Tengah, India, Oman, hingga Afrika Selatan.

Baca Juga: Gelaran IFEX 2025 Diharap Bisa Tingkatkan Penjualan Furnitur RI Di Global

Sejalan dengan perluasan pasar tersebut, Sobur menargetkan penjualan furnitur dan kerajinan Indonesia di tahun ini bisa mencapai US$5 miliar. Jumlah tersebut diketahui naik hampir dua kali lipat dari data penjualan furnitur yang dihimpun HIMKI di tahun lalu, yakni sebanyak US$2,37 miliar.

“Kita inginkan mebel dan kerajinan itu bisa mendukung (pertumbuhan ekspor) sampai US$5 miliar dolar,” jelasnya.

Bahkan Sobur juga mewanti-wanti posisi penjualan furnitur Indonesia yang semakin kalah dari Vietnam. Negeri Naga Biru tersebut menurutnya berhasil membukukan penjualan dari produk olahan kayu mencapai US$17 miliar.

“Luar biasa sekali (Vietnam), mereka bisa mencapai angka sebesar itu karena terjadi relokasi besar-besaran dari China,” kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso pun mengungkapkan posisi Indonesia yang kalah dari Vietnam untuk urusan ekspor furnitur.

“Kita sekarang sama Vietnam itu kalah,” tutur Budi.

Usut punya usut, kekalahan tersebut diketahui karena eksportir Indonesia terhambat oleh banyaknya regulasi. Sehingga menurut Budi, pemerintah akan melakukan deregulasi, salah satunya bagi eksportir furnitur.

Baca Juga: Khawatir Dikuasai Impor, Industri Mebel Minta Pemerintah Kerek TKDN Jadi 80%

Salah satu regulasi yang selama ini dinilai menghambat adalah V-Legal, yaitu dokumen yang membuktikan penjaminan kayu sebagai bahan baku furnitur dan kerajinan yang akan diekspor adalah legal. Dokumen tersebut harus dipenuhi eksportir untuk melakukan ekspor.

Sementara selama ini, negara-negara tujuan ekspor yang sangat membutuhkan dokumen tersebut adalah Uni Eropa dan Inggris. Sehingga menurut Budi, untuk memudahkan para eksportir dan meningkatkan jumlah penjualan furnitur dan kerajinan, maka untuk ekspor komoditas ini ke negara selain Inggris dan Uni Eropa, tak memerlukan V-Legal. Langkah ini sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menjalankan deregulasi.

“Kemarin sudah diskusi dengan teman-teman asosiasi, kemudian juga dengan kehutanan. Kita sih maunya kalau produk turunan dari kayu seperti furnitur dan kerajinan tidak perlu V-Legal. V-Legal boleh, tapi hanya untuk negara yang membutuhkan, UK dan Uni Eropa. Tapi ke negara lain, kami mengusulkan sebaiknya nggak perlu V-Legal,” tandas Budi. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar